“PIAMAN LAWEH” Kekhasan Tradisi, Adat dan Budayanya Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh209 Views

“PIAMAN LAWEH”
Kekhasan Tradisi, Adat dan Budayanya

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol Anak Nagari Desa Padusunan Kota Pariaman dan Nagari Sikabu Lubuk Alung Padang Pariaman

 

 

Sebutan “Piaman Laweh” sering digunakan untuk menggambarkan luasnya wilayah dan keberagaman budaya masyarakat Pariaman. Istilah ini memiliki makna yang mendalam dalam konteks adat, tradisi, dan budaya masyarakat setempat. Makna “Piaman Laweh” “Piaman” adalah penyebutan lokal untuk Pariaman, yang merupakan salah satu daerah pesisir di Sumatera Barat. “Laweh” dalam bahasa Minang berarti luas, mencerminkan bahwa masyarakat Pariaman tidak hanya terbatas pada wilayah administratif, tetapi juga tersebar di berbagai daerah.

Sebutan ini menunjukkan bahwa pengaruh budaya dan adat Pariaman melampaui batas geografisnya, terutama karena banyak masyarakatnya yang merantau ke berbagai daerah. Entitas yang terikat atau mengikatkan dengan tradisi, adat dan budaya Minangkabau dari segi wilayah administrasi Pemerintah awalnya mmencakup daerah, Kabupatan Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kabupaten Kepulauan Mentawai, dua yang terkahir adalah daerah pemecahan dari Kabupaten Padang Pariaman. Sebahagian dari Kabupaten Agam, sepanjang pesisir pantai Tiku dan sebahagian Kabupaten Pasaman Barat , daerah Sasak penduduk disini banyak tradisi, adat dan budaya ada kesamaan dengan Piaman laweh, bahkan di perantau mereka banyak bergabung dengan organisasi rantau asal Piaman Laweh.

Kekhasan tradisi, adat dan budaya Piaman Laweh yang tidak ada dalam umumnya adat Minangkabau di Darek pusat adat dan budaya Minangkabau, di antaranya:

1. Ba Suku Ka Ibu, Ba Nasab
Konteks dalam adat dan kekerabatan di Piaman Laweh menganut sistem matrilineal tetap menjadi dasar adat Pariaman, di mana garis keturunan dihitung dari pihak ibu. Namun sistim patrilinial sangat kuat, muncul dalam pepatah ba suku ka ibu, ba nasab ka ayah. Anak laki sukunya menurut ibunya, bersamaan itu iia mewarisi gelar Sidi, Sutan atau Bagindo dari ayahnya. Bako, kerabat ayah menjadi penentu dalam semua iven budaya, sejak kelahiran, perkawinan, kegiatan budaya sampai penyelenggaraan jenazah belum akan dilakukan bila bako yang wafat belum ada dan memberi izin.

2. Keterikatan dengan Nagari dan Kampung Halaman
Hubungan anak nagari dengan nagari, kampung dan korongnya begitu kental dan menjadi identitas budaya. Walaupun banyak orang Pariaman merantau, mereka tetap terikat dengan nagari dan adat asalnya. Filosofi “dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang” (di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung) menjadi prinsip hidup masyarakat Pariaman di perantauan. Ikatan paguyuban nagari jauh lebih solid dan kuat dibanding dengan pagyuban tingkat daerah, yang sudah lama ada Persatuan Kekeluargaan Daerah Piaman (PKDP), kini ada tingkat internasionalnya disebut PKDP se Dunia.

3. Pengaruh terhadap Tradisi dan Budaya
Tradisi Tabuik adalah salah satu bukti luasnya pengaruh budaya Pariaman, yang telah menjadi festival tahunan bertaraf nasional. Budaya maritim sangat kuat di Pariaman, mencerminkan keterbukaan masyarakatnya dalam berinteraksi dengan dunia luar. Kuatnya tradisi rantau menjadikan Pariaman sebagai daerah yang memiliki hubungan erat dengan berbagai wilayah di luar Sumatera Barat, seperti Medan, Jakarta, hingga Malaysia.

