KORUPTOR NABLEK Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh194 Views

KORUPTOR NABLEK

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol

Setelah 100 hari usia Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran banyak komentar pengamat ada yang mendukung, tentu juga tak sedikit yang mengkritisinya. Berkenaan korupsi dan koruptor ada istilah bahasa Jawa yang mulai populer setelah disampaikan Presiden dalam beberapa kali sambutan.

Mesin AI menjelaskan tentang Nablek.
“Nablek” adalah istilah dalam bahasa Jawa yang memiliki beberapa makna tergantung pada konteksnya. Dalam konteks kepribadian atau sikap,
“Nablek” bisa berarti keras kepala, tidak peduli, atau cuek terhadap nasihat atau keadaan sekitar. Seseorang yang “nablek” cenderung tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain dan tetap teguh pada pendiriannya, meskipun ada risiko atau konsekuensi.

Dalam konteks kuliner di beberapa daerah Jawa, “nablek” juga bisa merujuk pada proses memasak makanan yang membutuhkan waktu lama atau pemanasan kembali makanan yang sudah matang agar lebih lezat.

Dalam konteks budaya atau tradisi, istilah ini juga bisa terkait dengan kebiasaan atau pola pikir seseorang yang tetap bertahan meskipun ada perubahan zaman atau aturan baru.

Tulisan koruptor nablek ini maksudnya adalah untuk peringatan terhadap koruptor yang tak mau sadar dan terus melenggang aman dengan pencuriannya. “Koruptor nablek” berarti koruptor yang tidak punya rasa malu, keras kepala, dan tetap melakukan korupsi meskipun sudah diperingatkan, diketahui publik, atau bahkan sudah pernah dihukum.
Dalam konteks ini, “nablek” menunjukkan sifat cuek, tak peduli dengan konsekuensi, dan tetap berani berbuat salah. Misalnya, ada pejabat yang sudah tertangkap korupsi, tapi setelah bebas malah terlibat kasus serupa lagi. Atau ada yang sudah jelas-jelas merugikan negara, tapi masih bisa tampil di depan publik seolah tidak bersalah.

Fenomena seperti ini sering terjadi di Indonesia. Banyak kasus di mana koruptor tidak jera dan malah semakin licik mencari cara untuk memperkaya diri.

MENGAPA ADA KORUPTOR NABLEK?
Kesal, dan kecewa melihat prilaku korupsi nablek ini patut ditelisik apa sebab dan mengapa koruptor nablek banyak dan mudah menunjukkannya di Indonesia?

Koruptor bisa “nablek” alias tidak jera dan tetap korupsi karena beberapa alasan utama pertama hukuman yang terlalu ringan. Banyak kasus di mana koruptor hanya dihukum beberapa tahun, bahkan mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat. Hukuman yang ringan membuat mereka tidak merasa takut atau kapok.

Faktor koruptor masih bisa hidup dengan nyaman. Meski ditangkap, aset hasil korupsi sering kali tidak semuanya disita. Setelah keluar dari penjara, mereka masih bisa menikmati kekayaan yang sudah dikumpulkan.

Korupsi terus tumbuh dan koruptor diangkap hebat, karena lingkungan yang mendukung korupsi. Budaya permisif di sekitar mereka membuat koruptor tetap merasa aman. Misalnya, ada pejabat yang tetap dihormati atau diberi jabatan meskipun pernah terlibat korupsi.

Faktor aparat dan sistem hukum yang lemah dan bisa dibeli. Jika hukum bisa dikendalikan dengan uang atau pengaruh, maka koruptor tidak takut dipenjara karena mereka bisa “mengatur” hukum.

Moral koruptor bejat, tidak ada rasa malu atau dosa. Ada koruptor yang tidak peduli dengan moral, agama, atau pendapat publik. Bagi mereka, yang penting adalah kekayaan dan kekuasaan.

Keserakahan dan Gaya Hidup Mewah dari koruptor. Banyak koruptor sudah terbiasa hidup mewah, sehingga sulit meninggalkan kebiasaan itu. Akhirnya, mereka terus mencari cara untuk mendapatkan uang haram lagi. Kalau begini terus, korupsi bakal sulit diberantas.

HUKUMAN BERAT DAN MISKINKAN KORUPTOR
Pernyataan dari beberapa pegiat anti korupsi bahwa koruptor harus dihukum berat dan dimiskinkan agar benar-benar kapok adalah realistis dan sangat besarnya mengurangi koruptor nablek.

