KEMBALIKAN FUNGSI MESJID SESUAI DENGAN TUJUAN PENDIRIANNYA Oleh: Azwirman,S.Pd

Artikel Tokoh230 Views

KEMBALIKAN FUNGSI MESJID SESUAI DENGAN TUJUAN PENDIRIANNYA
Oleh: Azwirman,S.Pd

 

 

Secara Bahasa, masjid, masaajid (bahasa Arab) berarti “tempat sujud”. Secara istilah, masjid merupakan tempat ibadah bagi kaum muslimin yang digunakan untuk melaksanakan sholat dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya. Meskipun dalam istilah ini ada perbedaan pendapat, misalnya, masjid itu ada yang digunakan untuk rutinitas sholat Jum’at (Masjid Jami’) dan yang tidak menyelenggarakan sholat jum’at biasanya namanya bukan masjid, tapi Musholla, Surau (Minangkabau) Langgar (Jawa) di Minangkabau Surau biasanya didirikan oleh kaum (sesuku) sehingga sangat banyak dijumpai Surau (Musholla) di Sumatra Barat.

Dulu, orang minang khususnya laki-laki yang belum menikah maka, mereka tinggal di Surau. Mereka belajar baca Alqur’an, belajar ilmu agama dan lain sebagainya. Mereka juga belajar silat (silek) dan tidurnya juga di Surau itu. Namun, sekarang tradisi itu sudah semakin hilang terutama di perkotaan. Surau tidak ada lagi anak anak muda yang berkegiatan disana. Apalagi tidur di surau. Akibatnya, mereka jauh dan merasa asing dengan rumah ibadahnya. Akibatnya, bisa kita lihat kasus-kasus berikut ini.

Beredar video, salah satu masjid yang ada di kota Padang mengadakan acara Ulang tahun di dalam masjid, ada kue dan acara tiup lilin. Sebagian besar didalam masjid itu siswa/siswi yang sedang mengikuti pesantren Ramadhan yang menjadi program wajib siswa/siswi se-kota Padang dari kelas 4 SD hingga kelas 9 SMP. Diduga acara itu dilakukan yang bertepatan dengan kegiatan Penutupan Pesantren Ramadhan 1446 H. Meskipun ada bantahan bahwa, kegiatan itu antara siswa dan guru pembimbing Pesantren, dimana siswa memberikan hadiah dan kejutan kepada para gurunya.

Beberapa waktu yang lalu, beredar juga video yang cukup menghebohkan. di Kota Padang ada acara kenduri (Minang: Baralek) yang dilaksanakan di salah satu masjid yang cukup terkenal di Kota Padang (Nurul Iman). Meskipun setelah itu ada bantahan bahwa, Kenduri itu memang diselenggarakan di Mesjid, namun kegiatan itu diadakan di lantai 2 mesjid yang selama ini difungsikan sebagai kantor dan ruang pertemuan, bukan tempat untuk sholat. Adapun untuk kegiatan ibadah, seperti sholat dan lainnya dilaksanakan di lantai dasar atau lantai 1 mesjid.

Saya masih ingat, sewaktu masih kuliah di salah satu Perguruan tinggi Negeri di Kota Padang. Kebiasaan saya dan kawan-kawan mahasiswa ketika waktu sholat masuk atau menunggu waktu sholat adalah duduk-duduk di sekitaran masjid atau di dalam masjid. Biasanya saya dan kawan-kawan berdiskusi ringan baik sebelum sholat atau setelah melaksanakan sholat. Namun, ada pemandangan yang tidak lazim dan melanggar adab di masjid, yaitu beberapa mahasiswa/I duduk dengan pasangannya masing-masing. Mereka duduk berduaan lawan jenis (pacaran) di sekitar pelataran masjid. Pernah salah seorang pengurus suatu ketika marah besar melihat mahasiswa/I yang berpacaran itu dan mengusir mereka. Lalu dibuatlah tulisan besar-besar, “Mesjid bukan untuk Pacaran” Namun, beberapa pekan kemudian pasangan haram itu kembali “memadu kasih” dipelataran masjid tanpa malu dan peduli dengan aturan, norma dan adab.

Sebenarnya, kalau kita semua mau jujur, sudah banyak masjid sekarang yang sudah beralih fungsi dan tujuan didirikannya. Mesjid yang sejatinya dibangun untuk membangun dan membina Umat, berubah fungsi menjadi kegiatan yang alih-alih membina kualitas umat, malah menjadi tempat bermaksiat yang baru. Tiga contoh kasus diatas adalah secuil dari sebegitu banyaknya kasus-kasus kemaksiatan dan kemungkaran di masjid. Kita sering mendengar berita perzinahan yang dilakukan pasangan haram di Masjid, kegiatan kumpul-kumpul di masjid yang tidak ada batas yang tegas antara laki-laki dan perempuan sehingga bercampurlah antara laki-laki dan perempuan.

