PASAN MAULUIK GADANG DI IKK: SPIRIT BUDAYA, SAKRAL, DAN MADANI

PASAN MAULUIK GADANG DI IKK: SPIRIT BUDAYA, SAKRAL, DAN MADANI

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang
Masjid Agung IKK Paritmalintang, Padang Pariaman

 

Mauluik Gadang yang dilaksanakan di Masjid Agung Ibu Kota Kabupaten (IKK) Paritmalintang bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi peristiwa budaya dan spiritual yang meneguhkan identitas keislaman masyarakat Minangkabau. Dalam tradisi ini, ulama, umara, dan umat berpadu dalam satu ruang spiritual, menyuarakan cinta kepada Rasulullah ﷺ melalui Syarafal Anam, badikie, malamang, bajamba, dan badoncek.

Tradisi ini menjadi penegasan nilai “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK)”, di mana agama dan adat bersenyawa dalam kehidupan sosial. Ia bukan peninggalan masa lalu, tetapi living heritage yang terus memberi makna baru dalam konteks modern.

1.Pesan Budaya: Menghargai Kreativitas Ulama dan Kearifan Lokal

Ulama Minangkabau tidak hanya menyampaikan dakwah lewat mimbar, tetapi juga lewat kreasi budaya. Salah satunya adalah Syekh Kapalo Koto Muhammad Hatta (w.1921), pengikut Syekh Burhanuddin Ulakan yang menata Syarafal Anam dengan lirik dan taranum khas Piaman.

Tradisi ini berkembang bersama simbol-simbol sosial seperti lamang, jamba, bungo lado pitih, dan badoncek. Setiap elemen memiliki pesan moral:

Lamang melambangkan keikhlasan,

Jamba mengandung makna kebersama an,

Bungo lado pitih simbol keindahan dan keberkahan rezeki,

Badoncek meneguhkan solidaritas sosial dan semangat berbagi.

> “Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku ketika umatku rusak, maka baginya pahala seratus syahid.”
(HR. al-Baihaqi)

Secara antropologis, Mauluik adalah media dakwah kultural — cara masyarakat menanamkan ajaran Islam dalam bentuk yang ramah budaya. Tradisi ini menunjukkan kemampuan Islam untuk berdialog dengan kearifan lokal tanpa kehilangan substansinya.

Dari sisi psikologi sosial, Mauluik menumbuhkan sense of belonging, empati, dan keterikatan emosional antarwarga. Dalam suasana kebersamaan, masyarakat merasa terhubung dan memiliki tanggung jawab moral terhadap sesama.

> “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang ibarat satu tubuh; jika satu anggota sakit, seluruh tubuh ikut merasakan.”
(HR. Muslim)

Inilah makna Mauluik sebagai ibadah kolektif yang menghidupkan nilai kemanusiaan dan keimanan secara bersamaan.

2.Pesan Sakral: Spirit Doa, Berkah, dan Kesadaran Transenden

Dalam pandangan Islam, sesuatu disebut sakral ketika memiliki nilai spiritual yang menghubungkan manusia dengan Allah dan Rasul-Nya. Mauluik Gadang di Paritmalintang menjadi peristiwa sakral karena:

Dilangsungkan pada waktu mulia (bulan Rabiul Awwal),

Dipenuhi dengan dzikir dan shalawat,

Dilandasi niat tulus untuk memuliakan Rasulullah ﷺ.

> “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya.”
(QS. Al-Ahzab: 56)

Secara teologis, shalawat menjadi jembatan antara hamba dan Rasul, sementara dzikir menjadi terapi ruhani yang menumbuhkan ketenangan jiwa.
Dalam psikologi agama, kegiatan seperti ini memperkuat spiritual well-being, mengurangi stres kolektif, dan menumbuhkan optimisme sosial.

> “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Secara sosiologis, momentum sakral seperti Mauluik berfungsi sebagai ritus pemersatu (ritual of cohesion). Ia menumbuhkan rasa identitas dan kebersamaan di tengah masyarakat yang majemuk.
Masyarakat Padang Pariaman, dengan latar adat dan tarekat Syathariyah yang kuat, menjadikan Mauluik sebagai arena integrasi sosial — tempat yang mempertautkan ulama, umara, dan rakyat dalam satu kesadaran spiritual.

