ECOTEOLOGI WISATA ALAM MALALAK
Oleh: Duski Samad
Pembina media online sigi.com indonesiamadani.com dan youtube surauprofessor
Ecoteologi wisata alam adalah pendekatan yang menghubungkan nilai-nilai keagamaan dengan pelestarian lingkungan dalam konteks pariwisata. Dalam Islam, konsep ini sejalan dengan khalifah fil ardh (manusia sebagai penjaga bumi) dan mizan (keseimbangan alam).
Tulisan ini hadir ketika penulis singah di destinasi wisata kuliner kopi telungkup di jalan raya Malalak. Malalak, yang terletak di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, memang terkenal dengan keindahan alamnya yang masih asri dan menakjubkan. Wilayah ini memiliki lanskap perbukitan hijau, lembah yang dalam, serta sungai yang mengalir jernih, menciptakan pemandangan yang begitu memukau.
Beberapa daya tarik alam Malalak antara lain di antaranya jalur panorama Malalak. Rute ini menawarkan pemandangan spektakuler dari perbukitan, lembah, dan gunung yang membentang luas. Cocok bagi pengendara yang ingin menikmati perjalanan dengan suguhan alam yang luar biasa.
Ada pula air terjun di Malalak. Ada beberapa air terjun tersembunyi di kawasan ini yang menawarkan suasana tenang dan keindahan alami. Hutan dan Sawah yang Hijau: Wilayah Malalak masih didominasi oleh hutan tropis dan hamparan sawah yang memberikan nuansa pedesaan yang sejuk dan damai.
Gunung Singgalang dan Gunung Marapi: Dari beberapa titik di Malalak, pengunjung bisa menikmati pemandangan dua gunung legendaris ini. Selain keindahan alamnya, Malalak juga dikenal dengan budaya Minangkabau yang kental serta keramahan masyarakatnya. Tempat ini cocok bagi pecinta wisata alam dan fotografi yang ingin menangkap keindahan Sumatera Barat dari sudut yang berbeda.
Merawat Wisata Alam Berbasis Ecoteologi
Menikmati indahnya wisata alam Malalak penulis jadi teringat konsep ekoteologi yang mesti diberikan edukasi pads masyarakat lokal dan penikmat wisata alam Malalak. Pendidikan dan kesadaran lingkungan dengan mendidik wisatawan dan masyarakat tentang pentingnya menjaga alam sebagai amanah dari Tuhan. Menumbuhkan kesadaran teologis bahwa keindahan alam wajib hukumnya dirawat dan dijaga dengan baik, jabganlah kamu rusak bumi setelah ia diciptakan begitu indahnya (QS.Al a’raf,56).
Pelestaria wisata alam dapat juga dilakukan dengan menyediakan papan informasi dengan kutipan ayat-ayat atau hadits tentang lingkungan, di antaranya larangan merusak alam, zaharal fasadu fil bahri bima kasabat aindinnas (QS. Al-Ruum, 41).
Pemerintah dan masyarakat diminta melakukan pengelolaan berkelanjutan.
Membatasi jumlah wisatawan untuk menghindari over-tourism. Menggunakan konsep ekowisata: minim jejak karbon, penggunaan energi terbarukan, dan pengelolaan sampah yang baik.
Dari segi nilai budaya harus dilakukan revitalisasi kearifan lokal.
Menghidupkan kembali adat dan tradisi yang mendukung kelestarian lingkungan, seperti pantangan menebang pohon sembarangan atau gotong royong membersihkan sungai. Mendorong penggunaan material alami dalam pembangunan fasilitas wisata.
Ekonomi berbasis konservasi dengan mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat sehingga mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Memberikan insentif bagi warga yang aktif menjaga lingkungan, misalnya melalui program desa wisata ramah lingkungan.
Kolaborasi dengan kembaga keagamaan dan pemerintah. Melibatkan ulama dan pemuka agama dalam dakwah tentang lingkungan. Mendorong kebijakan berbasis keberlanjutan dalam pengelolaan wisata alam. Jika diterapkan dengan baik, strategi ini bisa menjaga keindahan alam seperti Malalak tetap lestari sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
PANDANGAN TEOLOGI
Menjual ekowisata alam adalah isu yang bisa dianalisis dari beberapa perspektif: nash (dalil syar’i), fatwa ulama, dan analisis ekonomi.
