PEMEGANG KUASA DAN BENCANA
Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol
Topik tulisan pemegang kuasa dan bencana diinspirasi mendengar ceramah Buya senior H.Masoed Abidin dalam ceramah zohor di Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi Sumatera Barat yang intinya kerusakan moral generasi saat ini adalah ditandai sikap permisif dan pembiaran zina dan perbuatan amoral yang keji dan buruk. Artinya…Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’ Ayat: 32).
Perzinaan dan perbuatan amoral yang dianggap biasa dan seolah-olah penyakit masyarakat dan sosial biasa adalah pendapat keliru, salah dan melawan syariat. Mendekati zina seperti pacaran dan ta’aruf tidak ada muhram adalah sudah terang benderang dilarang. Hukum tegas dan ekpilisit terhadap pezina adalah petunjuk tegas bahwa perzinaan bencana generasi yang berakibat fatal bagi peradaban dan kemanusiaan.
Firman suci menegaskan… artinya pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur Ayat: 2).
Krisis martabat dan marwah kemanusiaan yang disebabkan meningkatnya kebejatan moral, zina, LGBT, selingkuh dan pornografi adalah bencana generasi yang dipastikan membuyarkan satu dari lima maqasid syariah (menjaga nyawa, akal, kesucian keturunan, kepemilikan dan keyakinan).
Rusak dan hancurnya kesucian keturunan disebabkan perzinaan, dan selingkuh adalah berarti merusak 20 persen, seperlima dari tujuan adanya syariat Allah subhanahuwata’ala, arti pelanggaran berat.
Makna dan tafsir Hamka di atas relevan dengan kondisi pejabat negara dan pengusaha yang dekat dengan pejabat mengeluarkan uang untuk pesta, kunjungan, dan studi banding yang tak brrmanfaat banyak di tengah masyarakat susah ekonomi dan kemiskinan parah bertambah banyak.
Bencana generasi stunting, generasi bodoh, generasi jahat, generasi hedon dan generasi lemah, semua terjadi ada hubung kait dengan prilaku pemegang kuasa yang berwajah teduh, tetapi berhati lusuh, berkata santun, berpikir penyamun, dan kepura-puraan lainnya, nauzubillah.
Pertanyaannya sekarang siapa yang bertanggung jawab terhadap maraknya bencana generasi yang ditandai membiarkan perzinaan dan pembiaraan lainnya yang berakibat datang bencana alam, bencana kemanusiaan dan bencana peradaban?
Jawabannya adalah semua pihak dan komunitas manusia akan menerima resiko dari bencana yang tetapkan Allah bagi kaum yang abaikan syariat. Pihak yang paling bertanggung jawab jelaslah ulil amri (pemegang kuasa) yakni pejabat yang sedang diberi amanah kekuasaan.
BENCANA DAN PEMEGANG KUASA
Bencana, musibah dan peristiwa besar yang tak mudah dikendalikan, banjir besar, gempa bumi, gunung meletus, dan kejadian alam yang mencemaskan terjadi bukan sebatas hukum alam yang tak dipatuhi. Akan tetapi akar masalahnya adalah dari kelalaian, ketidakpedulian dan pembiaran pemegang urusan rakyat (khalifah, amir, ulil amri dan mutrafiha), dalam hal ini nyata sekali peringatan al Qur’an.
Artinya: Dan jika Kami hendak membinasa kan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu). (QS. Al-Isra’ Ayat: 16).
Hamka dalam Tafsir Al Azhar menafsirkan ayat ini bahwa mereka yang hidup mewah (mutrafiha) artinya penguasa, pejabat dan pemimpin yang hura-hura, sibuk baralek, pencitraan, pesta berlebihan, tak sungkan menghamburkan uang rakyat untuk kesenangan diri, keluarga dan kroni serta tim suksesnya.
Hubungan antara pemegang kuasa dan bencana bisa dilihat dari beberapa perspektif. Pemegang kuasa (pemerintah atau otoritas lain) memiliki tanggung jawab besar dalam pencegahan, mitigasi, penanganan, dan pemulihan dari bencana. Beberapa poin hubungkaitnya:
1. Kebijakan dan Perencanaan
Pemegang kuasa bertanggung jawab membuat kebijakan dan perencanaan untuk mengurangi risiko bencana. Jika kebijakan ini lemah atau diabaikan, bencana dapat menjadi lebih parah. Misalnya, izin pembangunan di daerah rawan bencana seperti tepi sungai atau lereng gunung berpotensi meningkatkan dampak bencana.
2. Pengelolaan Sumber Daya Alam
Eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan yang baik, seperti penebangan liar, tambang yang tidak ramah lingkungan, atau reklamasi pantai, sering kali memperburuk risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
3. Respons dan Tanggap Darurat
Kecepatan dan efektivitas tanggap darurat sangat bergantung pada pemegang kuasa. Jika mereka tidak memiliki sistem manajemen bencana yang baik, korban bisa meningkat akibat keterlambatan bantuan atau penyelamatan.
