PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI MADRASAH IBTIDAIYAH
Yunita Rahmawati
Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Falah
Pendidikan adalah salah satu fondasi utama dalam upaya pembangunan peradaban pada suatu negeri. Di Indonesia, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk membentuk generasi yang memiliki kecerdasan intelektual, namun juga membentuk karakter yang berakar pada nilai kearifan lokal dan budaya. Penerapan inovasi dalam memanfaatkan berbagai jenis bahan ajar memiliki peran yang sangat krusial untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman peserta didik (Nuryasana & Desiningrum, 2020). Madrasah Ibtidaiyah sebagai lembaga pendidikan dasar yang berbasis Islam memiliki peran strategis dalam mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan kearifan lokal. Penyusunan materi pembelajaran yang berlandaskan kearifan lokal di Madrasah Ibtidaiyah dirasa perlu untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum pembelajaran karena adanya kekhawatiran bahwa nilai-nilai luhur budaya lokal akan tersingkir oleh derasnya arus globalisasi (Faiz & Soleh, 2021). Integrasi ini menjadi salah satu upaya strategis untuk mencapai tujuan pendidikan yang tak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter siswa yang berakar pada nilai-nilai kearifan lokal dan budaya. Dengan demikian, para generasi selanjutnya dapat tumbuh menjadi manusia yang tak hanya cerdas secara intelektual, namun juga memiliki kesadaran dan kebanggaan terhadap identitas warisan budaya mereka.
Kearifan lokal merupakan warisan budaya yang mengandung prinsip-prinsip mulia yang telah diwariskan dari generasi ke generasi oleh masyarakat setempat. Nilai-nilai ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti etika, moral, sosial, dan spiritual. Dalam konteks pendidikan, kearifan lokal dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran yang relevan dan kontekstual. Misalnya, cerita rakyat mengenai legenda atau dongeng yang mengandung pesan moral, seperti cerita “Malin Kundang” dari Sumatera Barat atau “Timun Mas” dari Jawa. Kemudian dapat pula diintegrasikan pada permainan tradisional seperti congklak, engklek, atau gobak sodor, yang dapat digunakan untuk mengajarkan konsep matematika atau kerja sama dan terdapat beberapa metode lain yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa tersebut. Dengan demikian, pembelajaran menjadi praktis dan aplikatif.
Pada dasarnya, seorang guru diperlukan untuk memiliki beragam kemampuan dalam mengajar, terutama di tahap sekolah dasar. Ini disebabkan guru sekolah dasar akan menghadapi peserta didik yang berada dalam tahap perkembangan kognitif konkret-operasional, di mana mereka lebih mudah memahami materi pembelajaran melalui benda-benda nyata, penjelasan yang sederhana namun mendalam, serta bahan ajar yang menarik dan menyenangkan untuk dipelajari. Bahan ajar dapat didefinisikan sebagai berbagai bentuk materi atau sumber belajar yang digunakan oleh guru untuk mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu, bahan ajar juga dapat dipahami sebagai seperangkat alat atau sarana pembelajaran yang mencakup konten materi, metode penyampaian, batasan-batasan, dan sistem evaluasi. Semua komponen tersebut dirancang secara sistematis dan menarik dengan tujuan utama untuk mencapai kompetensi dan subkompetensi yang diharapkan, termasuk segala aspek kompleksitas yang terkait di dalamnya (Suprihatin & Manik, 2020). Oleh karena itu, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator yang kreatif dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung proses pemahaman peserta didik secara optimal (Magdalena et al., 2020).