1.Nash (Dalil Syari’ah)
Dalam Islam, bumi dan segala isinya adalah ciptaan Allah yang diperuntukkan bagi manusia dengan tanggung jawab menjaga dan memanfaatkannya secara bijak: Dalam.QS. Al-A’raf: 31″ Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Ayat ini menunjukkan pentingnya keseimbangan dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Dalam QS. Al-Baqarah: 205 artinua “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk membuat kerusakan padanya dan membinasakan tanaman dan keturunan, dan Allah tidak menyukai kerusakan.” Ayat ini .mengingatkan agar manusia tidak merusak alam.
Dalam.Hadis Nabi ﷺ dinukilkan artinya”Dunia ini hijau dan indah, dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu sebagai khalifah di dalamnya, maka perhatikan bagaimana kamu berbuat.” (HR. Muslim). Maknanya Islam mengajarkan konsep konservasi dan tanggung jawab terhadap alam.
2.Fatwa Ulama.
Mayoritas ulama membolehkan ekowisata selama tidak merusak lingkungan dan tidak mengandung unsur haram (misalnya ikhtilat bebas, perjudian, atau eksploitasi yang merusak ekosistem).
Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang Ekowisata Halal menekankan:
Pemanfaatan alam harus selaras dengan prinsip keberlanjutan (sustainability).
Tidak boleh ada eksploitasi berlebihan yang merusak lingkungan. Harus sesuai dengan etika Islam dalam berpakaian, pergaulan, dan aktivitas wisata.
3.Analisis Ekonomi
Menjual ekowisata memiliki potensi ekonomi besar jika dikelola dengan baik:
Keunggulannya meningkatkan pendapatan daerah dan membuka lapangan kerja. Mengembangkan sektor jasa, akomodasi, dan kuliner lokal.
Mendorong konservasi alam dengan skema bisnis berbasis keberlanjutan.
Risiko: Jika tidak dikontrol, bisa terjadi kerusakan lingkungan akibat eksploitasi berlebihan. Potensi komersialisasi berlebihan yang bertentangan dengan nilai Islam. Kesenjangan ekonomi jika keuntungan hanya dinikmati segelintir pihak.
Jadi dari sisi nash dan fatwa, ekowisata diperbolehkan selama tidak menimbulkan mudarat dan tetap menjaga keseimbangan alam. Dari aspek ekonomi, ekowisata bisa menjadi peluang bisnis yang baik jika dikelola dengan prinsip berkelanjutan. Oleh karena itu, konsep ekowisata berbasis syariah menjadi solusi agar manfaat ekonomi tetap sejalan dengan prinsip Islam.
Kesimpulan
Ecoteologi wisata alam menggabungkan nilai-nilai keagamaan dengan pelestarian lingkungan, menekankan bahwa manusia sebagai khalifah di bumi memiliki tanggung jawab menjaga keseimbangan alam. Malalak, Kabupaten Agam, adalah contoh nyata keindahan alam yang perlu dirawat melalui pendekatan ekowisata yang berkelanjutan.
Pelestarian wisata alam Malalak harus dilakukan melalui pendidikan lingkungan, pengelolaan yang berkelanjutan, revitalisasi kearifan lokal, serta penguatan ekonomi berbasis konservasi. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga keagamaan menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kelestarian ekowisata sesuai dengan prinsip Islam.
Dari perspektif teologi, Islam mengajarkan keseimbangan dalam pemanfaatan sumber daya alam, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis. Fatwa ulama juga mendukung ekowisata selama tidak merusak lingkungan dan tetap sejalan dengan nilai-nilai Islam. Dari aspek ekonomi, ekowisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika dikelola dengan prinsip keberlanjutan.
Dengan menerapkan ekowisata berbasis syariah, wisata alam Malalak dapat terus lestari dan memberikan manfaat ekonomi yang tetap sejalan dengan ajaran Islam. Kopitungkuik31032025.Syawal 1446H, Pulang dari jadi Khatib Pemko Payakumbuh