KORUPSI PASTI TIDAK ILMIAH Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh323 Views

KORUPSI PASTI TIDAK ILMIAH

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol

Topik di atas menarik ketika membaca berita media cetak, elektronik dan medsos awal tahun baru ini di antaranya prilaku percetakan uang palsu di kampus yang berlabel Islam, label yang diberikan OCCRP (Organize Crime and Corruption Reporting Project) yang mempublish Jokowi dilabeli Pemimpin Terkorup, kata Pengamat Tidak Ilmiah dan Bias, berita yang sama KPK amankan Aset Kasus ASDP senilai Rp.1, 2 Triliyun(Padek, 02012025.h.1-8).

Sepanjang tahun 2024 berita korupsi ratusan triliyunan rupiah dihampir semua lini di sarang uang (kemenkeu) 317 triliyun tidak ada ujung cerita, korupsi di PT Timah lebih 300 trilyun juga di Asabri, dan jika dibuat daftar yang terbuka saja sudah panjang, sungguh naif dan berhenti otak orang jujur berfikir membaca berita korupsi di negeri ini.

Pikiran dan asumsi umum yang mesti ditegaskan bahwa korupsi itu jelas dan pasti bukan ilmiah. Tidak ada logika ilmiah yang membolehkan korupsi. Yang ada itu akal sehat, penalaran lurus, logika obyektif dan hati yang sehat, semua berkesimpulan korupsi itu produk dari akal bulus, prilaku culas dan bermula dari subyektivitas kepentingan diri atau kelompoknya.

Mengapa korupsi tidak ilmiah perlu ditegaskan disebab banyak tokoh yang membuat narasi, diksi dan pernyataan seolah-olahnya korupsi itu ilmiah. Misalnya di musim pemilihan ada ungkapan semuanya perlu uang, tidak punya uang mustahil menang, uang dimana diperoleh “pandai-pandai” lah saat berkuasa, itu logika sesat calon koruptor.

Korupsi bukan ilmiah dalam arti ia dapat dijustifikasi atau dijelaskan sebagai sesuatu yang alami dan harus terjadi, tetapi ia dapat dipelajari secara ilmiah sebagai objek kajian sosial, hukum, ekonomi, dan psikologi.

Dalam ilmu sosial, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Fenomena ini bisa dianalisis melalui berbagai pendekatan ilmiah, misalnya:
1. Ekonomi: Menganalisis bagaimana korupsi memengaruhi pertumbuhan ekonomi, distribusi kekayaan, dan efisiensi alokasi sumber daya. Yang akibatnya menjadikan ekonomi negara hancur dan membuat masyarakat rusak.
2. Sosiologi: Memahami faktor budaya, norma sosial, atau struktur masyarakat yang mendorong atau menghambat perilaku koruptif. Jelas dan terang benderang budaya korupsi buruk dan jahat bagi kesehatan sosial, agama dan kemanusiaan.
3. Psikologi: Mengeksplorasi motivasi individu untuk melakukan korupsi, termasuk tekanan lingkungan dan sifat manusia seperti keserakahan. Psikologi dan kejiwaan sang koruptor pada dasarnya sakit dan tidak normal. Bahkan dalam kasus tertentu koruptor ada yang cuci uang korupsinya, lalu ia dibohongi atau asetnya diambil tempat mencuci uang itu.
4. Ilmu Politik: Membahas hubungan korupsi dengan sistem pemerintahan, kebijakan, dan institusi. Tidak ada keraguan sedikitpun korupsi merusak tatanan pemerintah dan membawa kekacauan politik. Lihatlah rusaknya Pileg, Pilpres dan Pilkada sepanjang 2024 melahirkan koruptor ribuan orang dan memunahkan nilai-nilai keluhuran politik dan menjatuhkan martabat pemerintah.
5. Hukum: Memastikan kerangka legal untuk mencegah, mendeteksi, dan menghukum korupsi. Dampak hukum membuatkan antrian koruptor menjadi pasien KPK, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Sungguh menyedihkan. keputusan hakim menyakiti rasa keadilan publik, dengan memberi hukum ringan pada koruptor kakap 300 triliyunan hanya 6 bulan dan banyak lagi calon terpidana koruptor yang masih dicari (DPO).

Dari sudut pandang ilmiah, korupsi sering dikaji untuk menemukan pola, faktor penyebab, dan dampaknya. Dengan memahami ini, strategi efektif untuk mencegah dan memberantas korupsi dapat dirumuskan. Jadi, meskipun korupsi bukan sesuatu yang ilmiah secara moral, ia merupakan fenomena yang bisa dijelaskan dan dipelajari dengan metode ilmiah.

KORUPSI HARAM
Korupsi itu haram wajib diberantas begitu adanya dalam pandangan Islam, korupsi adalah perbuatan yang sangat tercela dan dilarang keras. Hal ini didasarkan pada prinsip-prinsip dasar agama yang menekankan keadilan, amanah, dan tanggung jawab.