Ada juga masjid yang sering menyelenggarakan kegiatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan pembinaan umat. Semisal, jualan dan bertransaksi dalam masjid. Padahal, transaksi apapun sebaiknya dilakukan di luar dan pelataran masjid. Atau seperti kasus diatas, acara ulang tahun dilakukan di dalam masjid, kenduri dan lain sebagainya yang tidak ada hubungannya dengan pembinaan umat.

Kita cukup bersyukur, satu sisi semangat umat Islam dalam membangun masjid akhir-akhir ini sangat luar biasa. Maka, berdirilah masjid-mesjid baru nan megah. Baik diperkotaan maupun di pedesaan. Orang-orang diperantauan bersemangat mengirim bantuan untuk mempercantik masjid dikampung halamnnya masing-masing, atau membangun masjid baru dikarenakan masjid yang lama sudah tidak bisa lagi menampung jamaah. Namun, ada yang lebih penting dari sekedar membangun masjid megah yaitu membangun orang-orang yang ada dalam masjid dan orang-orang yang belum tertarik hatinya untuk ke masjid.

APAKAH MASALAH INI KITA SERAHKAN SAJA KE TANGAN PENGURUS MASJID?

Pengurus masjid adalah sekelompok orang yang diberikan tugas (amanah) untuk mengelola dan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keberlangsungan fungsi dari masjid itu sendiri. Ada yang ditugaskan untuk jadi muadzin (Azan) ada yang ditugaskan untuk menjadi imam masjid, ada yang bagian pembangunan dan lain sebagainya. Namun, sejatinya, urusan masjid bukan saja tanggung jawab pengurus yang hanya beberapa orang itu saja. Urusan masjid adalah urusan umat islam, terutama yang berada di sekitar masjid. Mereka semua bertanggung jawab terhadap keberlangsungan masjid itu, arti kata, dimakmurkannya masjid itu oleh umat islam atau tidak, maka itu adalah tanggung jawab umat islam disekitar masjid.

Ada banyak kegiatan yang bersifat pembinaan umat, baik pembinaan iman dan taqwa, pemberdayaan ekonomi umat, pendidikan umat dan kegiatan social lainnya serta syiar islam sehingga masjid benar-benar menjadi bagian dari solusi segala permasalahan umat. Jadi kegiatan semisal peringatan hari besar islam, sholat wajib berjamaah, pengajian rutin, sholat Jum’at, pendidikan islam, sholat dua hari raya dan lain sebagainya mutlak harus diselenggarakan di masjid. Apalagi di bulan Ramadhan, kegiatan semisal berbagi buka puasa bersama warga, anak yatim dan fakir miskin, pembagian zakat fitrah, sholat tarawih berjamaah, I’tikaf sepuluh malam terakhir Ramadhan sangat bisa dilaksanakan.

Makanya, di beberapa masjid, tidak saja ada pengurus masjid yang mengelola dan mengatur setiap kegiatan di masjid, ada remaja masjid yang sangat membantu sehingga masjid menjadi semarak dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat pembinaan umat dan social kemasyarakatan. Jadi kalau masjid itu dikelola dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan syariat maka, insya Allah kebangkitan umat itu berawal dari masjid. Adapun kasus-kasus seperti diatas tidak akan pernah terjadi jikalau masjid dikelola oleh orang yang amanah dan punya ilmu dan wawasan dalam pengelolaan masjid.

PERAN DAN FUNGSI MASJID MENURUT BUYA MUHAMMAD NATSIR

“Maka, apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya (masjid) atas dasar taqwa kepada Allah dan RidhoNya itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di sisi tepian jurang yang nyaris runtuh, lalu bangunan itu runtuh bersama-sama dengan dia kedalam neraka jahanam? Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim” (QS: At Taubah,109)

Bagi buya Muhammad Natsir, masjid bisa berperan dan berfungsi sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah swt dan rasulNya, jika niat yang mengelola, dalam hal ini umat islam, adalah niat yang baik dan lurus. Harus didasarkan pada ketaqwaan dan Ridho Allah swt, bahkan sejak masjid itu mau didirikan. Masjid yang dibangun dengan niat demikianlah yang natinya akan melahirkan generasi yang mencintai Allah swt dan senantiasa membersihkan dirinya. Sesuai dengan yang termaktub dalam QS At Taubah ayat 108.
“Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama lebih berhak engkau melaksanakan sholat didalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri” (QS: At Taubah,108)

Setelah memperbaiki niat, lanjut buya Natsir, maka fungsi masjid yang utama adalah tempat untuk membentuk manusia. Artinya, membentuk manusia-manusia yang ingin bersih dan membersihkan dirinya ketika dirinya disentuh oleh sesuatu yang kotor. Selain itu, fungsi masjid yang tidak kalah penting adalah masjid sebagai tempat pembinaan umat lahir dan bathin. Hal ini kita bisa berkaca pada sirah Nabawiyah, tatkala Rasulullah saw dan para sahabat baru saja sampai di Madinah (hijrah) yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan sahabat waktu itu bukan membangun pasar atau angkatan bersejata, namun beliau pertama kali yang dilakukan adalah mendirikan masjid (Quba)

