ETIK DALAM BEDA IMAN Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh220 Views

ETIK DALAM BEDA IMAN

Oleh: Duski Samad
Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat

Setiap akhir tahun relasi antar iman selalu mendapat bahasan oleh komunitas agama, khususnya pegiat dan aktor kerukunan. Sayang saat yang mestinya beda iman menjadi perekat bangsa, oleh beberapa pihak justru mengadang-gadang peristiwa lokal yang menganggu keharmonisan umat beda iman. Harusnya kasus dapat diselesaikan di tingkat RT, RW setingginya level Kecamatan jangan diunggah di ruang publik, lebih beresiko lagi jika masuk plaform medsos.

Tulisan etik beda iman ini prinsin ingin menyasar bahwa perbedaan sekeras dan sedalam apapun tidak akan naik kelas menjadi gesekan, perselisihan dan konflik, jika para pihak yang berbeda, termasuk beda iman menghadapi perbedaan dengan etik mulia.

Beda iman adalah perbedaan yang riil adanya. Setiap orang diberi kesempatan untuk bebas menentukan iman dan agama yang akan akan di anutnya, Firman Allah swt, tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256)

Walau teks suci memberikan ruang yang cukup beda iman dan agama, namun realitas setiap agama selalu menyertai sentimen. Sentimen agama adalah perasaan, pandangan, atau sikap emosional yang dimiliki seseorang atau kelompok terhadap agama tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.

Sentimen ini bisa mencakup rasa cinta, kebanggaan, penghormatan, hingga antipati atau penolakan terhadap agama, ajaran, simbol, atau penganutnya.

Dalam konteks sosial dan politik, sentimen agama sering muncul dalam bentuk identitas Agama. Rasa solidaritas yang kuat dengan kelompok agama tertentu. Bila sentimen agama tak disiapkan ke arah yang positif dapat berpotensi diskriminasi atau Intoleransi: Ketidaksetujuan atau prasangka terhadap agama lain atau penganutnya.

Sentimen agama bisa disalahgunakan dalam bentuk eksploitasi Politik. Penggunaan isu agama untuk memengaruhi opini publik atau mendapatkan dukungan politik. Misalnya, dalam situasi politik, sentimen agama bisa dimanfaatkan untuk menciptakan polarisasi, seperti mendukung kandidat berdasarkan agama tertentu atau menolak kandidat yang dianggap tidak mewakili keyakinan mayoritas.

Fenomena sentimen agama yang berhubungan dengan komunitas beda iman bisa berdampak positif jika mendorong persatuan dan harmoni, tetapi juga bisa menjadi destruktif jika memicu konflik atau perpecahan.

STRATEGI PROFETIK BEDA IMAN
Nabi Muhammad SAW menunjukkan kepemimpinan yang bijaksana dalam menghadapi perbedaan iman di Madinah. Strategi beliau adalah menciptakan masyarakat yang inklusif dan harmonis meskipun terdiri dari beragam agama, suku, dan kelompok. Berikut beberapa strategi utama yang beliau gunakan.

Piagam Madinah (Sahifah Madinah), ini adalah dokumen perjanjian pertama yang memuat aturan-aturan hidup bersama dalam masyarakat multikultural. Piagam ini menegaskan prinsip keadilan, hak-hak semua kelompok, dan kewajiban kolektif untuk menjaga keamanan bersama.

Beberapa poin penting piagam Madinah bahwa smua kelompok, termasuk Muslim, Yahudi, dan suku-suku Arab lainnya, dihormati dan dianggap sebagai bagian dari “satu umat” (ummatan wahidah).

Kebebasan beragama dijamin. Setiap kelompok berhak menjalankan agamanya tanpa gangguan. Semua pihak wajib bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan melindungi Madinah dari ancaman luar.

Piagam Madinah menyatakan pendekatan dialog dan dakwah damai. Nabi Muhammad SAW lebih mengutamakan dialog dan pendekatan persuasif dalam menyampaikan ajaran Islam kepada kelompok non-Muslim. Beliau tidak memaksakan agama dan menghormati keyakinan mereka, sesuai dengan prinsip dalam Al-Qur’an(QS Al-Baqarah: 256).

Esensi paling moderen dari piagam Madinah adalah prinsip keadilan. Nabi Muhammad SAW berlaku adil kepada semua kelompok, tanpa memandang agama. Ketika terjadi perselisihan, beliau memutuskan berdasarkan prinsip keadilan, bukan keberpihakan kepada kelompok tertentu.

Kerjasama dalam kehidupan sosial, beliau mendorong kerja sama lintas agama dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, keamanan, dan urusan sosial lainnya. Misalnya, beliau melibatkan semua penduduk Madinah dalam menjaga stabilitas dan kemakmuran bersama.

Mencegah fitnah dan konflik, Nabi Muhammad SAW selalu mengedepankan perdamaian dan mencegah konflik. Beliau berusaha menyelesaikan perselisihan secara damai, menghindari tindakan yang dapat memprovokasi ketegangan antar kelompok.

Strategi-strategi ini berhasil menciptakan masyarakat Madinah yang relatif stabil, meskipun terdiri dari berbagai kelompok dengan latar belakang berbeda. Hal ini menjadi teladan bagi masyarakat modern dalam menghadapi perbedaan iman dan keragaman budaya.

AKHLAK LINTAS IMAN
Dalam konteks perbedaan iman, akhlak yang baik sangat diperlukan untuk menjaga keharmonisan dan toleransi antar umat beragama. Beberapa jenis akhlak yang relevan dalam situasi ini:
1. Akhlak Toleransi
Menghormati keyakinan orang lain tanpa mencela atau merendahkan agama mereka. Tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain.
2. Akhlak Santun dalam Berdialog.
Menggunakan bahasa yang sopan dan tidak provokatif saat membahas agama.
Menghindari perdebatan yang berpotensi menimbulkan konflik.

3. Akhlak Keadilan
Bersikap adil terhadap semua orang tanpa memandang agama atau keyakinannya.
Memberikan hak-hak yang sama kepada orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Akhlak Kasih Sayang.
Menunjukkan empati dan kepedulian terhadap sesama, tanpa membedakan iman atau agama. Membantu orang lain yang membutuhkan, apapun latar belakang agamanya.
5. Akhlak Kesabaran
Bersabar ketika menghadapi perbedaan pendapat terkait keyakinan. Menahan diri dari emosi negatif seperti marah atau benci.
6. Akhlak Kejujuran.
Tidak menyebarkan informasi palsu atau fitnah terkait agama lain. Bersikap terbuka dan jujur dalam berinteraksi dengan pemeluk agama lain.

Mengamalkan akhlak-akhlak ini, hubungan antar umat beragama dapat berjalan harmonis meskipun ada perbedaan iman. Hal ini juga mencerminkan nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam berbagai agama.

Konklusinya beda iman adalah realitas atau sunnatullah. Etika atau akhlak baik adalah tali ikatan kokoh untuk rukun, toleran dan bisa bekerjasama, meskipun beda iman. Selamat rukun dan damai dalam perbedaan iman.ds.22122024.

Leave a Reply