ISLAM BICARA KESENIAN DAN KEBUDAYAAN
Oleh: Azwirman,S.Pd
Seni dan Budaya, Paradigma dan Makna
Kesenian dan Kebudayaan sebenarnya dua hal yang berbeda. Namun, menyamakan dua hal yang berbeda dalam percakapan sehari-hari sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Akibatnya, kesenian dan kebudayaan menjadi makna yang abu-abu yang pada akhirnya kebudayaan adalah kesenian, kesenian adalah kebudayaan, ini tentu saja menimbulkan paradox.
Kesenian, dalam pengertian dan maknanya adalah sebuah hal atau perihal yang menyangkut tentang keindahan. Keindahan ini erat kaitannya dengan hasil karya manusia dalam rupa yang cukup beragam.
1. Seni dapat diartikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu, dilihat dari segi keindahan dan kehalusan.
2. Seni juga dapat diartikan sebagai karya yang diciptakan dengan keahlian luar biasa, seperti lukisan, tari, dan ukiran.
3. Seni dapat diartikan sebagai kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa).
4. Seni merupakan bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia.
5. Seni budaya adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia, yang memiliki unsur keindahan secara turun-temurun dari generasi satu ke generasi lainnya.
6. Seni memiliki banyak fungsi, di antaranya sebagai media artistik, keindahan, dan wujud ekspresi dari senimannya.
Ketika Berbicara kebudayaan, sesungguhnya berbicara akan sesuatu yang sangat luas dan dalam. Kebudayaan itu mencakup semua aspek kehidupan manusia. Keyakinan dan kepercayaan, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, bahasa, bangunan, ekonomi, kesenian, keterampilan, norma dan nilai, alat-alat, dan lain sebagainya. Dari pengertian ini jelas bagi kita bahwa, kesenian adalah salah satu bagian dari bangunan kebudayaan yang luas itu.
Budaya merupakan suatu pola hidup yang menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial budaya ini tersebar dan meliputi banyak banyak kegiatan sosial manusia. Artinya, kalau dikelompokkan semuanya maka, kebudayaan itu terdiri dari; Gagasan (ide, fikiran) Tindakan atau aktivitas sehari-hari dan Karya (Artefak)
Dengan demikian, kesenian dengan segala jenis dan ragam bentuknya adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri. Menyamakan kesenian dengan kebudayaan adalah sebuah kekeliruan, seumpama kita menyamakan ban mobil dengan mobil. Ban mobil adalah mobil, mobil adalah ban mobil, jelas salah, yang benar itu Ban Mobil adalah bagian dari mobil bukan mobil itu sendiri.
Dampaknya, konsep kebudayaan menjadi menyempit dan terbatas. Inilah yang terjadi di masyarakat hari ini. Kebudayaan hanya dimaknai pada kesenian, adat istiadat, kebaya, bahasa, yang sifatnya parsial. Bahkan, dukun, pawang hujan, santet disejajarkan dengan kebudayaan asli Indonesia. Ini fatal, merusak tata dan aturan dalam ilmu pengetahuan.
Berbicara kebudayaan, maka kita harus paham akar dari kebudayaan, berbicara akar budaya maka sesungguhnya kita berbicara tentang sesuatu yang sangat dekat dengan diri manusia, yaitu Akal. Akal itu berfungsi jika ada respon terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan itu ada dua, fisik dan sosial. Respon akal terhadap lingkungan sekitar membentuk pola pikiran, pola pikiran menghasilkan buah fikiran. Buah fikiran ini membentuk ide dan gagasan. Ide dan gagasan mengejewantah dalam rupa berupa artefak (karya) atau aktivitas sehari-hari.
Aktivitas sehari-hari yang berawal dari berfungsinya akal fikiran inilah yang menghasilkan bidang-bidang kehidupan manusia. Ekonomi, sosial, politik, aturan dan norma, pendidikan, bahasa, sistem kepercayaan, kesenian dan keterampilan, ilmu pengetahun, teknologi dan lain sebagainya.
Artinya, semua perangkat yang telah dan sedang kita ciptakan berupa benda-benda yang ada disekitar maupun sistem-sistem yang kita buat, baik sendiri atau bekerjasama dengan orang lain, komunitas lain atau banyak orang maka, itulah kebudayaan.
