KERUKUNAN DAN KESADARAN KOLEKTIF
Oleh: Duski Samad
Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat
Menjelang tutup tahun 2024 ini penulis dimintai pendapat tentang harmoni, toleransi dan kerukunan di Sumatera Barat. Secara umum situasi kehidupan beragama dan relasi umat lintas agama kondusif dan berjalan baik. Walau dalam skala kecil dan terbatas ada yang perlu terus untuk di dialogkan, namun semuanya dalam koridor terkordinasi.
Berkenaan strategi dan program memperkuat harmoni, toleransi dan kerukunan maka sangat perlu kesadaran kolektif semua pihak. Kerukunan pembentukkannya pasti bermula dari kesadaran kolektif semua stakeholder.
Kerukunan berkaitan erat dengan kesadaran kolektif dalam masyarakat yang di awali dari kesadaran akan keberagaman. Kerukunan lahir dari pemahaman bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai agama, budaya, dan keyakinan. Kesadaran ini membuat setiap individu menerima bahwa perbedaan adalah bagian dari identitas bangsa.
Seterusnya diperkuat pula kesadaran akan hak dan kewajiban. Kerukunan membutuhkan kesadaran bahwa setiap orang memiliki hak untuk menjalankan agamanya, tetapi juga kewajiban untuk menghormati hak orang lain.
Kesadaran akan pentingnya kedamaian. Kerukunan tidak akan terwujud tanpa kesadaran bahwa perdamaian adalah kebutuhan bersama. Konflik hanya membawa kerugian bagi semua pihak.
Kesadaran akan kemanusiaan. Kesadaran bahwa semua manusia memiliki nilai yang sama, terlepas dari perbedaan keyakinan, mendorong rasa saling menghormati dan empati.
Kesadaran akan kontribusi bagi bangsa. Kerukunan mendukung stabilitas nasional, yang penting untuk pembangunan bangsa. Kesadaran ini memotivasi individu untuk menjaga keharmonisan.
Kerukunan bukan sekadar keadaan tanpa konflik, tetapi buah dari kesadaran dan komitmen bersama untuk hidup berdampingan secara damai dalam keberagaman.
ESENSI KERUKUNAN
Esensi kerukunan beragama di Indonesia adalah untuk menciptakan harmoni dan keselarasan di tengah keberagaman keyakinan masyarakat. Hal ini penting karena Indonesia adalah negara dengan beragam agama, suku, dan budaya, yang semuanya hidup berdampingan.
Beberapa poin utama dari esensi kerukunan beragama meliputi penghormatan terhadap Keberagaman
Menghargai perbedaan agama dan keyakinan orang lain sebagai bagian dari kekayaan bangsa.
Toleransi adalah
memberikan ruang bagi setiap individu untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya tanpa gangguan atau diskriminasi.
Kerukunan membutuhkan meseimbangan hak dan kewajiban. Semua warga negara memiliki hak yang sama dalam beribadah dan kewajiban untuk menghormati hak orang lain.
Esensu kerukunan paling fundamental adalah melakukan pencegahan konflik. Menjaga hubungan baik antarumat beragama untuk mencegah konflik yang bisa merusak persatuan bangsa.
Kerukunan adalah bentuk nyata dari implementasi niilai Pancasila. Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” menjadi dasar bagi kehidupan beragama, yang mengakui keberadaan Tuhan dengan memberikan kebebasan beragama.
Kerukunan menerlukan peran negara. Negara bertugas menjaga kebebasan beragama dan melindungi semua kelompok dari diskriminasi atau ancaman.
Kerukunan beragama tidak hanya penting untuk menjaga kedamaian sosial, tetapi juga untuk membangun Indonesia yang inklusif, kuat, dan bersatu di tengah keberagaman.
SURVEY KERUKUNAN
Beberapa tahun terakhir Sumatera Barat dan beberapa daerah mayoritas muslim oleh survey Setara Institut rangking indek toleransinya rendah atau masuk kategori yang tinggi indek intoleransinya.
Memang sejak era kebebasan, maraknya hoax, medsos sesat dan adanya ketidakfairan oleh lembaga yang katanya akademis, tetapi hasil temuannya bertolak belakang dengan kenyataan dilapangan.
Kerukunan dalam fakta dan realita di masyarakat justru sering terganggu oleh survey indeks toleransi yang dilakukan institusi sosial yang mereka mengunakan standart ilmihah menurut paradigma mereka sendiri. Padahal umat yang disurvey punya standart yang belum tentu sama dengan indikator yang dipakai lembaga survey.
Masyarakat Indonesia yang majemuk, bhinika tunggal ika, beragam lalu diukur dengan indikator seragam. Bagaimana menyebutnya ilmiah? Instrumen di buat sama untuk sampel yanng berbeda.
Maka harap dimaklumi stigma dan label intoleran dilekat dengan satu jenis penelitian, survey lagi yang akurasi dan validitas hasilnya jelas lemah. Ingin ditegaskan bahwa rukun itu adalah kesadaran yang pendekatannya antropologis dan sosiologis.
Patut juga dipahami bahwa hasil ilmiah tidak serta merta begitu adanya. Sumatera Barat faktanya (best practices) dimasyarakat aman, kondusif, tidak ada konflik yang menganggu kerukunan.
Sekali lagi survey dan penelitian punya standar sendiri, untuk masyarakat heterogen dengan homogen mestinya beda.
Harap diingat bahwa stigma intoleransi bisa memicu konflik jika tidak bisa dijelaskan dengan tuntas.
Informasi medsos tentang izin rumah ibadah yang tak penuhi syarat, sehingga izinnya tidak keluar atau guru agama non muslim yang belum terpenuhi adalah tugas tokoh lintas agama dan FKUB memfasilitasi untuk disampaikan pada yang berwenang.
Penutup kalam disampaikan beberapa kerja progresif kerukunan yang memerlukan kesadaran kolektif maka kedepan mesti ada standart kehidupan yang rukun sesuai kebutuhan bangsa. Artinya best linenya boleh sama namun karakteristik wilayah mendapat perhatian.
Riset tentang best practises, bukti, fakta dan pengalaman hidup yang rukun dan harmoni hendaknya lebih diungkap guna menunjukkan secara sosial harmoni dan rukun sudah menjadi budaya bangsa.
Tersedianya regulasi lokal berupa peraturan daerah (Perda) tentang ketahanan kerukunan adalah landasan yuridis formal untuk jaminan kerukunan yang lebih baik.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tempat berhimpunnya tokoh umat lintas agama tentu akan terus memainkan peran dan fungsinya untuk hadirnya masyarakat harmoni, toleran dan rukun. Selamat Tahun Baru 2025. DS. 28122024.