MARHABAN YA RAMADHAN Oleh: DR. H. AHMAD KOSASIH, MA (Ketua Membidangi Dakwah dan Kominfo MUI Sumbar)

Artikel Tokoh250 Views

MARHABAN YA RAMADHAN

Oleh: DR. H. AHMAD KOSASIH, MA (Ketua Membidangi Dakwah dan Kominfo MUI Sumbar)

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S. Al-Baqarah/2:183)

 

Kehadiran bulan suci Ramadhan jelas sangat didambakan dan dinanti-nanti oleh orang-orang yang beriman. Seorang mukmin meyambut kedatangan bulan suci Ramadhan ibarat menyambut kedatangan tamu agung dengan penuh sukacita penuh harapan. Betapa tidak, sebab Ramadhan selain membawa banyah rahmat dan keberkahan dia hanya datang satu kali dalam satu tahun. Kita tidak dapat memastikan apakah umur kita akan sampai di Ramdhan tahun depan.

Betapa banyaknya di antara teman, sanak saudara, karib kerabat kita yang ikut berpuasa dan bertarawih pada Ramadhan tahun lalu, tapi pada Ramadhan tahun ini mereka sudah tiada lantara ajal sudah menjemputnya. Kita perlu bersyukur karena umur kita masih dipanjangka sampai di bulan yang mulia ini. Keskyukuran itu mari kita wujudkan dengan mempersiapkan diri untuk memasuki bulan yang penuh rahmat, berkah dan keampunan itu.

Berbagai macam persiapan dan tradisi yang dilakukan oleh umat Islam dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Ada dengan cara memborong bahan makanan berupa sembako. Ada pula denga mandi-mandi ke tepian atau lubuk-lubuk yang mereka sebut dengan balimau. Ada pula yang berbondong-bondong ke pekuburan bersama keluarga atau sanak famili untuk membersihkan kubur (makam) lalu berdo’a di tempat itu. Dan ada pula yang menyelenggarakan gotong royong membersihakan rumah-rumah ibadah, masjid atau mushalla. Bahkan ada pula yang menyelenggarakan acara Tablig Akbar dengan memasang baliho, pamflet yang beirisi himbauan-himbauan yang diawali dengan kalimat Marhaban Ya Ramadhan. Semua itu dapat dimaknai sebagai ekspresi kebembiraan yang mudah-mudahan lahir dari pancaran iman yang sejati.

Namun, ada satu hal yang perlu diperhatikan ialah jangan sampai niat yang begitu suci dinodai oleh pebuatan-perbuatan yang berbau maksiat dan kemusyrikan. Misalnya, balimau yang pada intinya bertujuan untuk mecapai kebersihan dan kesucian diri telah ditunggangi oleh hal-hal yang berbau negatif seperti mandi-mandi di pemandian-pemandian umum dengan bercampur antara laki-laki dan perempuan, terutama kaum muda-mudi. Perbuatan tersebut jelas sudah melenceng dari tujuan semula yakni membersihakan dan mensucikan diri. Karena hal itu bertentang dengan sunnah Rasulullah SAW. Demkianlah pula dengan tradisi ziarah kubur yang merupakan sunnah Rasulullah terkadang sudah terkontaminasi dengan perbuatan-perbuatan yang berbau syirik seperti bertawasul sambil meminta berkah kepada orang yang terkubur itu. Mestinya kita yang mendoakan mereka, bukannya mereka yang akan membantu kita.

 

Dua bentuk persiapan dalam menyambut Ramadhan

Secara garis besar ada dua bentuk persiapan yang perlu dilakukan seseorang muslim dalam menyambut Ramadhan yakni ada persiapan yang bersifat fisik dan ada pula persiapan yang bersifat non fisik. Adapun persiapan yang bersifat fisik itu seumpama menyiapkan bekal makanan seperti beras, terigu, gula dan sebagainya, dan hal itu tentu tidaklah salah. Tapi persiapan yang lebih utama lagi selain itu ialah persiapan iman sebagai landasan utama dalam beribadah. Apalagi ibadah puasa yang sifatnya ibadah individual dan bersifat tertutup. Seseorang dapat saja pura-pura berpuasa untuk mengelabui orang lain dengan berpura-pura letih padahal sebenarnya ia tidaklah berpuasa. Atau sebaliknya, kita bisa saja menyaksikan seseorang yang fisiknya sehat dan kuat namun ia secara terang-terangan menyatakan tidak sanggup berpuasa. Misalnya ada orang yang tanpa merasa segan dan malu untuk makan dan minum atau merokok di depan umum pada siang hari Ramadhan. Sedangkan ia bukan sakit dan bukan pula sedang berhalangan haidh (menstruasi). Padahal meskipun mereka sedang berhalangan harusnya mereka punya etika menghormati orang yang sedang berpuasa. Yang dimaksud dengan pesiapan ilmu adalah dengan melakukan kajian-kajian kembali tentang tatacara, rukun dan syarat, serta hal-hal yang akan merusak dan membatalkan ibadah puasa itu. Inilah persiapan yang lebih utama dilakukan oleh umat Islam dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