Disitulah nabi membina umatnya. Umat yang rela hijrah dan meninggalkan segalanya di Makkah demi mempertahankan keimanan kepada Allah swt. Di masjid itulah Rasulullah saw mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar. Kaum Muhajirin adalah orang-orang yang masuk islam yang sebelumnya tinggal di Makkah lalu pindah (hijrah) ke Madinah. Sementara kaum Anshar adalah orang-orang Madinah yang sudah masuk islam. Jadi dapat kita simpulkan dari pemaparan singkat diatas, fungsi masjid menurut buya Natsir ada 3; Pertama, membentuk manusia-manusia yang senantiasa membersihkan dirinya. Kedua, masjid berfungsi sebagai pembinaan umat lahir dan bathin dan Ketiga, Mesjid sebagai tempat untuk mempersatukan kaum muslimin (Ukhuwah Islamiyah)

Dari pemaparan buya Muhammad Natsir diatas, jelas bagi kita bahwa Masjid, sebagai rumah ibadah umat islam yang suci dan senantiasa disucikan sangat tidak pantas dan layak serta rendah sekali adabnya jika digunakan sebagai tempat untuk aktivitas sia-sia bahkan berdosa dan mengandung maksiat. Alangkah besar dosa apabila ada orang, yang mengaku kaum muslimin, menjadikan masjid sebagai tempat untuk hura-hura, campur baur laki-laki dan perempuan, berpesta, acara ulang tahun, senda gurau yang tidak berfaedah, bergunjing, berjualan, bahkan, sekarang sebagian masjid dijadikan tempat untuk berwisata dengan label “wisata religious” sehingga apabila waktu sholat sudah masuk, masih saja ada yang sibuk berfoto, selfie, dan lain sebagainya.

Ada yang lebih parah dari itu, menjadikan masjid untuk mengatur dan menyusun siasat (politik) untuk menjatuhkan dan menzalimi orang lain dan kelompok lain. Hal ini bisa kita lihat dalam sirah nabawiyah, ada sebuah masjid yang digelari dengan nama masjid Dhirar (masjid munafik/pembangkang) yang disebutkan dalam Alqur’an. Adalah sebuah masjid yang dibangun oleh segelintir penduduk Madinah yang tidak jauh dari masjid Quba yang telah didirikan oleh Rasulullah saw dan para sahabat. Semula, masjid itu didirikan mendapat restu dari Rasulullah saw. Namun, ternyata masjid itu didirikan dengan tujuan untuk pertemuan orang-orang munafik untuk menyusun rencana menggagalkan dakwah Rasulullah saw di Madinah.

Ketika nabi pulang dari perang Tabuk, tentara muslim berhenti di suatu tempat, seperti yang beliau informasikan, beliau ingin mengunjungi masjid itu. Kemudian turunlah wahyu yang menegaskan beliau tentang larangan untuk sholat di dalam masjid itu.

“Janganlah engkau sholat didalam masjid (Dhirara ) itu selama-lamanya Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama lebih berhak engkau melaksanakan sholat didalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri” (QS: At Taubah,108)

Para pendiri masjid itu masih “ngeyel” dengan mengatakan kepada Rasulullah saw bahwa, bangunan tersebut mereka dirikan hanya semata-mata untuk menampung orang-orang lemah di antara mereka dan orang-orang menderita sakit pada malam musim dingin. Setelah mendapat pemberitahuan dari malaikat jibril berupa wahyu Surat At Taubah, 108 sebagaimana diatas, maka Rasulullah saw memerintahkan para sahabat untuk meruntuhkan masjid itu dan membakarnya sehingga yang tersisa hanya puing dan tempat sampah.

Dari kisah ini, jelas bagi kita bahwa peran dan fungsi masjid yang didirikan oleh kaum muslimin sudah sangat jelas. Selain itu, masjid yang didirikan dengan tujuan yang tidak sesuai dengan yang disebutkan tadi, maka apa bedanya dengan masjid Dhirar? Kalau masjid itu berdiri namun tidak ada dampak apa-apa buat umat islam, maka ini menjadi bahan evaluasi bagi kita kaum muslimin untuk berbenah. Ada raturan ribu masjid, musholla, surau yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia. Sudah berapa persenkah yang benar-benar berfungsi membersihkan diri kaum muslimin? Mendidik dan mencetak generasi muslim dan memberdayakan umat? Sudah berapa persen masjid yang sudah mampu menyatukan umat? Jangan sampai malah masjid didirikan justru memecah belah umat sehingga persatuan dan kesatuan makin rusak.

Wallahu a’lam bish showwab

Leave a Reply