4. Korupsi dan Penyalahgunaan Anggaran
Dana untuk mitigasi bencana sering kali menjadi korban korupsi. Ketika anggaran dialokasikan untuk proyek yang tidak sesuai, seperti pembangunan tanggul atau alat peringatan dini yang tak terawat, dampak bencana bisa lebih besar.
5. Peran Edukasi dan Kesadaran Publik.
Pemegang kuasa bertanggung jawab mengedukasi masyarakat tentang risiko dan cara menghadapi bencana. Ketidaktahuan masyarakat sering kali disebabkan kurangnya inisiatif pemerintah dalam memberikan informasi yang memadai.
6. Politik dan Prioritas
Kadang, bencana dianggap bukan prioritas politik. Pemegang kuasa mungkin lebih fokus pada proyek infrastruktur yang terlihat “besar” untuk keuntungan politik, dibanding investasi pada mitigasi bencana yang manfaatnya tidak langsung terasa.
Intinya, peran pemegang kuasa sangat penting dalam menentukan apakah bencana akan membawa dampak minimal atau menjadi krisis besar. Pemerintahan yang efektif, transparan, dan responsif dapat mengurangi dampak bencana secara signifikan.
Indonesia disebut etalase bencana adalah realitas yang mestinya disikapi oleh pemimpin dengan mengedepankan basis ilahiyah, ilmiah dan alamiah. Keyakinan umat beragama apa saja memuat bahwa bencana tidak datang kecuali pada hamba yang mau diperingatkan Nabi. Sejarah menunjukkan pembangkangan dan pembiaran mengundang bencana kepunahan..
Dari sisi ilmiah edukasi mitigasi bencana mesti dilakukan oleh pemimpin terhadap rakyat. Secara alamiah hewan hutan sering lebih dahulu tahu akan ada bencana yang selanjutnya mereka berbondong-bondong migrasi, mengapa manusia tak mampu belajar pada alam?
BENCANA ALAM DAN IMAN
Kalangan sekuler dan phobia agama menyatakan ada hubungan keberimanan dengan bencana alam. Umat beriman dan beragama memastikan ada hubungkait antara ketaatan dan keimanan publik dengan bencana alam yang terjadi, lazimnya dirujuk pada ayat …
Hubungan antara bencana alam dan iman sering menjadi topik refleksi dalam berbagai tradisi agama dan kepercayaan. Beberapa perspektif yang bisa menjelaskan hubungan ini:
1. Sebagai Ujian atau Cobaan.
Dalam banyak agama, bencana alam sering dianggap sebagai ujian dari Tuhan untuk menguji kesabaran, keimanan, dan keteguhan umat manusia. Misalnya, dalam Islam, bencana bisa dianggap sebagai bentuk takdir (qada dan qadar) yang harus dihadapi dengan sabar dan tawakal.
2. Sebagai Teguran atau Peringatan
Bencana juga bisa dilihat sebagai peringatan dari Tuhan agar manusia kembali kepada-Nya, memperbaiki diri, atau menghentikan perbuatan dosa. Pandangan ini sering dikaitkan dengan moralitas dan akhlak manusia.
3. Sebagai Bukti Kekuasaan Tuhan.
Fenomena alam yang dahsyat sering dianggap sebagai bukti nyata dari kebesaran dan kekuasaan Tuhan, sehingga dapat memperkuat keyakinan dan rasa takut kepada-Nya (taqwa).
4. Sebagai Bagian dari Hukum Alam.
Dalam beberapa pandangan yang lebih rasional, bencana alam adalah bagian dari hukum alam yang diciptakan Tuhan. Iman berperan dalam memberikan kekuatan spiritual untuk menghadapi dan memaknai peristiwa tersebut.
5. Iman sebagai Sumber Kekuatan
Dalam menghadapi bencana, iman sering menjadi sumber penghiburan, ketenangan, dan harapan. Doa, zikir, atau ibadah dapat membantu individu merasa lebih kuat secara emosional dan spiritual.
Refleksi keberimanan dengan bencana alam bisa memicu pertanyaan mendalam tentang tujuan hidup, keberadaan Tuhan, dan hubungan manusia dengan alam. Setiap individu dan komunitas mungkin memiliki cara unik untuk memaknai bencana ini sesuai keyakinan masing-masing.
Artinya;….Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-Rum Ayat: 41)
Penutup kalam amat sangat diingatkan bahwa bencana generasi bukan sebatas kerusakan moral, tetapi merambah jauh pada bencana alam, bencana hukum, bencana kejahatan, bencana kemiskinan dan deretan bencana yang disebabkan ulah manusia. Darurat narkoba, darurat korupsi, darurat perceraian, dan darurat lainnya adalah bencana lanjutan yang dipastikan meruntuhkan martabat, peradaban dan kemanusiaan. Semoga Allah menjauhi kita dari bencana yang menjadi pemicu datangnya azab, nauzubillahi minzalik.@nagarisyariahbank senen23122024.