 

Ibarat sebidang lahan yang subur

Seorang mukmin dengan kedatangan bulan suci Ramadhan ibarat seseorang yang mendapati sebidang tanah yang subur. Lahan yang subur itu seharusnya kita tamani dengan tanaman-tanaman yang produktif untuk dapat meraih hasil yang maksimal. Sebelum menanam harus dipilih bibit-bibit unggul yang tahan wereng. Maksudnya adalah bahwa sebelum melaksanakan suatu ibadah hendaklah dipersiapkan terlebih dahulu ilmu yang berkaitan dengan tatacara (kaifiyat), rukun dan syaratnya serta luruskan niat. Kenali pula tentang hal-hal yang akan merusak atau membatalkannya. Agar ibadah yang kita lakukan itu benar-benar menjadi ibadah yang diterima (maqbul).

Kesuburan bulan Ramadhan itu digambarkan dalam sebuah hadis Qudsi, Rasulullah bersabda: “ _Bahwa setiap amalan Anak Adam dlipatgandakan Allah pahalanya dari 10 sampai 700 kali lipat kecuali puasa. Lalu Allah berfirman, puasa adalah milikKu dan Akulah yang akan menentukan pembalasannya_ ”. Hadis dapat dipahami bahwa sebegitu istimewanya ibadah puasa Ramadhan sehingga pahalanya tidak terhinggakan oleh manusia. Bahkan tidur seorang mukmin di bulan Ramadhan bernilai ibadah karena dengan tidur itu dia akan terpelihara dari perbutan dan perkataan yang keji dan sia-sia (lagha). Selain berpuasa pada siangnya, malamnya juga diisi dengan amalan-amalan sunnah seperti melaksanakan ibadah qiyamu Ramadhan yakni shalat tarawih lalu ditutup dengan witir, tadarus Al-Qur`an, do’a dan zikir serta i’tikaf. Sebaliknya, merugilah orang-orang yang menyia-nyiakan kesempatan malam Ramadhan itu dengan bergadang seperti menghabiskan waktunya dengan duduk-duduk nongkrong di warung-warung atau kafe-kafe dan restoran. Apalagi sambil bermain judi dan mabuk-mabukan.

Rasulullah bersabda: “ _Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan dasar iman dan perhitungan (kesadaran), akan diampuni dosanya yang telah lalu_ ”. Kemudian dalam sabdanya yang lain: “ _Siapa yang menegakkan (malam-malam) Ramadhan dengan iman dan kesadaran, akan diampuni dosanya yang telah lalu_ ”. Yang dimaksud denga menegakkan malam Ramadhan itu adalah mengisi malam Ramadhan dengan ibadah qiyamullail yakni shalat Tarawih dan ibadah-ibadah sunnah lainnya. Jelas di sini bahwa keampunan Allah itu diraih tidak hanya dengan berpuasa tapi juga dengan ibadah _qiyamullail_ . Keistimewaan lain dari bulan Ramdhan itu seperti disebutkan dalam hadis berikut: “ _Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, Allah mewajibkan kamu puasa di bulan itu, pintu-pintu surga dibukakan, pintu-pintu neraka ditutup, syetan-syetan dibelenggu. Di bulan itu pula adanya satu malam (yang nilainya) lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang enggan (mengambil) kebaikannya maka Allah juga akan menahannya”_ (H.R. Ahmad).

Hadis ini mengandung makna metofaorik (majazi). Dibukanya pintu surga artinya bahwa Allah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada hamba-Nya agar mempersiapkan diri dengan amal-amal ibadah sebagai kunci pembuka pintu surga. Ditutupnya pintu neraka mengandung makna bahwa Allah akan membentengi hamba-Nya yang sedang berpuasa dari perbuatan keji atau maksiat yang akan menggiringnya ke neraka. Dibelenggunya syetan-syetan, maksudnya orang-orang yang benar-benar berpuasa akan terpelihara dari berbagai macam godaan hawa nafus angkara murka, baik godaan berupa harta, takhta maupun wanita. Inilah tiga hal pokok yang sering menjerumuskan seseorang kepada kejahatan yang berpotensi menjatuhkan harkat dan martabat kemanusiaannya. Ambisinya kepada kekuasaan dan harta tanpa mengenal batas-batas halal dan haram. Seperti menipu, mempovokasi, many-politic dan sebagainya sebagaimana yang sering kita saksikan akhir-akhir ini dalam tayangan-tayangan berita telivisi.

