KEPEMIMPINAN INKLUSIF, RESPONSIF DAN DEMOKRATISASI DI PTKIN

KEPEMIMPINAN INKLUSIF, RESPONSIF DAN DEMOKRATISASI DI PTKIN

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol

 

Bulan Juli 2025 mendatang Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol akan suksesi memilih Rektor untuk priode empat tahun berikutnya. Bersamaan itu ada beberapa UIN lain yang sama waktunya. Proses sudah mulai dengan sudah mendaftar 11 (sebelas) orang guru besar yang bersedia memberikan pengabdian terbaiknya bagi kemajuan lembaga yang menyandang nama pahlawan pejuang bangsa Imam Bonjol.

Sistim, mekanisme dan regulasi pemilihan dan penetapan Rektor sudah diatur melalui PMA Nomor 68 Tahun 2015.
Inti pokoknya
Proses pemilihan dan pengangkatan Rektor diatur menurut PMA yang memindahkan kewenangan utama dalam pengangkatan rektor dari senat perguruan tinggi ke Menteri Agama. Sebelumnya, senat memiliki peran dominan dalam memilih calon rektor, namun dengan peraturan ini, senat hanya memberikan pertimbangan kualitatif terhadap calon yang diajukan. Prosesnya dilakukan dengan
pembentukan komisi seleksi oleh Menteri Agama yang terdiri dari pejabat Kementerian Agama, akademisi, profesional, dan tokoh masyarakat. Komisi ini bertugas melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon rektor atau ketua, kemudian mengajukan maksimal tiga nama kepada Menteri untuk ditetapkan.

INKLUSIF DAN RESPONSIF DI PTKIN
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) merupakan institusi strategis dalam membentuk intelektual Muslim yang moderat, kritis, dan berintegritas. Di tengah arus demokratisasi yang semakin kuat, PTKIN tidak hanya dituntut menjaga mutu akademik, tetapi juga menata ulang model kepemimpinan agar lebih inklusif dan responsif terhadap perubahan sosial.

Kepemimpinan inklusif di lingkungan PTKIN berarti membuka ruang partisipasi yang setara bagi seluruh civitas akademika tanpa sekat ideologi, kelompok, ataupun kepentingan politik.
Hal ini penting agar kampus tidak menjadi medan perebutan pengaruh, tetapi tetap menjadi ruang akademik yang damai dan produktif.

Inklusivitas mendorong terbentuknya iklim kolaboratif yang sehat, memperkuat rasa memiliki, dan menumbuhkan loyalitas terhadap institusi.

Demokratisasi tidak selalu berjalan mulus. Ia kerap melahirkan tantangan berupa tarik-menarik kepentingan, politisasi jabatan, serta fragmentasi kelompok. Jika tidak dikelola dengan bijak, hal ini bisa mencederai prinsip meritokrasi dan merusak harmoni kampus.

Di sinilah pentingnya pemimpin PTKIN yang memiliki kemampuan manajerial, integritas moral, serta visi keislaman yang moderat dan solutif.

Dalam konteks ini, kepemimpinan di PTKIN harus bersifat transformatif—mampu melestarikan nilai-nilai keislaman klasik, sekaligus adaptif terhadap realitas digital dan sosial-politik masa kini. Kepemimpinan semacam ini tidak hanya menjaga marwah keilmuan Islam, tetapi juga memastikan PTKIN menjadi lokomotif kemajuan umat dan bangsa dalam bingkai demokrasi yang sehat.

HARAPAN PADA MENAG
PMA 68 tahun 2015 yang eksplisit telah memberikan kewenangan sepenuhnya untuk penetapan Rektor melalui uji kompetensi dan seleksi leadership, walau ada penilaian kualitas oleh senat akademik, namum tentu Menteri Agama penentu akhirnya.

Tahun 2024 lalu telah dua kali ketua dan sekretaris senat PTKIN se Indonesia bertemu untuk membincang keberadaan senat akademik di kampus dan tata kelolanya, termasuk kewenangan dalam pemilihan Rektor. Rekomendasi dua kali pertemuan sudah disampaikan kepada Menteri Agama.

Sampai saat ini PMA nomor 68 tahun 2015 masih dipakai dan senat universitas tentu sebatas memberi penilaian kualitatif.

SURVEI MENAG
Pengakuan publik dan survei kepuasan
Menag Menteri dengan kinerja terbaik telah menimbulkan harapan bagi civitas akademika. Begitu juga iklim kehidupan keagamaan dan birokrasi di Kemenag sampai tingkat ujung tombal KUA, apresiasi selama Ramadan dan lebaran adalah juga meninggikan kepercayaan publik dan tentu internal terhadap kinerja Menteri Agama.

Delapan program prioritas (Asta Protas) Kemenag berdampak yaitu:
• Meningkatkan Kerukunan dan Cinta Kemanusiaan:
• Penguatan Ekoteologi:
• Layanan Keagamaan Berdampak:
• Mewujudkan Pendidikan Unggul, Ramah, dan Terintegrasi:
• Pemberdayaan Pesantren:
• Pemberdayaan Ekonomi Umat:
• Sukses Haji:
• Digitalisasi Tata Kelola:
Diperkuat pula dengan inisiatif tambahan dan kolaborasi
Pelalui penguatan Pendidikan Sains dan Teknologi.
Program Makan Bergizi Gratis.
Telah menjadi penguat bagi
harapan positid ke depan.

Konklusi
Proses suksesi kepemimpinan di lingkungan PTKIN, khususnya di UIN Imam Bonjol, mencerminkan pentingnya keseimbangan antara regulasi, integritas, dan aspirasi demokratis civitas akademika. PMA Nomor 68 Tahun 2015 menjadi instrumen hukum yang menegaskan otoritas Menteri Agama dalam menetapkan rektor melalui mekanisme seleksi yang terstandar dan terukur, meskipun masih menyisakan ruang diskusi tentang peran senat universitas.

Dalam konteks ini, kepemimpinan inklusif menjadi kunci utama untuk menghadirkan kampus yang tidak sekadar menjadi wahana akademik, tetapi juga pusat peradaban Islam yang moderat dan transformatif. Di tengah tantangan demokratisasi—seperti fragmentasi, politisasi, dan tarik-menarik kepentingan—pemimpin PTKIN harus memiliki kapasitas manajerial, integritas moral, dan visi keilmuan yang berakar pada tradisi tetapi terbuka pada inovasi.

Dukungan terhadap Menteri Agama sebagai penentu akhir dalam proses ini diperkuat dengan pengakuan atas kinerja positif melalui survei publik, apresiasi Ramadan, serta dampak nyata dari delapan program prioritas (Asta Protas) yang menyentuh langsung aspek keagamaan, pendidikan, dan pemberdayaan umat.

Oleh karena itu, pemilihan rektor bukan hanya soal jabatan administratif, melainkan proses strategis dalam mewujudkan PTKIN sebagai institusi unggul, inklusif, dan relevan dalam menjawab tantangan zaman, sekaligus mengokohkan peran pendidikan Islam dalam pembangunan bangsa.ds@420lombokgarden06052025.

Leave a Reply