PERTI MENYATUKAN HATI SA SURAU DAN SA GURU
Khubah Iftitah Musyawarah Cabang Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Kabupaten Padang Pariaman, rabu. 28 Mei 20205 di PLHUT
Oleh: Duski Samad
Ketua Dewan Pakar PD PERTI Sumatera Barat
Judul di atas merujuk pada model pengembangan PERTI sebagai pusat keunggulan dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Perti sebagai ormas centre of excellence (CoE) adalah adalah menjadi pusat unggulan dalam memberikan kontribusi signifikan, inovatif, dan berkelanjutan dalam isu-isu strategis masyarakat melalui pelayanan, advokasi, dan pemberdayaan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan. Mewujudkan tata kelola organisasi yang profesional dan transparan. Menjadi rujukan dan model dalam pelayanan umat. Meningkatkan kontribusi dalam pembangunan bangsa.
Elemen utama adalah menegaskan visi dan misi pada penguatan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan pemberdayaan masyarakat. Keunggulan Perti adalah Pendidikan, Dakwah dalam kearifan lokal, serta mengerakkan sosial kemasyarakatan dalam sesuai kebutuhan lingkungan. Tema sa Surau dan sa Guru makksudnya menyatukan raso (dzouq) satu tempat mengaji dan sa guru. Efeknya adalah merujuk pada rasa spiritual atau pengalaman batin yang halus dan mendalam, yang diperoleh seorang salik (pejalan spiritual) dalam proses suluk (perjalanan ruhani).
PERTI, SURAU DAN GURU (ULAMA DAN MURSYID)
Sejarah kelahiran PERTI 05 Mei 1928 menunjukkan bahwa peran surau dan ulama surau sangat jelas dan terang benderang. Syekh Sulaiman Arrasuly Candung, ulama pengasuh Surau Baru di Candung bersama-sama dengan guru surau mengaji duduk (berhalaqah) diantaranya Syekh Muhammad Djamil Jaho, Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang dan Payakumbuh, Syekh Qadhi Abbas Ladang Laweh bersama ulama surau lainnya bersepakat meningkatkan sistim pembelajarannya menurut ikuti pola kaum modernis bersekolah. Mengubah Surau menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) dan Menyusun organisasinya bernama Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI), dalam perkembangan akhirnya menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah disingkat PERTI.
Pada waktu bersamaan surau-surau mengaji berhalaqah ada yang mengikuti sistim sekolah, namun bergabung dengan PERTI, sampai kelak PERTI menjadi Partai Islam PERTI, kemudian terjadi perbedaan pendapat tentang aspirasi politik PERTI berpisah menjadi TARBIYAH dan PERTI. Sejak oktober 2016 PERTI sudah kembali kekhittah secara kaffah dan kini hanya ada satu PERTI.
TATA KELOLA RUHIYAH DAN IJTIMAIYAH PERTI
Menata ulang dan membangun tata kelola organisasi PERTI Pasca Ishlah , walau sudah 9 tahun, tetap memerlukan kelapangan hati dan kesediaan untuk duduk bersama, bermusyawarah, mengembalikan ke tujuan awalnya, pinang baliak ka tampuak, sirih pulang ka gagang.
Sejatinya. ada banyak cara yang bisa dilakukan menjadikan PERTI sebagai keunggulan dengan tata kelola ruhiyah dan ijtimaiyah di era digital ini. Kerja organisasi berupa konsolidasi pendirian semua struktur dari Pusat sampai anak cabang dan ranting adalah tugas pimpinan terpilih nantinya.
Hemat kami program prioritas yang dapat mengungkit PERTI kembali hadir dihati umat yang memang aslinya sanad keilmuan dan paham keagamaanya diwarisi dari ulama-ulama PERTI adalah memastikan kuatnya kesadaran, kesatuan dan pergerakan yang terencana dan berkelanjutan. Kekuatan surau, Syekh, Tuanku, dan pegiat umat adalah modal sosial bagi PERTI untuk kekuatan itiqad ahlussunah waljamaah, mazhab syafi’ dan tasawuf.
Kesadaran kolektif dengan menggugah raso (dzouq) bahwa ulama Minagkabau yang orisinil memang satu guru, sa surau dan sa sanad dari Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman. Dzouq satu mursyid berarti seorang murid/talib hanya mengambil bimbingan rohani dari satu mursyid (guru spiritual), baik dalam bai’at, wirid, maupun adab suluk. Hal ini didasari pada prinsip bahwa perjalanan spiritual membutuhkan konsistensi, kepercayaan, dan ketundukan hati terhadap satu jalur bimbingan yang jelas. Ini silsilahnya ada pada tarekat Syathariyah. Sanad kedua adalah melalui jalur silsilah Syekh Ismail Simabur (wafat 185) pembawa pertama tarekat Naqsabandiyah di Minangkabau.
Kajian sanad keilmuannya mesti dihidupkan kembali bahwa ulama pengerak PERTI adalah penyambung sanad dan silsilah tarekat Syathariyah dan Naqsabandiyah. “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (QS. Al-Kahfi: 66 ).
Efek positif raso (dzouq) satu guru adan menjaga kestabilan ruhani, fokus dzikir dan wirid yang tidak bercabang, energi spiritual lebih murni dan tidak tertukar antara jalur tarekat. Kedalaman rasa spiritual. Dzouq lebih terasa karena adanya kesinambungan pembinaan ruhani. Tumbuh rasa ittiba’ (mengikuti) dan mahabbah (cinta rohani) kepada mursyid. Barokah Ketersambungan Sanad. Sanad yang bersambung secara utuh membawa limpahan nur dan ma’rifah yang tak terputus. Tata Adab dan Tunduk. Mendidik murid dalam adab mursyid-murid, menjauhkan ego dan kesombongan spiritual.
