KEPASTIAN JEJAK PERUBAHAN Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh256 Views

KEPASTIAN JEJAK PERUBAHAN

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol

Tahun 2024 ini kata yang paling banyak diucapkan, ditulis dan dikampanyekan adalah perubahan. Pileg dan Pilpres bulan Februari lalu telah menyedot lautan manusia dalam lapangan terbuka di kota-kota besar Indonesia. Pilkada serentak 27 November lalu, kata sakti perubahan telah menelan korban lebih separoh petahana kepala daerah “terpaksa” menerima kekalahan dan sang perubahan.

Sejatinya konsep perubahan biasa-biasa saja, netral dan tidak ada presentasi memupus harapan seseorang, kelompok dan tim sukses paslon dalam kontestasi.
Perubahan sebenarnya terletak pada pergerakan dari satu kondisi ke kondisi lain, baik secara fisik, mental, sosial, atau spiritual. Perubahan adalah inti dari kehidupan dan keberadaan, yang mencerminkan dinamika, perkembangan, dan adaptasi.

Dalam konteks filosofis, perubahan sering dipahami sebagai sesuatu yang menghubungkan yang lama dan yang baru, melibatkan proses pembelajaran, pengorbanan, dan penyesuaian. Misalnya perubahan pribadi yakni transformasi dalam cara berpikir, keyakinan, atau perilaku seseorang.

Perubahan sosial adalah evolusi budaya, kebijakan, atau struktur masyarakat. Perubahan spiritual adalah pertumbuhan kesadaran akan makna hidup atau hubungan dengan yang ilahi.

Esensi perubahan adalah ketidakpastian, tetapi juga peluang untuk memperbaiki diri, tumbuh, dan mencapai potensi baru. Tanpa perubahan, kehidupan menjadi stagnan, sementara perubahan membawa harapan dan tantangan untuk masa depan yang lebih baik.

Dalam percakapan dan narasi kolektif masyarakat perubahan disebut sebagai keniscayaan. Perubahan disebut keniscayaan karena ia adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan alam semesta. Segala sesuatu di dunia ini bersifat dinamis, dan tidak ada yang benar-benar tetap. Berikut adalah alasan mengapa perubahan merupakan suatu keniscayaan.
1. Hukum Alam:
Segala sesuatu di alam semesta tunduk pada hukum waktu dan entropi. Hal ini menyebabkan segala hal berubah, baik secara fisik, biologis, maupun sosial.
2. Keterbatasan Waktu:
Waktu terus berjalan, dan dengan berjalannya waktu, segala sesuatu di dalamnya ikut berkembang, memburuk, atau bertransformasi. Waktu tidak bisa dihentikan, sehingga perubahan selalu terjadi.
3. Kebutuhan untuk Bertahan Hidup:
Dalam kehidupan, perubahan adalah cara untuk beradaptasi. Makhluk hidup, termasuk manusia, harus berubah untuk menghadapi tantangan baru dan bertahan dalam lingkungan yang terus berubah.
4. Proses Belajar dan Berkembang:
Kehidupan manusia adalah perjalanan pembelajaran. Melalui pengalaman, kesalahan, dan pencapaian, kita terus berubah dan bertumbuh menjadi versi yang lebih baik.
5. Ajaran Spiritual dan Filosofis:
Banyak ajaran agama dan filsafat yang menekankan bahwa perubahan adalah bagian dari rencana Tuhan atau hukum alam semesta. Contohnya, dalam Islam, konsep hijrah menekankan pentingnya perubahan menuju kebaikan.

Singkatnya, perubahan adalah sifat dasar eksistensi. Tanpa perubahan, tidak ada perkembangan, tidak ada pembelajaran, dan tidak ada kehidupan. Maka, menerima perubahan sebagai keniscayaan adalah bagian dari memahami hakikat kehidupan itu sendiri.

KEBENARAN DALAM PERUBAHAN
Ketika perubahan disebut keniscayaan tentu mafhum mukhlafahnya kebenaran sepertinya relatif atau dapat juga berubah. Jawabannya perlu wawasan yang cukup untuk memahami perubahan dalam kontek kebenaran. Yang pasti kebenaran yang sebenar-benar pasti tetap dan pasti.

Kebenaran dalam perubahan memiliki posisi yang dinamis, tergantung pada bagaimana kebenaran itu didefinisikan dan dipahami. Dalam konteks perubahan, kebenaran bisa dilihat dari dua perspektif utama:

1. Kebenaran yang Absolut (Tetap):
Dalam banyak tradisi filsafat dan agama, kebenaran absolut dianggap tidak berubah meskipun dunia di sekitarnya berubah.

Kebenaran moral atau spiritual berupa nilai-nilai seperti keadilan, kejujuran, atau kasih sayang adalah absolut dan prinsip abadi. Kebenaran ilahi dalam pandangan agama, kebenaran yang berasal dari Tuhan adalah tetap dan tidak terpengaruh oleh perubahan manusia atau sejarah.

Posisi kebenaran nilai dan agama mesti dijadikan sebagai acuan atau landasan untuk memandu perubahan. Ia menjadi kompas moral dan etika yang memastikan perubahan berjalan dalam kerangka kebaikan dan keadilan.

2. Kebenaran yang Relatif (Berubah):
Dalam dunia empiris dan sosial, kebenaran sering kali bersifat relatif, tergantung pada waktu, tempat, dan konteks.

Kebenaran ilmiah: Penemuan dan pemahaman ilmiah terus berkembang seiring waktu. Teori yang benar hari ini bisa digantikan oleh teori baru di masa depan.