4. Pariaman sebagai Pusat Perdagangan dan Agama.
Sejak zaman dahulu, Pariaman adalah pusat perdagangan dan pelabuhan penting di pesisir barat Sumatera. Sebagai daerah maritim, Pariaman memiliki tradisi perdagangan yang kuat, sehingga banyak masyarakatnya yang sukses dalam bisnis di rantau. Selain itu, banyak ulama dan pendakwah berasal dari Pariaman, yang menyebarkan ajaran Islam ke berbagai daerah,

Sebutan “Piaman Laweh” bukan sekadar istilah geografis, tetapi juga mencerminkan luasnya pengaruh adat, budaya, dan semangat merantau masyarakat Pariaman. Identitas ini terus dipertahankan melalui adat, tradisi, serta hubungan erat antara masyarakat di kampung halaman dan perantauan.

Fungsi Adat dan Tradisi dalam Masyarakat Modern.
Meskipun dunia terus berkembang dengan teknologi dan perubahan sosial yang pesat, adat dan tradisi tetap memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat modern. Berikut adalah beberapa fungsi utama adat dan tradisi dalam era modern identitas dan jati diri. Adat dan tradisi menjadi ciri khas suatu komunitas yang membedakan satu kelompok dengan yang lain. Dalam dunia globalisasi, tradisi membantu masyarakat tetap mempertahankan akar budaya dan tidak kehilangan identitasnya. Masyarakat Piaman laweh menjadi perantau di nusantara dan mancanegara.

Perekat Sosial dan Solidaritas. Tradisi memperkuat rasa kebersamaan dan menjaga hubungan antar generasi dalam suatu masyarakat. Contohnya, dalam budaya Minangkabau, tradisi “Pulang kampuang” dan secara bersama-sama populer dengan sebutan “Pulang Basamo” saat Lebaran menguatkan hubungan keluarga dan kampung halaman.

Perantau Piaman Laweh adalah penyumbang bagi keluarga dan dunsanak di kampung halaman. Contoh paling nyata, saat musibah gempa 2007 rumah penduduk lebih cepat selesai dari kantor pemerintah. Karena bantuan dunsanak di rantau.

Panduan Norma dan Etika. Adat mengajarkan nilai-nilai moral, seperti sopan santun, gotong royong, dan menghormati orang tua. Dalam masyarakat modern, norma-norma ini tetap relevan dalam membentuk karakter individu dan keharmonisan sosial. Media Pendidikan dan Warisan Budaya. Tradisi berfungsi sebagai media pendidikan informal, yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan secara turun-temurun. Contohnya, upacara adat mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan, kesopanan, dan tanggung jawab kepada generasi muda.
Sarana Religius dan Spiritual. Banyak adat yang memiliki dimensi spiritual, seperti perayaan hari besar agama atau ritual tertentu yang memperkuat hubungan manusia dengan Tuhan. Contohnya, tradisi Balimau di Sumatera Barat sebelum Ramadan memiliki makna penyucian diri sebelum memasuki bulan suci.

Sumber Ekonomi dan Pariwisata. Adat dan tradisi yang dikemas dalam bentuk festival budaya, seni, atau wisata adat dapat menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat. Contoh: Festival Tabuik di Pariaman yang menarik wisatawan dan meningkatkan ekonomi lokal.
Adaptasi terhadap Perubahan Zaman. Adat dan tradisi dapat berkembang tanpa kehilangan esensinya, seperti pernikahan adat yang tetap mempertahankan nilai budaya tetapi lebih sederhana sesuai tuntutan zaman.

Teknologi juga membantu pelestarian adat, misalnya dengan dokumentasi digital atau promosi budaya melalui media sosial. Adat dan tradisi tidak hanya sekadar peninggalan masa lalu, tetapi tetap memiliki fungsi yang relevan dalam masyarakat modern. Sebagai identitas, perekat sosial, norma moral, hingga sumber ekonomi, adat dan tradisi dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai inti yang diwariskan.

Kekhasan Adat, Tradisi, dan Budaya di Pariaman.
Pariaman, salah satu daerah di Sumatera Barat, memiliki kekhasan adat, tradisi, dan budaya yang unik. Berakar kuat pada Adat Minangkabau, namun memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari daerah lain di Ranah Minang.

Tradisi Tabuik, Tabuik adalah festival tahunan khas Pariaman yang diadakan setiap 10 Muharram untuk memperingati peristiwa Karbala. Tradisi ini mencampurkan unsur budaya Minangkabau dengan pengaruh Syiah dari pedagang Muslim di masa lalu, meskipun kini lebih bernilai budaya daripada keagamaan. Puncaknya adalah pelepasan Tabuik ke laut, yang melambangkan penghormatan terhadap Hasan dan Husein.