Menumbuhkan dzouq sa guru atau satu mursyid bukan berarti fanatik buta, tetapi bentuk disiplin ruhani dan loyalitas dalam jalan pencapaian ma’rifatullah. Seperti dokter jiwa, mursyid tahu dosis, terapi, dan penyakit muridnya. Satu resep dengan satu dokter. Jika semua dokter diberi wewenang meresepkan, bisa jadi racun bagi ruhani.
“Spirit Sa Surau Jo Sa Guru” adalah prinsip fundamental dalam sistem pendidikan surau di Minangkabau pada masa awal. Konsep ini menggambarkan kedalaman adab, loyalitas, dan kontinuitas dalam menuntut ilmu, terutama dalam tradisi keagamaan dan tarekat. “Sa Surau”: Artinya seorang murid (anak siak) belajar dan tinggal di satu surau — lembaga pendidikan tradisional Islam di Minangkabau.“Sa Guru“: Artinya setia berguru kepada satu orang guru (tuanku), tanpa berpindah-pindah guru sebelum diizinkan atau dianggap cukup secara ilmu dan adab.
Spirit pendidikan yang dikandungnya adalah adab dan keberkahan ilmu. Anak siak dilatih untuk taat, sabar, dan beradab dalam berguru. Ilmu diyakini tidak hanya ditransfer secara kognitif, tapi ditanamkan secara ruhani (ilmu dan nur). Kontinuitas dan Konsistensi. Belajar di satu surau memungkinkan proses pendidikan berlangsung berjenjang dan mendalam, tidak loncat-loncat. Murid bisa mengalami proses ruhani (suluk), bukan hanya kognitif.
Kehidupan Berbasis Surau. Surau bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga tempat tidur, makan, belajar, berkebun, dan berlatih kemandirian. Lahir karakter alim, mandiri, dan berjiwa sosial. Ketersambungan Sanad Ilmu. Dengan sa guru, terjaga sanad keilmuan, utuh dari guru ke murid hingga kepada Rasulullah SAW.
Implikasi Kultural dan Sosial. Identitas Kolektif: Anak surau diidentifikasi dari siapa guru dan suraunya. Solidaritas: Ada ikatan alumni satu surau yang kuat, membentuk jaringan ulama. Otoritas: Gelar seperti Tuanku, Syekh, Inyiak, muncul dari proses pendidikan panjang dan pengakuan kolektif.
Relevansi dalam Dunia Pendidikan Modern. Mendorong pembentukan pendidikan karakter berbasis adab dan akhlak. Menjadi model pendidikan holistik: spiritual, intelektual, dan sosial. Menghindari “shopping ilmu” tanpa kedalaman ruhani. “Di surau, ilmu itu bukan hanya didengar, tapi dirasakan dan diwarisi. Dan guru bukan hanya pengajar, tapi pembimbing jiwa.Surau adalah jiwa dari tradisi ulama tua Minangkabau.
Kerja paling awal adalah melakukan program penyatuan raso dan penghubung ruhaniyah sa guru dan sa surau sedangkan diusahakan menuliskan Ensiklopedia 100 Syekh dan Tuanku yang bersanad ilmu dengan Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman. Program ini dapat disandingkan dengan penguatan pendidikan pada Surau Mangaji duduk, Pondok Pesanteren dan jenis pendidikan yang gurunya bersanad ke Syekh Burhanuddin Ulakan, Kitab yang dipakai sejalan dengan pendidikan Perti (MTI) dan pimpinannya ilmunya bersanad dari ulama PERTI.
Kerja kedua adalah menyatukan gerak dakwah dan pembinaan umat melalui penguatan ulama, dai, mubaligh, majelis dzikir, majelis taklim melalui peningkatan kapitas lembaga, personal dan agenda bersama yang saling membesarkan. Awak sa surau, sa guru, sa sanad akan menjadi perekat ruhaniyah dan sekaligus menjadi kekuatan menghadapi mereka anti ahlussunah wal jamaah, mereka yang mudah membaiahkan dan siapapun yang menganggu ABSSBK dan wasthatiyah di tanah Minangkabau tempat kelahiran PERTI dan memang menancap dalam jiwa umat.
Agenda ketiga adalah mengkonsolidasikan sarjana, magister, doctor dan cendikiawan yang bersanad ilmunya dengan PERTI, selanjutnya ikut bergabung dan bergerak bersama dalam denyut nadi dakwah dan sosial yang dipimpin oleh Ustad Abdul Somad (UAS) sebagai Direktur Lembaga Penyelenggaraan Pendidikan Perti Nasional (LP3N) PERTI. Kegiatan Halaqah Digital PERTI setiap selasa, pukul 20.00 malam bersama UAS sebulan sekali dan ulama dan pakar PERTI adalah sarana untuk menyatukan dan akhirnya dapat membangun hubungan sosial, ekonomi, budaya dan keumatan lainnya.
Banyak hal yang akan dilakukan, namun tahap kembali bangkit kita berharap pengurus dapat segera membentuk semua struktur organisasi dan terlibat aktif dalam semua program kerja Perti Nasional, Daerah dan lembaga otonom PERTI. Alhamdulillah UAS pemimpinan nasional core PERTI, Pendidikan. Semoga PERTI menyatu (ittihad) sesuai tri bakti Pendidikan, Dakwah dan Amal Sosial. Selamat untuk pengurus terpilih dan terima kasih atas pengabdian pengurus lalu. Wallahuwaliyuttaufiq wal hidayah. DS.