MENEGAKKAN REGULASI, MENJAGA HARMONI

MENEGAKKAN REGULASI, MENJAGA HARMONI

Oleh: Duski Samad
Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat

 

 

Dalam beberapa tahun terakhir, Sumatera Barat menghadapi sejumlah kasus hubungan antar umat lintas agama, pembubaran umat sedang beribadah di rumah tinggal. Secara regulasi itu bermula dari izin pendirian rumah ibadah non-Muslim, terutama yang tidak memiliki izin resmi.

Situasi ini menimbulkan berbagai asumsi publik, mulai dari tuduhan intoleransi hingga krisis penegakan hukum. Padahal, secara normatif, Sumatera Barat tetap berdiri di atas landasan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), yang justru menjunjung keadilan dan harmoni sosial dalam bingkai kebhinekaan.

Kasus pembubaran ibadah umat Kristiani di rumah tinggal yang diberitakan media sebagai rumah doa seperti terjadi di kelurahan Padang Sarai Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Peristiwa tersebut nyata sekali belum ada izin sebagai rumah ibadah. Walau mereka memframing sebagai rumah doa.

Indonesia sebagai negara hukum telah menetapkan landasan hukum dan kelembagaan. Di antaranya;

1. Konstitusi UUD 1945 Pasal 28E dan 29 Ayat (2) menjamin kebebasan beragama dan beribadah.

2. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.

3. Kewenangan izin ada di tangan Pemerintah Daerah dengan pertimbangan dari FKUB dan Kemenag.

4. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari etika keindonesiaan dan kearifan lokal.

Solusi Kebijakan dan Mediasi FKUB dapat dilakukan antara lain:

1.Pendekatan Mediasi Partisipatif.

FKUB menjadi wasit moderat antara umat mayoritas dan minoritas. Mediasi lapangan berbasis musyawarah nagari diupayakan untuk:
Menjembatani kebutuhan rohani minoritas
Menenangkan kekhawatiran sosial mayoritas

2. Edukasi PBM 2006 ke Masyarakat
Banyak warga tidak paham bahwa:

PBM tidak melarang rumah ibadah non-Muslim.
PBM hanya mengatur tata kelola agar tidak terjadi gesekan sosial.
Kegiatan ibadah di rumah tinggal tidak otomatis ilegal, selama tidak menimbulkan gangguan.
FKUB dapat menyusun modul “Sekolah Toleransi dan Kerukunan” berbasis adat Minang dan hukum positif.

3. Rekomendasi Teknis PBM 2006.

Menjelaskan syarat administratif di wilayah minoritas.
Menambahkan pasal khusus tentang perlindungan kegiatan ibadah minoritas di luar rumah ibadah resmi.

Pendekatan Kultural Minangkabau
Dalam budaya Minang.

Kampuang ditampuhi, rumah dibaki: tamu dan pendatang diberi ruang asalkan tahu etika. Alam takambang jadi guru: membuka diri terhadap realitas multikultur.
Basandi Syarak mengajarkan: “Lakapeh alua jo patuik, labiah indak dipotong, pendek indak disambuang.”
Artinya, solusi terhadap rumah ibadah non-Muslim harus dicapai melalui musyawarah nagari, bukan kekerasan atau pembiaran hukum.

Menegakkan Hukum, Menjaga Martabat
Sumatera Barat bukan provinsi intoleran. Justru sebaliknya, ia adalah provinsi dengan sistem nilai adat dan agama yang mendorong hidup rukun dan damai. Apa yang dibutuhkan hari ini adalah implementasi regulasi secara bijaksana, penguatan FKUB sebagai mediator, serta pembukaan ruang edukasi dua arah antara mayoritas dan minoritas.
“Kerukunan bukan sekadar tidak bertengkar, tetapi saling memahami dan memberi ruang untuk hidup dalam keyakinan masing-masing.”

RUMAH IBADAH NON MUSLIM

Ringkasan perbandingan
kategori Tahun 2021 Tahun 2023
Gereja Protestan dari 267 menjadi 360. Gereja Katolik 131 menjadi 134
Pura (Hindu) 1 1
Vihara (Buddha) 8 8
Di Sumatera Barat tahun 2023, terdapat 360 gereja Protestan, 134 gereja Katolik, 8 vihara Buddha, dan 1 pura Hindu. Pada tahun 2021 terdapat 62 stasi (rumah kebaktian) Kristen, tapi tidak dipublikasikan terpisah dalam data tahun 2023. Total tempat ibadah non-Muslim di 2023: 503 unit (360 + 134 + 8 + 1).

Status data
Jumlah gereja Protestan/Katolik/Vihara/Pura Tersedia (contoh: 360 Protestan, 134 Katolik, 8 Vihara, 1 Pura untuk 2023).

Kesimpulan

Sumatera Barat bukan provinsi intoleran. Ia justru mempraktikkan kerukunan berbasis adat dan syariat secara konsisten. Tantangan yang muncul hari ini harus dijawab dengan penegakan hukum yang bijak, penguatan edukasi PBM, dan mediasi kultural yang menyejukkan.

Kerukunan bukan hanya tidak bertengkar, tapi juga memahami dan memberi ruang bagi yang berbeda. Ds.04082025.

Leave a Reply