Korupsi melibatkan pengkhianatan terhadap amanah, pengambilan hak orang lain secara tidak sah, dan perusakan tatanan sosial yang adil. Berikut adalah beberapa dasar pandangan Islam tentang korupsi:
1. Haramnya Korupsi
Korupsi termasuk dalam kategori ghulul (pengkhianatan terhadap amanah) dan risywah (suap), yang keduanya diharamkan dalam Islam. Al-Qur’an menegaskan…artinya”Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188). Ayat ini melarang pengambilan harta secara tidak sah, termasuk melalui korupsi.

“Barang siapa yang berkhianat, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa hasil pengkhianatannya…” (QS. Ali Imran: 161).

Dalam Hadis Nabi Muhammad SAW: artinya..”Rasulullah melaknat orang yang memberi suap dan penerima suap.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Dalam konteks amanah, Rasulullah juga bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad).

2. Korupsi Merusak Tatanan Sosial.
Korupsi menyebabkan ketidakadilan, memperburuk kemiskinan, dan menghancurkan keseimbangan masyarakat. Dalam Islam, prinsip keadilan (al-adl) adalah inti dari hubungan antarindividu dan masyarakat. Korupsi jelas bertentangan dengan nilai-nilai ini.

3. Hukuman bagi Pelaku Korupsi
Islam memandang korupsi sebagai dosa besar yang tidak hanya memiliki konsekuensi di dunia tetapi juga di akhirat. Pelaku korupsi dapat dihukum di dunia berdasarkan syariat Islam, seperti hukuman pengembalian harta, pemidanaan, atau hukuman lain yang ditetapkan oleh pemerintah (ta’zir).

4. Pencegahan Korupsi dalam Islam
Islam mendorong umatnya untuk menjalankan amanah dan bertakwa kepada Allah SWT. Dalam berbagai ayat dan hadis, umat Islam diajarkan untuk menjauhi kezaliman, menjaga harta secara halal, dan menegakkan keadilan.

Islam sangat menentang korupsi dan mendorong setiap individu untuk menjaga amanah serta memelihara integritas demi terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.

KORUPSI MENGHANCURKAN NEGARA
Korupsi memiliki dampak yang sangat merusak terhadap suatu negara, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Berikut adalah beberapa dampak kerusakan yang disebabkan oleh korupsi:

1. Ekonomi
Penghambatan Pembangunan: Dana yang seharusnya digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan dialihkan ke kantong pribadi. Akibatnya, proyek pembangunan menjadi terbengkalai atau kualitasnya buruk.

Investasi Menurun: Korupsi menciptakan ketidakpastian hukum dan lingkungan bisnis yang tidak kompetitif, sehingga investor enggan menanam modal.

Kerugian Keuangan Negara: Pemasukan negara berkurang karena korupsi di sektor pajak, bea cukai, dan administrasi.

2. Sosial
Meningkatkan Ketimpangan: Korupsi memperkaya segelintir orang sementara mayoritas masyarakat tetap miskin. Hal ini memperbesar kesenjangan sosial.
Menurunnya Kepercayaan Publik: Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan institusi negara karena dianggap tidak melayani kepentingan rakyat.

3. Politik
Erosi Demokrasi: Korupsi dalam pemilu, seperti politik uang, merusak sistem demokrasi dan melahirkan pemimpin yang tidak kompeten. Penyelewengan Kekuasaan: Pejabat yang korup lebih memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok dibandingkan kepentingan publik.

Instabilitas Politik: Ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang korup dapat memicu protes, kerusuhan, atau bahkan revolusi.

4. Hukum dan Keamanan
Penegakan Hukum Melemah: Aparat penegak hukum yang korup tidak bisa menjalankan tugasnya dengan adil, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum.

Keamanan Nasional Terancam: Korupsi di sektor pertahanan dan keamanan dapat membuka celah bagi ancaman eksternal, seperti perdagangan manusia, narkoba, atau terorisme.

Korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga budaya dan moral. Untuk mengatasinya, dibutuhkan upaya kolektif dari masyarakat, reformasi sistem, dan penegakan hukum yang tegas.

Konklusi jelas dan tegas korupsi pasti tidak ilmiah, pasti berdosa melanggarkan syariat, pasti mengjancurkan negara. Hukum positif negara bisa saja dibeli oleh koruptor karena uangnya banyak, aparat cacat moral, hukum Allah, hukum sosial dan hukum kehidupan pasti akan menimpa koruptor. Semua kejahatan pasti menanggung resiko dari kebejatannya dan semua orang baik, pasti menerima manfaat dari kebajikan, hanya saja ada yang tertunda. 02012025.

Leave a Reply

News Feed