Kebenaran sosial: Norma, budaya, dan hukum juga berubah mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

Posisi kebenaran ini: Sebagai hasil atau produk dari perubahan itu sendiri, sekaligus menjadi alat untuk menilai perubahan berikutnya.

Hubungan kebenaran dan perubahan adalah kebenaran absolut memberikan arah dan stabilitas di tengah perubahan.
Kebenaran relatif muncul dan berkembang sebagai bagian dari proses perubahan.

Dalam praktiknya, keduanya sering saling melengkapi. Kebenaran absolut menjadi pemandu dan makna, kebenaran relatif memungkinkan manusia untuk beradaptasi dan terus mencari makna dalam dunia yang terus berubah.

IMAN DAN KEBUDAYAAAN
Iman sifat pasti dan absolut. Kebudayaan itu sifat berubah dan relstif. Apakah iman dan kebudayaan mesti dipertentangkan? Jawaban tidak. Yang mesti dicari titik temunya adalah relevansi saling memerlu kedua entitas tersebut.

Manusia sebagai pencipta kebudayaan tidaklah tunggal, ia punya banyak dimensi. Manusia punya raga, hidup dibesarkan dan tergantung pada lingkungan. Pada saat yang sama dikatakan makhluk berjiwa. Keterpaduan tiga komponen dasar itu menjadikan manusia berbudaya dan beradab, itulah relasi iman dan budaya.

Iman dan kebudayaan memiliki hubungan yang erat dan saling memengaruhi. Relevansi keduanya terletak pada bagaimana iman memberikan dasar moral, spiritual, dan filosofis bagi perkembangan kebudayaan, sementara kebudayaan menjadi medium bagi ekspresi iman dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa poin relevansi iman dengan kebudayaan:

1. Iman Sebagai Fondasi Kebudayaan
Nilai-Nilai Moral: Iman sering menjadi sumber nilai-nilai moral yang membentuk norma dan aturan dalam suatu masyarakat. Contohnya, konsep keadilan, kasih sayang, atau penghormatan terhadap sesama berasal dari ajaran agama dan spiritualitas.

Motivasi Kreativitas: Dalam sejarah, banyak kebudayaan yang melahirkan karya seni, musik, sastra, dan arsitektur yang terinspirasi oleh keyakinan iman (contoh: masjid, gereja, atau kuil).

2. Kebudayaan Sebagai Ekspresi Iman
Tradisi dan Ritual: Kebudayaan sering kali menjadi wadah untuk mengekspresikan iman melalui tradisi seperti perayaan hari besar agama, upacara keagamaan, atau adat istiadat.

Bahasa dan Simbolisme: Dalam kebudayaan, iman diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa, simbol, atau cerita rakyat yang menyampaikan pesan-pesan spiritual.

3. Iman Menjaga Identitas Kebudayaan
Iman berperan sebagai penjaga identitas kebudayaan, terutama dalam menghadapi globalisasi yang cenderung homogen. Dengan iman, masyarakat dapat mempertahankan kekhasan nilai-nilai lokalnya.

4. Kebudayaan Mempengaruhi Pemahaman Iman
Kebudayaan dapat memengaruhi bagaimana iman dipraktikkan dan dipahami. Misalnya, meskipun ajaran agama bersifat universal, implementasinya sering dipengaruhi oleh konteks lokal.

Contoh: Islam di Indonesia memiliki corak budaya yang berbeda dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah, karena pengaruh tradisi lokal seperti gotong royong dan toleransi.

5. Tantangan dan Peluang di Era Modern
Dalam dunia modern, kebudayaan sering terpengaruh oleh sekularisme atau globalisasi, yang kadang membuat nilai-nilai iman terpinggirkan. Namun, iman tetap relevan sebagai landasan untuk menjaga harmoni, makna, dan etika di tengah perubahan kebudayaan.

Iman memberikan kedalaman makna pada kebudayaan, sementara kebudayaan menjadi cara manusia menghidupi dan menyampaikan iman. Keduanya saling melengkapi, menciptakan keseimbangan antara spiritualitas dan kehidupan praktis.

JEJAK PERUBAHAN
Dalam mengerti dan memegangi konsepsi perubahan itu keniscayaan mesti diikuti dengan kepastian adanya jejak perubahan. Makna perubahan yang disederhanakan relatif dan kotemporer tidaklah sepenuh benar, akan tetapi ada jejak perubahan yang absolut dan mutlak.

Perubahan dari manusia hidup menjadi wafat bukanlah perubahan relatif dan temporer, tetapi jejaknya abadi dan tiada batas. Akhirat, yaumul akhir, qiamat dan sebutan lainnya akan mudah dilalui bila saat di dunia yang berubah ini sudah disiapkan kebutuhan di alam sana.

Artinya: Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh) (QS. Ya Sin Ayat: 12).

Pesannya jejak, bekas, dan semua dokumen di dunia perubahan ini akan dibaca dan selidiki dengan ketat dan selanjutnya ditetapkan reward (pahala) atau sorga yang SPJ hidupnya bersih. Punishment (azab) pasti diterima bila ADM SPJ hidup penuh catatan tinta merah, neraka untuk mereka.

Jejak perubahan baik dan buruk cash diterima bila wafat mengunjungi insan dan selanjutnya diterbangkan alam baru, barzakh. Artinya:… agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan. (QS. Al-Mu’minun Ayat: 100).

Konkkusi perubahan yang niscaya hanya di alam profan (duniawi) ini saja. Perubahan yang tak mempan lagi alias abadi adalah di alam akhirat. Star akhirat akhir (wafat) dari alam duniawi. Pastikan jejak perubahan kebaikan (amal saleh) melindungi diri di kubur dan akhirat kelak. Amin. DS.JJStaplau@24122024..

Leave a Reply