Kebudayaan itu muncul karena ada respon manusia terhadap lingkungan sekitar. Makanya, semua yang dibuat, berupa cipta, rasa dan karsa memiliki filosofi dan pesan yang ingin disampaikan.
Lingkungan adalah faktor pembentuk kebudayaan
Alam sekitar atau lingkungan sekitar manusia memiliki perbedaan antara tempat satu dengan yang lain. Secara geografis maka, ada wilayah yang dilihat dari segi letak atau astronomis. Secara astronomis, wilayah di bumi dibagi pada lima kondisi.
1. Tropis.
Dicirikan dengan matahari yang bersinar sepanjang tahun, air yang cukup melimpah, tanaman yang heterogen dan tanah yang cenderung subur. Kondisi ini direspon oleh manusia yang bermukim di sana. Respon terhadap ini menghasilkan kebudayaan yang khas, khas wilayah tropis.
2. Sub Tropis.
Tidak jauh berbeda kondisinya dengan wilayah tropis. Hanya saja, pada musim tertentu sangat panas atau sangat dingin. Makanya, penduduk yang bermukim di wilayah tropis atau sub tropis memiliki kemiripan dalam hal kebudayaan.
3. Sedang.
Wilayah ini mengenal empat musim. Semi, gugur, dingin dan panas. Akibatnya, masyarakat yang bermukim disana harus berusaha semaksimal mungkin beradaptasi dengan musim yang berubah-rubah sepanjang tahun.
4. Dingin.
Musim panas tidak terlalu panas. Sebagian besar sepanjang tahun suhu sangat dingin hingga ekstrem. Kemampuan manusia bertahan di wilayah ini membentuk kebudayaan yang khas.
5. Kutub.
Matahari muncul setiap enam bulan, selebihnya gelap dan malam. Tidak ada musim panas, gugur dan semi. Semuanya dingin dan membeku. Kemampuan bertahan membuat manusia di kawasan ini menciptakan kebudayaan yang khas. Secara geografis, maka kondisi wilayah di dunia terdiri dari, pegunungan, pegunungan tinggi, dataran tinggi, dataran rendah, gurun pasir, pesisir pantai dan kepulauan. Masing-masing dari kondisi geografis ini menciptakan kebudayaan yang berbeda dari masing-masingnya. Mata pencaharian, bahasa, kesenian, sistem ekonomi, sistem kekerabatan, pendidikan, artefak dan bentuk bangunan serta jenis pakaian dan model pakaian.
Era Modernisasi, globalisasi dan sekarang, pasar bebas, ditandai dengan perubahan kebudayaan manusia menuju kepada keragaman (satu) kebudayaan. Awalnya beragam menjadi seragam karena alat-alat yang mampu “menakhlukkan alam” sudah mereka temukan. Kalau panas ada AC dan kipas angin. Kalau dingin ada penghangat ruangan. Kalau medan jalan yang sulit, bisa dibangun konstruksi bangunan yang canggih, kuat dan tahan lama. Ada pesawat terbang, ada mobil, motor, alat komunikasi dan lain sebagainya.
Akibatnya, manusia bisa beradabtasi dimanapun sudut-sudut bumi berada bahkan yang kondisi alam paling ekstrem sekalipun. Keseragaman budaya membuat manusia sekarang kurang merespon alam. Maka, muncul bencana alam akibat dari ulah tangan manusia. Karena cuek dengan alam, maka pencemaran terjadi dimana-mana. Kebudayaan manusia telah mengalami perubahan yang senantiasa terjadi terus menerus dan tidak diketahui kapan ini akan berakhir.
Pandangan Islam terhadap Kesenian Dan Kebudayaan
Dikutip dari, jakarta.nu.co.id, Islam dan seni seringkali dipahami sebagai sesuatu yang berseberangan atau dengan kata lain tidak memiliki hubungan diantara keduanya. Penyebabnya karena makna Islam dan seni yang dimaknai sempit oleh sebagian umat Islam. Padahal, Sebagaimana diketahui, Islam adalah agama yang mengajarkan untuk mencintai keindahan, bahkan Allah menyebut dirinya sebagai Dzat Yang Maha indah. Kalau berbicara indah dan keindahan, tentu saja kita harus berbicara tentang seni, karena indah adalah makna dari seni itu sendiri.