Tradisi Basapa, yaitu peringatan hari wafat Syekh Burhanuddin Ulakan yang berlangsung setiap Rabu kedua bulan Syafar setiap tahunnya. Acara bersyafar yang berlangsung satu di awali Sapa gadang dan ditutup dengan Sapa ketek, Rabu ketiga bulan syafar. Kegiatan basapa berlangsung di komplek makam Syekh Burhanuddin, di surau Tanjung Medan tempat pendidikan surau Syekh Burhanuddin dan di surau Pondok tempat penyimpanan benda bersejarah Syekh Burhanuddin. Basapa kegiatannya berisikan ziarah bersama dan pertunjukkan pengajian Syekh Burhanuddin, khususnya ritual tarekat Syathariyah oleh kelompok pengikutnya dari berbagai daerah di nusantara.

Pariaman terkenal dengan budaya maritim, karena berada di pesisir pantai. Banyak masyarakatnya yang berprofesi sebagai nelayan, perajin perahu, dan pedagang antar pulau. Selain itu, Pariaman juga memiliki banyak pesantren dan surau, yang menjadi pusat pendidikan agama sejak dulu.

Kekhasan lain adalah tradisi ba hari rayo. Tradisi ini dilakukan setelah Idul Fitri dengan cara berkeliling mengunjungi sanak saudara, tetua adat, dan tokoh agama. Berbeda dari daerah lain, Ba Hari Rayo di Pariaman bisa berlangsung hingga beberapa hari, bukan hanya di hari pertama Lebaran. Perayaan Hari Raya Idul Fitri memiliki tradisi khas yang disebut “Ba Hari Rayo”. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan penghormatan terhadap leluhur serta sanak saudara.

Makna dan Filosofi Ba Hari Rayo.
Ba Hari Rayo merupakan tradisi berkunjung ke rumah sanak saudara, tetangga, dan kerabat setelah melaksanakan salat Idul Fitri. Tujuan utama adalah mempererat silaturahmi, meminta maaf, serta memperkuat hubungan kekeluargaan yang mungkin renggang selama setahun terakhir. Tradisi ini juga mengandung nilai adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, di mana adat dan agama saling menguatkan dalam kehidupan masyarakat.
Urutan Tradisi Ba Hari Rayo. Mengunjungi orang tua dan keluarga terdekat. Biasanya dimulai dari rumah orang tua, mertua, kakek-nenek, dan saudara kandung. Menghormati niniak mamak dan tetua adat. Setelah keluarga inti, masyarakat akan mengunjungi tokoh adat, pemuka agama, dan orang-orang yang dihormati.

Berkunjung ke tetangga dan sahabat. Setelah keluarga dan tokoh adat, barulah silaturahmi meluas ke tetangga dan teman-teman. Makan bersama dan berbagi hidangan khas. Makanan seperti rendang, lamang tapai, ketupat, dan gulai ikan khas Pariaman disajikan untuk tamu.
Perbedaan dengan Tradisi di Daerah Lain. Di Pariaman, Ba Hari Rayo bisa berlangsung hingga beberapa hari setelah Idul Fitri, bukan hanya di hari pertama. Tidak hanya keluarga inti, tetapi juga masyarakat umum ikut berpartisipasi dalam tradisi ini. Dampak Sosial dan Budaya. Mempererat hubungan sosial dan memperkuat rasa kekeluargaan. Melestarikan budaya dan nilai adat Minangkabau, khususnya di Pariaman. Mencegah perpecahan keluarga, karena kesempatan untuk saling memaafkan lebih terbuka.

Tradisi Ba Hari Rayo di Pariaman adalah bentuk nyata dari nilai-nilai Islam dan adat yang berpadu harmonis. Melalui silaturahmi, masyarakat tidak hanya mempererat hubungan, tetapi juga menjaga keberlangsungan budaya dan tradisi lokal yang telah diwariskan turun-temurun.
Pariaman juga memiliki adat pernikahan yang masih kuat. Dalam pernikahan adat Pariaman, pihak perempuan memiliki peran besar, bahkan pihak perempuan yang melamar laki-laki melalui perantara. Terdapat tradisi “Manjalang Mertuo”, di mana pengantin perempuan mengunjungi keluarga suami setelah menikah sebagai tanda penghormatan.

