MEMBEDAH TRANSNASIONAL DAN MODERASI BERAGAMA

MEMBEDAH TRANSNASIONAL DAN MODERASI BERAGAMA

Oleh: Duski Samad
Diskusi Kuliah S3 SI UIN Imam Bonjol, 03/10/2025

Transnasional dalam Islam ada relevansinya dengan pesan dari Al Quran Al-Hujurat: 13
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”

Ayat ini menegaskan pluralitas bangsa dan jaringan lintas negara yang sah secara syariat, selama dikelola dengan prinsip taqwa dan persaudaraan.

Dalam Ali Imran: 103
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.”
Solidaritas umat Islam lintas negara (ukhuwah islamiyah global) diakui, tetapi tetap diarahkan pada persatuan dalam tauhid, bukan memecah kedaulatan bangsa.

Hadis Nabi SAW: “Seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana bangunan, saling menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari-Muslim). Menjadi dasar normatif bagi kerja sama transnasional yang positif seperti zakat global, filantropi lintas negara, dan solidaritas Palestina.

Moderasi beragama jelas ada dalam Surat Al-Baqarah: 143 “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang wasath (pertengahan), agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia…” Konsep ummatan wasathan adalah fondasi moderasi: keseimbangan, keadilan, dan anti-ekstremisme.

Hadis Nabi SAW: “Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan.” (HR. Baihaqi). Menolak sikap ghuluw (berlebihan) maupun tafrith (mengabaikan).

Dari segi kajian ilmiah transnasionalisme
Dalam literatur ilmu sosial, transnasionalisme dipahami sebagai pola interaksi yang melampaui batas negara (Basch, Glick-Schiller, & Szanton-Blanc, 1994). Dalam konteks keagamaan:

Gerakan Islam Transnasional (GIT) dapat berupa:

Positif: filantropi lintas negara (zakat, wakaf global), kerjasama pendidikan Islam internasional, solidaritas isu Palestina.

Negatif: penyebaran ideologi radikal atau puritan yang mengabaikan konteks lokal (misalnya Salafi-Wahabi rigid atau HTI yang mengusung khilafah transnasional).

B. Moderasi (Wasathiyah)

Menurut Azyumardi Azra (2010) dan Bahtiar Effendy (2017), moderasi Islam di Indonesia merupakan respons historis Islam Nusantara terhadap pluralitas. Moderasi adalah kearifan lokal yang menyeimbangkan antara:

Teks global Islam dengan konteks budaya Nusantara.

Idealisme normatif dengan realitas sosial-politik Pancasila.

Moderasi beragama kini diposisikan sebagai kebijakan negara (Kemenag RI, 2019) sekaligus gerakan sosial-keagamaan.

C. Relasi Keduanya dalam Politik Islam Kontemporer

1.Politik Identitas:
Transnasionalisme memunculkan narasi ummah global, sementara moderasi meneguhkan nasionalisme religius berbasis Pancasila.

2.Negara–Ormas Islam: Ormas besar (NU,Muhammadiyah, Perti) memainkan peran strategis sebagai pelopor moderasi. Negara memandang kelompok transnasional tertentu sebagai ancaman (contoh: HTI dibubarkan 2017).

Digitalisasi:
Media sosial mempercepat penyebaran ideologi transnasional. Counter-narrative moderasi harus kreatif, populis, dan adaptif agar dapat menandingi wacana radikal di ruang digital.

Diskursus

1.Apresiasi

Tulisan menghubungkan dua konsep besar yang relevan.

Moderasi ditampilkan sebagai strategi budaya-politik untuk menjaga pluralitas Indonesia.

Narasi jalan tengah selaras dengan sejarah Islam Nusantara yang adaptif.

2.Kritik.

Perlu dibedakan antara transnasionalisme positif (solidaritas global, zakat internasional) dan transnasionalisme negatif (radikalisme lintas negara).

Minim contoh empiris di Indonesia (HTI, Salafi-Wahabi, arus dakwah digital).

Risiko jargon: moderasi jangan hanya slogan, tetapi perlu implementasi konkret (kurikulum, regulasi, gerakan masyarakat).

3.Analisis Politik Islam Kontemporer

Pertarungan ideologi global akan terus berlangsung: ummah global vs nasionalisme religius moderat.

Tantangan terbesar ada di ruang digital: jika moderasi gagal hadir di dunia maya, narasi transnasional ekstrem akan dominan.

Kesimpulan
Moderasi adalah strategi kultural-politik untuk menghadapi arus transnasionalisme keagamaan.

Secara nash, Islam mengakui pluralitas bangsa dan menolak ekstremisme.

Secara ilmiah, moderasi terbukti relevan untuk Indonesia yang plural.

Secara politik, moderasi adalah benteng kebangsaan sekaligus filter terhadap penetrasi ideologi transnasional.

Tantangannya adalah implementasi nyata: menjadikan moderasi bukan hanya jargon, tetapi gerakan politik kebudayaan yang hidup di akar rumput, menyentuh pendidikan, media, dan ruang digital.

Leave a Reply