“Sesungguhnya Allah Maha indah dan menyukai/ mencintai keindahan.”(HR.Muslim)
Dari konteks ini, Allah mensifati dirinya sebagai dzat yang Maha indah dan tentunya Allah menyukai segala bentuk dari keindahan-keindahan. Salah satu bentuk dari keindahan yang kasat mata dan kita lihat dalam kehidupan sehari-hari adalah, keindahan alam ciptaan Allah swt. Ada gunung yang hijau, lautan yang biru, langit yang biru pada siang hari dan gelap yang dihiasi bintang gemintang di malam hari. Bukankah ini sebuah keindahan yang diciptakan oleh Allah swt? Belum lagi kalau kita bicara tentang ciptaan Allah swt yang lain? Hewan dengan berbagai jenis dan warnanya, memadukan keindahan yang tiada tara. Tumbuhan berupa bunga-bungaan yang demikian cantik dan Indah, termasuk manusia itu sendiri yang diciptakan Allah swt sedemikian indah dan cantik serta gagah. Bukankah ini sebuah bukti keindahan yang Allah swt ciptakan?
Begitu banyak dalil dalam Alqur’an yang berbicara tentang keindahan ciptaan Allah swt yang menjadi tanda bagi manusia yang mau berfikir.
1. Surat An Naml ayat: 60
“Apakah (yang kamu sekutukan itu lebih baik ataukah) Zat yang menciptakan langit dan bumi serta yang menurunkan air dari langit untukmu, lalu Kami menumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah (yang) kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah ada tuhan (lain) bersama Allah? Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).”
2. Surat As saffat ayat: 6
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit dunia (yang terdekat) dengan hiasan (berupa) bintang-bintang.”
3. Surat al Mulk ayat: 3-4
“(Dia juga) yang menciptakan tujuh langit berlapis”
Dalam penciptaan alam semesta ini, begitu sangat presisi dan maha telitinya Allah swt, dzat yang maha mengatur alam semesta sehingga menjadi sebuah keseimbangan yang sempurna. Kesempurnaan itulah yang menjadikan alam semesta terlihat sangat indah dan ajeg. Ilmu pengetahuan baru-baru ini mengeluarkan sebuah prinsip yang disebut dengan Antropis. Apa itu Prinsip Antropis? Ialah sebuah prinsip yang menyatakan bahwa, setiap detail yang terdapat di alam semesta telah dirancang dengan kecepatan dan kecermatan yang sempurna untuk memungkinkan manusia dan makhluk lainnya hidup. Siapa lagi yang merancang kalau bukan Allah swt, Tuhan semesta alam.
Tidaklah salah kalau dikatakan bahwa ciptaan Allah swt di alam semesta ini adalah sebuah mahakarya yang maha artistik dan maha estetik. Warna misalnya, bukankah keindahan warna dan perpaduan warna di Alam tidak ada yang mampu menandingi ciptaan Allah swt, meskipun bersatu semua pelukis terhebat untuk membuat sebuah karya seni berupa gambar keindahan sebuah pemandangan atau benda ciptaan Allah swt, tidak akan pernah mampu menandingi keindahan ciptaan Allah swt.
Semua keindahan ciptaan Allah di alam semesta ini adalah isyarat bahwa manusia juga harus mencintai keindahan-keindahan itu sesuai dengan koridor dan ketentuan yang telah digariskan. Menurut Prof Zaqzouq, kreasi-kreasi artistik dan estetik hasil kreasi manusia harus dikaitkan dan dikendalikan dengan syariat yang sudah dijelaskan oleh Allah swt, Rasul dan para ulama. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa sikap itulah yang menjadi dasar Islam terhadap berbagai macam bentuk kesenian, sehingga dapat diformulasikan dalam kaidah ‘seni yang baik adalah baik dan seni yang buruk adalah buruk’. Bukan sebagaimana yang dikampanyekan oleh sebagian yang mengaku pecinta seni, “Seni untuk seni”, akhirnya menjadi bias makna karena seni menjadi hilang kendali dan tanpa batas. Contoh, gambar lukisan, maaf, wanita telanjang bagi seniman dan penikmat seni tanpa batas berdalih bahwa tidak ada unsur pornografi disana. Itu kan karya seni, kata mereka. Jika ada yang “bersyahwat” ketika memandang foto/gambar/lukisan telanjang dari karya seni, atau patung manusia telanjang, yang salah bukan karya seninya, akan tetapi orang yang bersangkutan yang otaknya sudah porno.