3.Pesan Madani: Etika, Akhlak, dan Etos Membangun Peradaban

Selain budaya dan sakralitas, Mauluik Gadang juga menyampaikan pesan madani — peradaban Islam yang beradab, etis, dan berkeadilan.

a. Etik dan Uswah (Teladan Moral)

> “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi kamu.”
(QS. Al-Ahzab: 21)

Rasulullah ﷺ bukan hanya guru spiritual, tetapi juga model moral publik. Melalui Mauluik, umat diajak meneladani kejujuran, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial Nabi.
Etika sosial inilah yang menjadi dasar civil society Islam: masyarakat yang taat hukum, peduli sesama, dan menjunjung nilai kemanusiaan.

b. Sumber Daya Insani Berkualitas (SDI)

> “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(QS. Al-Qalam: 4)

Ayat ini mengajarkan bahwa kualitas manusia bukan diukur dari kekayaan atau jabatan, melainkan akhlak dan integritas.
Dalam konteks pembangunan daerah, SDI yang berakhlak menjadi kunci keberhasilan. Mauluik berperan membangun soft skills keagamaan: disiplin, sabar, peduli, dan ikhlas.

c. Kosmopolitanis me: Think Globally, Act Locally

Islam adalah agama universal yang bisa hidup dalam berbagai peradaban. Spirit “Think globally, act locally” yang dihidupi ulama Minangkabau membuat Islam tetap dinamis dan membumi.
Melalui Mauluik, masyarakat belajar memadukan nilai global (rahmatan lil ‘alamin) dengan ekspresi lokal (adat dan seni).

> “Dan Kami jadikan kamu umat yang wasath (moderat), agar kamu menjadi saksi atas manusia.”
(QS. Al-Baqarah: 143)

Nilai madani inilah yang perlu dihidupkan kembali: Islam yang moderat, beradab, dan menyatu dengan budaya luhur.

Analisis Psikologis dan Sosiologis

Dari sisi psikologis, Mauluik adalah ritual healing bagi masyarakat. Musik taranum, pujian, dan doa menciptakan resonansi emosional yang menenangkan.
Dalam teori psikologi positif, kegiatan seperti ini menumbuhkan collective gratitude — rasa syukur bersama yang meningkatkan kesejahteraan mental.

Dari aspek sosiologi agama, Mauluik Gadang menjadi mekanisme reproduksi nilai. Ia menghubungkan generasi tua dan muda dalam satu memori sosial. Dengan itu, Mauluik berfungsi sebagai media transmisi budaya dan agama.

Menurut teori Émile Durkheim, ritual semacam ini memperkuat solidaritas sosial dan menghadirkan collective effervescence — perasaan bersama yang membangkit kan energi moral komunitas.

ABS-SBK dan Jalan Peradaban Madani

Tradisi Mauluik Gadang sejatinya adalah implementasi falsafah ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah).
ABS-SBK bukan hanya semboyan adat, tetapi sistem nilai yang menuntun keseimbangan antara spiritualitas dan rasionalitas, antara warisan dan pembaruan.
Mauluik menjadi model bahwa peradaban madani dibangun dari akar budaya dan kekuatan moral umat, bukan dari kekuasaan semata.

> “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Dalam konteks pembangunan Padang Pariaman, Mauluik Gadang di IKK bisa menjadi model rekonstruksi sosial berbasis budaya religius — di mana pembangunan fisik berjalan seiring dengan pembangunan jiwa masyarakat.

Penutup

Pasan Mauluik Gadang di IKK Paritmalintang menyampaikan tiga pesan utama bagi umat dan pemerintah daerah:

1.Pesan Budaya: Menghormati warisan ulama dan menjaga tradisi sebagai media dakwah yang ramah dan adaptif.

2.Pesan Sakral: Menghidupkan nilai spiritual dan memperkuat kesadaran transenden masyarakat terhadap Allah dan Rasul.

3.Pesan Madani: Membangun peradaban yang beretika, berakhlak, dan berorientasi kemanusiaan.

Dengan menghidupkan Mauluik Gadang, masyarakat Padang Pariaman bukan hanya memperingati kelahiran Nabi ﷺ, tetapi juga membangun kembali marwah kemuliaan umat, menanamkan adab dalam akidah, etika dalam budaya, dan cinta dalam perbedaan.

Mauluik bukan nostalgia masa lalu, tetapi energi spiritual masa depan — sumber inspirasi bagi generasi muda untuk membangun Sumatera Barat yang bermartabat, berkarakter, dan berlandaskan ABS-SBK.ds.
17102025

Leave a Reply