Proses pembelajaran perlu terus diperbaharui guna menumbuhkan motivasi dan daya juang peserta didik dalam menjalani kegiatan pembelajaran. Pembaruan ini penting untuk meraih tujuan pembelajaran sekaligus mengubah paradigma lama yang masih menempatkan siswa sebagai pihak yang sepenuhnya bergantung pada guru. Agar pembelajaran dapat bersifat kontekstual dan berbasis pada budaya lokal masyarakat, diharapkan bahan ajar dapat menjadi jembatan yang mengantarkan para siswa agar ikur serta secara langsung dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar tersebut (Meilana & Aslam, 2022). Penyusunan materi pembelajaran yang berlandaskan kearifan lokal di Madrasah Ibtidaiyah memerlukan pendekatan yang sistematis dan terstruktur. Pertama, perlu dilakukan identifikasi terhadap kearifan lokal yang berada di lingkungan sekitar madrasah. Ini dapat dilakukan melalui observasi, wawancara dengan tokoh masyarakat, atau studi literatur. Setelah itu, kearifan lokal yang telah diidentifikasi perlu diseleksi dan disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Misalnya, dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan sikap toleransi, gotong royong dan kejujuran dapat diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran. Di samping itu, penyusunan materi pembelajaran yang berbasis kearifan lokal juga perlu mempertimbangkan karakteristik siswa di Madrasah Ibtidaiyah. Siswa di tingkat ini umumnya berada dalam fase perkembangan kognitif yang masih konkret-operasional. Oleh karena itu, materi pembelajaran yang dikembangkan harus disajikan dengan cara yang menarik dan mudah dimengerti, seperti cerita bergambar, permainan edukatif, atau media visual lainnya. Hal ini akan membantu peserta didik untuk lebih mudah menyerap dan memahami nilai-nilai kearifan lokal yang disampaikan.
Tantangan dalam penyusunan materi pembelajaran yang berlandaskan kearifan lokal di Madrasah Ibtidaiyah tidak dapat diabaikan. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya sumber daya manusia yang memahami betul tentang kearifan lokal dan mampu mengintegrasikannya ke dalam bahan ajar. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pelatihan dan workshop bagi guru-guru Madrasah Ibtidaiyah agar mereka memiliki kompetensi yang memadai dalam mengembangkan bahan ajar berbasis kearifan lokal. Selain itu, kolaborasi dengan pihak-pihak terkait seperti dinas pendidikan, tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat juga diperlukan untuk mendukung proses pengembangan bahan ajar tersebut.
Dampak positif dari pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal di Madrasah Ibtidaiyah sangatlah besar. Pertama, peserta didik akan lebih mengenal dan menghargai budaya serta nilai-nilai lokal yang ada di lingkungannya. Ini akan memicu perasaan cinta tanah air dan kebanggaan terhadap identitas budaya mereka. Kedua, integrasi kearifan lokal dalam pembelajaran dapat meningkatkan relevansi pendidikan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan tidak terpisah dari konteks kehidupan nyata. Ketiga, pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal juga dapat menjadi sarana untuk melestarikan budaya lokal yang mungkin mulai terkikis oleh arus globalisasi.
Dalam konteks yang lebih luas, pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal di Madrasah Ibtidaiyah juga sejalan dengan visi pendidikan nasional yang mengedepankan pembentukan karakter peserta didik karena proses belajar mengajar yang dikembangkan tidak hanya kemampuan membaca saja tetapi juga menggunakan beberapa metode (Lastri, 2023). Pendidikan karakter yang berbasis pada kearifan lokal akan melahirkan generasi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki integritas moral dan sosial yang kuat. Ini menjadi sangat krusial dalam menyikapi tantangan global yang semakin rumit, di mana nilai-nilai budaya lokal kerap terdesak oleh infiltrasi budaya asing. Secara keseluruhan, penyusunan materi pembelajaran yang berlandaskan kearifan lokal di Madrasah Ibtidaiyah merupakan langkah strategis dalam mewujudkan pendidikan yang holistik dan berkarakter. Melalui integrasi nilai luhur yang terkandung pada kearifan lokal ke dalam bahan ajar, siswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan akademis, tetapi juga dibentuk menjadi individu yang memiliki kesadaran budaya dan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, upaya ini perlu memperoleh dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan agar dapat diimplementasikan secara optimal dan berkelanjutan. Dengan demikian, Madrasah Ibtidaiyah dapat menjadi garda terdepan dalam melestarikan kearifan lokal sekaligus mencetak generasi yang berkarakter dan berdaya saing global.