Ini keliru besar dalam pandangan islam. Apa maksudnya dengan foto, gambar, patung orang telanjang dijadikan karya seni? Apakah tidak ada yang lain? Dan apakah itu indah dalam makna secara universal atau jorok bagi sebagian orang dan menjijikkan bagi sebagian lain? Kalau ada yang menilai jorok dan menjijikan apakah orang yang menilai yang salah atau sipembuat karya seni itu yang salah? Jelas, yang salah adalah sipembuat karya seni yang mengabaikan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, terutama nilai agama. Tidak perlu seseorang itu harus islam ketika melihat lukisan telanjang sebagai sebuah kesalahan dan melanggar norma dan nilai.
Kesenian Adalah Ekspresi Kebudayaan
Lahirnya kebudayaan di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil budidaya manusia dengan segala keindahan dan kebebasan berekspresi dari manusia itu sendiri. Karenanya, seiring perkembangan zaman dengan kebudayaannya, kesenian yang merupakan produk dari kebudayaan ikut berkembang sesuai dengan keadaan masanya. Islam adalah agama yang mengatur jalan hidup manusia dengan memandang segala sesuatunya harus bersandar pada sebuah kebaikan, moralitas, dan kepatutan agar sesuai dengan napas Islam yang rahmatan lil alamin. Islam tidak pernah melarang dan menolak segala bentuk karya seni yang darinya lahir kedamaian pikiran, melatih sensitivitas perasaan, dan mengasah kelembutan. Sebab Allah swt menciptakan seluruh alam raya ini berdasarkan keindahan dengan segala bentuk keserasian dan keteraturannya, seperti yang terungkap dalam Surat Al-Hijr ayat 16:
Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandangnya.”
Dengan demikian, karya seni yang tidak boleh merupakan karya yang sengaja dibuat untuk membangkitkan selera rendah dari birahi manusia atau karya-karya tersebut tidak layak disebut dengan seni, tetapi lebih tepat disebut sebagai kejahilan hedonistik yang harus ditolak. Tidak saja ditolak karena tidak sesuai dengan kaidah agama (islam) namun, juga merusak fitrah manusia sebagai makhluk yang berbudi luhur.
Foto/lukisan/gambar yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi, kekerasan, menjijikkan, atau film yang mengandung unsur yang merusak akal dan fikiran, atau patung yang mengandung unsur birahi yang mengataskan semuanya dengan “karya seni”, dalam Islam itu bukanlah sebuah karya seni tapi pelampiasan perasaan Seniman ke khalayak ramai. Perasaan yang buruk diekspresikan tentu akan ditanggap buruk pula oleh masyarakat yang “menikmati” karya seni itu. Selain lukisan/gambar/foto/patung, nyanyian dan tarian dengan ragam jenisnya, sebagai ekspresi kebudayaan manusia telah menghiasi layar kaca, atau bisa disaksikan secara langsung dalam pentas seni terbuka. Ini merupakan tantangan yang cukup berat ditengah arus informasi yang kian sulit dibendung. Ekspresi diruang publik makin bebas atas nama karya seni.
Akibatnya, sudah sama-sama kita ketahui, kenakalan dan kejahatan semakin meningkat yang tidak saja dilakukan oleh anak-anak, remaja bahkan orang dewasa pun tidak luput dari pengaruh kebebasan berekspresi yang semakin menggila atas nama seni. Kaum hawa yang semakin banyak joget-joget di tiktok/instagram/Fb dengan pakaian minim nan merangsang memicu kejahatan pemerkosaan dimana-mana.