Ada beberapa hukuman yang bisa bikin mereka jera dan tidak ada lagi koruptor nablek, cuek dan tak bermalu.
1.Penyitaan Total Aset. Hasil Korupsi. Bukan cuma uang yang dikorupsi, tapi semua aset yang diperoleh dari hasil korupsi, termasuk rumah, mobil, tanah, dan rekening bank harus disita dan dikembalikan ke negara. Jika perlu, aset keluarga yang terbukti ikut menikmati hasil korupsi juga bisa disita.
2.Hukuman Penjara Seumur Hidup atau Hukuman Mati.
Korupsi skala besar yang merugikan negara triliunan rupiah bisa dikenakan hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, seperti yang diterapkan di China.
3.Larangan Memegang Jabatan Seumur Hidup.
Koruptor tidak boleh lagi bekerja di sektor pemerintahan atau politik, bahkan setelah bebas dari penjara. Ini untuk mencegah mereka mengulangi perbuatannya.
4.Kerja Sosial dan Hidup Sederhana.
Setelah keluar dari penjara, mereka diwajibkan kerja sosial seperti membersihkan jalan atau membantu masyarakat miskin, supaya merasakan hidup susah. Tidak boleh punya harta lebih dari jumlah tertentu, dan harus hidup dengan standar sederhana.
5.Pengungkapan Identitas dan Sosialisasi Publik.
Nama dan foto koruptor harus diumumkan ke publik secara luas agar mereka merasakan efek sosial dari perbuatannya. Bisa juga dibuat daftar hitam agar mereka tidak bisa bekerja di sektor yang berkaitan dengan uang negara.
6.Hukuman Finansial Tambahan (Denda Berlipat-lipat).
Koruptor harus membayar denda yang jauh lebih besar dari jumlah uang yang dikorupsi, misalnya 5–10 kali lipat, supaya tidak ada keuntungan dari korupsi.

Kalau hukuman-hukuman ini diterapkan, dijamin koruptor bakal mikir dua kali sebelum merampok uang rakyat.

HUKUMAN KORUPTOR DALAM ISLAM.
Dalam Islam, hukuman bagi koruptor sangat tegas karena korupsi (ghulul) dianggap sebagai tindakan khianat, zalim, dan merugikan umat.

Beberapa hukuman yang bisa diterapkan berdasarkan syariat Islam:
1.Ta’zir (Hukuman Sesuai Keputusan Pemimpin).
Hukuman maksimal bisa berupa hukuman mati jika korupsi menyebabkan kerugian besar bagi negara dan rakyat, seperti yang diterapkan di beberapa negara Islam. Bisa juga berupa penjara seumur hidup, hukuman cambuk, atau pemiskinan total sesuai tingkat kejahatannya.
2.Penyitaan Harta dan Pemiskinan Koruptor.
Dalam Islam, harta yang diperoleh secara haram wajib dikembalikan atau disita. Jika koruptor sudah menghabiskan uang haramnya, ia tetap harus menggantinya, bahkan dari hartanya yang lain hingga miskin sekalipun.
3.Denda Berlipat Ganda.
Koruptor bisa dikenakan denda lebih besar dari jumlah yang dikorupsi, misalnya 2–5 kali lipat, agar tidak ada keuntungan dari korupsi.
4.Penghukuman Sosial dan Moral.
Koruptor harus diumumkan kepada publik agar masyarakat tahu siapa yang berkhianat. Larangan memegang jabatan atau bekerja di sektor publik seumur hidup.
5.Potong Tangan Jika Korupsi Disejajarkan dengan Pencurian.
Jika korupsi dianggap sebagai pencurian dalam hukum hudud, maka hukum potong tangan bisa diberlakukan, seperti dalam QS. Al-Ma’idah: 38. Namun, banyak ulama lebih condong menerapkan hukuman ta’zir yang lebih fleksibel.
6.Tobat dan Hukuman Akhirat.
Jika tidak dihukum di dunia, koruptor akan dihukum berat di akhirat, seperti dalam hadis: “Barang siapa yang berkhianat dalam urusan harta, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan membawa harta yang ia khianati…” (HR. Bukhari & Muslim).
Satu-satunya cara agar bebas dari azab akhirat adalah mengembalikan harta yang dikorupsi dan benar-benar bertaubat.

Islam sangat keras terhadap korupsi karena dampaknya sangat merugikan rakyat. Jika hukum Islam diterapkan dengan serius, korupsi bisa ditekan secara drastis.

Penutup kalam disampai kan konklusi bahasan ini bahwa koruptor nablek adalah mereka yang sudah terbukti bersalah, tapi tetap korupsi tanpa rasa malu atau takut. Fenomena ini marak terjadi di Indonesia karena hukuman ringan, sistem hukum yang lemah, budaya permisif, dan keserakahan pribadi.

Agar korupsi benar-benar diberantas, hukuman berat harus diterapkan. Penyitaan total aset, hukuman seumur hidup, larangan berpolitik, kerja sosial, hingga denda berlipat-lipat harus menjadi standar hukuman. Dalam Islam, korupsi adalah bentuk pengkhianatan besar yang bisa dihukum dengan ta’zir berat, bahkan hingga hukuman mati jika merugikan negara dan rakyat.

Jika tidak dihukum di dunia, koruptor pasti akan menerima ganjaran berat di akhirat. Satu-satunya cara selamat adalah bertaubat dan mengembalikan harta yang dicuri. Hanya dengan ketegasan hukum dan kesadaran moral, korupsi bisa diberantas dari negeri ini. DS. 11022025.

Leave a Reply