Kuliner Khas Pariaman. Pariaman memiliki masakan khas yang pedas dan berbumbu kuat, seperti: Sala Lauak (gorengan ikan berbumbu). Rakik Udang (kerupuk udang khas). Gulai Kapalo Lauak (gulai kepala ikan khas Pariaman). Pariaman memiliki adat dan tradisi yang unik, mencerminkan perpaduan antara adat Minangkabau, budaya maritim, dan pengaruh sejarah Islam. Tradisi seperti Tabuik, Ba Hari Rayo, dan Balimau tetap lestari, menunjukkan kuatnya identitas budaya masyarakat Pariaman di tengah perkembangan zaman.
Analisis ilmiah, sosiologis, dan antropologis dari konsep “Piaman Laweh” serta kekhasan adat, tradisi, dan budaya di Pariaman.

Analisis ilmiah, secara ilmiah, konsep “Piaman Laweh” dapat dikaji dari berbagai perspektif, termasuk sejarah, linguistik, dan budaya. Sejarah dan Geografi. Pariaman dikenal sebagai daerah pesisir yang sejak dahulu menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Sumatera Barat. Wilayahnya yang strategis memungkinkan interaksi budaya dengan berbagai komunitas, termasuk pedagang dari Gujarat, Arab, dan China.

Bahasa dan Etimologi. “Piaman” adalah bentuk lokal dari “Pariaman.” “Laweh” berarti luas, mencerminkan persebaran masyarakat Pariaman ke berbagai wilayah. Sebutan ini bukan hanya deskripsi geografis tetapi juga mencerminkan pengaruh sosial-budaya masyarakat Pariaman yang luas, terutama melalui tradisi merantau. Struktur Sosial dan Sistem Adat. Pariaman menganut sistem matrilineal, tetapi juga memiliki unsur patrilineal yang kuat. Istilah Ba Suku Ka Ibu, Ba Nasab Ka Ayah menunjukkan bahwa suku mengikuti garis ibu, sedangkan nasab (nama kehormatan) diwarisi dari ayah.

Dari perspektif sosiologi, “Piaman Laweh” menunjukkan karakter masyarakat yang dinamis dan berorientasi pada jaringan sosial yang luas. Mobilitas dan Tradisi Merantau. Masyarakat Pariaman memiliki mobilitas sosial tinggi dan tersebar di berbagai daerah, seperti Medan, Jakarta, dan Malaysia. Organisasi perantauan seperti Persatuan Keluarga Daerah Piaman (PKDP) menjadi perekat hubungan sosial antara rantau dan kampung halaman.

Perekat Sosial dan Identitas Budaya. Tradisi Ba Hari Rayo mencerminkan kuatnya rasa kebersamaan. Tradisi Tabuik sebagai simbol peringatan peristiwa Karbala menunjukkan bagaimana budaya Pariaman tetap menjaga identitasnya meskipun mendapat pengaruh dari luar.

Peran Agama dan Adat. Tradisi seperti Basapa memperlihatkan bagaimana agama dan adat bersinergi dalam kehidupan masyarakat. Filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” menjadi dasar dalam mengatur kehidupan sosial.
Secara antropologis, “Piaman Laweh” mencerminkan pola budaya masyarakat yang unik dalam konteks Minangkabau.

Struktur Kekerabatan dan Peran Gender. Meskipun Minangkabau dikenal dengan sistem matrilineal, di Pariaman ada peran kuat dari bako (keluarga ayah), terutama dalam penyelenggaraan upacara adat dan pemakaman. Perempuan tetap memegang peranan penting dalam sistem waris dan kepemilikan rumah gadang.

Tradisi dan Ritual Keagamaan. Tabuik merupakan contoh akulturasi budaya antara Islam dan tradisi lokal. Basapa sebagai bentuk penghormatan terhadap Syekh Burhanuddin menunjukkan bagaimana tarekat dan ajaran Islam membentuk kebiasaan religius masyarakat.

Ekonomi Tradisional dan Pariwisata Budaya. Sejak dulu, Pariaman adalah pusat perdagangan, dan hingga kini masyarakatnya dikenal sebagai pedagang ulung di rantau. Festival Tabuik kini berkembang sebagai objek wisata yang menarik banyak pengunjung. Kesimpulan “Piaman Laweh” bukan sekadar istilah geografis, tetapi juga mencerminkan luasnya pengaruh budaya, adat, dan jaringan sosial masyarakat Pariaman. Dalam konteks modern, adat dan tradisi Pariaman tetap lestari, beradaptasi dengan perubahan zaman, sekaligus memperkuat identitas budaya masyarakatnya. ds.29032025.

Leave a Reply