Islam, sangat melarang seorang manusia untuk merusak dan merugikan dirinya sendiri, orang lain dan masyarakat, atau menjatuhkan dirinya kepada kebinasaan karena ulah tangannya sendiri atau orang lain. Perbuatan mengumbar aurat dan joget sensasional atas nama karya seni adalah perbuatan merusak diri sendiri, orang lain dan masyarakat. Sebagaimana pada ayat Alqur’an dan hadits berikut ini:
1. Surat Al-Baqarah ayat 195: “Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri”
2. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain” (HR. Ibnu Majah)
3. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh (melakukan sesuatu yang) membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR. Abu Hamzah Anas bin Malik)
Menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan bisa dalam bentuk kerusakan fisik dan kerusakan jiwa atau mental. Kerusakan fisik misalnya dengan mengkonsumsi barang-barang yang berbahaya semisal, miras (minuman keras) Narkoba dan zat-zat berbahaya lainnya. Atau kerusakan fisik itu berupa perbuatan-perbuatan yang menyimpang, dalam bentuk seks bebas, seks sejenis, begadang tanpa ada tujuan yang jelas, ini adalah jenis kebinasaan yang berakibat kerusakan kesehatan (fisik) sedangkan kerusakan mental berupa kecanduan dengan hal-hal yang berbau erotis, pronografi dan sejenisnya. Baik dilakukan oleh orang lain terhadap diri kita atau kita yang melakukan dan dikonsumsi oleh orang lain, sama sama rusak.
Kesimpulan
Islam bukan ajaran yang serba tidak boleh, rigid dan kaku. Namun, islam juga bukan ajaran yang serba boleh tanpa batas dan tanpa norma atau aturan. Islam adalah ajaran yang sempurna. Mengatur segala hal dan bidang permasalahan dalam kehidupan. Termasuk kesenian dan kebudayaan.
Manusia adalah makhluk berbudaya, karena akal yang dianugerahkan oleh Allah swt membuatnya berbeda dengan makhluk lain. Akal manusia telah membentuk sebuah peradaban dalam kehidupan sejak dulu hingga kini. Peradaban itu dibentuk dari perkembangan kebudayaan dari manusia. Kebudayaan menyangkut, Ide (gagasan) Tindakan dan Karya cipta (Artefak) yang senantiasa berkembang dari zaman ke zaman, membentuk pola kehidupan dari sederhana menjadi lebih kompleks seperti sekarang.
Kesenian adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri. Kesenian lebih kepada bentuk ekspresi kebudayaan yang mengejewantah dalam bentuk karya, berupa karya sastra, artefak dan gerak. Sekarang kesenian diwujudkan dalam bentuk yang lebih kompleks karena perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan punya andil yang kuat.
Kalau dulu pertunjukkan seni itu diselenggarakan di hadapan langsung khalayak ramai, sekarang teknologi Internet mempercepat penetrasi sebuah karya seni dalam ruang yang lebih luas menjangkau ke seluruh pelosok.
Seiring dengan itu, Kesenian telah mengalami pergeseran makna dan nilai. Hal ini disebabkan makin “menggilanya” arus komunikasi dan informasi yang masuk ke ruang privat dan publik kita. Akibatnya, Norma dan nilai menjadi bias dan semu. Atas nama seni, orang dengan mudah “mengumbar” sensasional yang berakibat merusak diri dan orang lain serta masyarakat. Kalau di Barat, orang bertelanjang di tempat keramaian dianggap tidak melanggar nilai dan norma karena alasan ekspresi keindahan (seni) dan di Indonesia, negeri yang mayoritas muslim itu sudah mulai melakukan hal yang sama meskipun masih malu-malu dan dilakukan di media sosial.
Orang-orang yang sengaja merusak citra dirinya dan orang lain, baik di media sosial atau di khalayak ramai dengan mengatasnamakan karya seni, sesungguhnya dia telah melanggar dan merusak fitrahnya sebagai manusia yaitu makhluk yang menjunjung tinggi nilai dan norma serta agama sehingga membuat manusia itu berbeda dengan makhluk lainnya. Namun, sekarang sebagian manusia telah hidup seperti hewan bahkan lebih dari itu dengan alasan “seni”.
Wallahualam bishowab