Amalan yang sia-sia digambarkan pula oleh Rasululllah dalam satu sabdanya: _“Berapa banyak dari orang yang berpuasa tiada yang diperolehnya kecuali haus dan lapar, dan berapa banyak diantara orang yang beribadah di malam Ramadhan tiada yang diperolehnya selain hanya bertanggang_ ” (H.R. Ahmad). Hadis tersebit mengindikasikan bahwa puasa itu bukanlah sekadar menahan lapar dan haus. Tapi esensi dari ibadah puasa itu adalah pengendalian diri dengan cara mengerem hawa nafsu angkara murka dari keinginan-keingnan buruk. Karena itu, berpuasa itu juga mengendalikan segenap anggota tubuh dari perbuatan dosa. Seperti mengendalikan mulut dan lidah dari ucapan-ucapan yang tidak berguna (lagha), gunjing, fitnah dan berbohong. Mengendalikan mata dan telinga dari melihat dan mendengar sesuatu yang akan menimbulkan dosa seperti pornografi, pornoaksi serta mendengarkan gossip. Inilah yang disebut dengan junnah (perisai diri) bagi orang yang sedang berpuasa.

 

Mujahadah

Puasa dapat dapat membentengi seseorang dari sifat serakah dan tindakan sewenang-wenang. Manusia merupakan puncak dari semua ciptaan Tuhan dalam arti bahwa pada diri manusia itu berhimpun segala sifat yang ada pada makhluk lain. Namun disisi lain Allah menggambarkan manusia itu sebagai ahsani taqwim (ciptaan yang terbaik). Di dalam diri manusia terdapat sifat *malakiyah* (kemalaikatan) juga sifat-sifat *hayawaniyah* (kehewanan). Manusia diciptakan punya akal dan nafsu serta hati nurani. Tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang adalah hasil kerjasama dari ketiga potensi itu. Bila peran akal dan hati nuraninya yang dominan, maka ia akan mendorong kepada perbuatan yang positif. Sebaliknya, bila peran nafsu yang dominan maka ia akan mudah tergiring kepada perbuatan-perbuatan yang negatif.

Sungguhpun manusia sudah dilengkapi dengan akal, tapi akal atau kecerdasan tidak jaminan untuk membawa manusia menjadi baik. Betapa banyaknya orang pintar tapi tindakannya belum tentu benar. Karena manusia itu, menurut Al-Qur`an dan hadis-hadis Nabi, juga memiliki kelemahan-kelemahan. Misalnya, ketidaksabaran dan ingin cepat sampai di tujuan (‘ajuula) tanpa mau menempuh jalan/proses yang benar. Di samping itu juga sifat serakah dan tidak kunjung puas untuk memilki sesuatu sehingga muncullah sikap mental “menerabas”. Yakni suka melabrak aturan-aturan yang ada jika perlu dengan merubah undang-undang dan memutarbalikkan fakta-fakta hukum demi memenuhi ambisi kekuasaan seperti yang dilakukan oleh para koruptor. Baik koruptor uang maupun koruptor undang-undang. Mereka itu bukanlah orang-orang bodoh melainkan orang-orang yang sudah memilki kecerdasan intelegensia yang tinggi namun lemah dari segi spiritual (iman). Keserakahan manusia itu seperti digambarkan dalam sebuah hadis: “Seandainya manusia itu memiliki dua lembah emas, niscaya mereka akan meminta untuk yang ketiga. Tidak ada yang akan memenuhi mulut manusia itu kecuali tanah”. Maksudnya, ambisi dan keserakahan itu baru akan berhenti bila jasadnya sudah terbaring di dalam tanah (kubur). Disinilah pelunya mujahadah (jihad) setiap saat, sedangkan jihad (perjuangan) yang paling berat itu ialah perjuangan melawan hawa nafsu.

 

Memerangi AIDS

Khusus bagi orang yang beriman ada pedoman dan kendali yang paling tinggi di atas itu semua yakni wahyu Ilahi (Al-Qur`an). Maka Al-Qur`an itu akan mengendalikan akal pikiran, menuntun hati dan membimbing nafsu sehingga hidup manusia berada pada jalan yang benar. Allah berfirman: “Sesungguhnya Al-Qur`an ini membimbingmu kepada jalan yang paling lurus dan memberi harapan kepada orang-orang beriman yang mengerjakan amal shalih bahwa mereka akan memperoleh ganjaran (upah) di akhir. Sedangkan orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat Kami sediakan untuknya azab yang pedih” (Q.S. Al-Isra’/15:9-10). Oleh karena itu mari kita manfaatkan bulan Ramadhan yang penuh rahmat, berkah dan maghfirah (keampunan) itu secara optimal dengan cara mengisinya untuk beribadah secara intensif baik siang maupun malam harinya. Mari kita persiapkan bekal ilmu dan iman sembari menjauhi penyakit *AIDS* yakni sifat-sifat Arogan, Irihati, Dendam dan Serakah yang akan menghapus pahala ibadah kita dan marilah kita saling memaafkan.

Fa’tabiru ya Ulil Albab! Air Tawar Barat, 21/02/25 (Dakosta).