POST-RAMADHAN SLUMP: MENJAGA TAQWA PASCA RAMADHAN Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh351 Views

POST-RAMADHAN SLUMP:

MENJAGA TAQWA PASCA RAMADHAN

Oleh: Duski Samad

Khutbah Jumat Masjid Nurul Ilmi UNAND, 28 Maret 2025

 

 

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. al-Fussilat (41):30)

Mufassir klasik Tafsir Ibnu Katsir menulis bahwa ayat ini menjelaskan tentang keutamaan orang-orang yang bertauhid dan tetap istiqamah dalam keimanan serta amal saleh. Malaikat akan turun kepada mereka dalam tiga situasi: (1). Saat menjelang kematian, memberikan kabar gembira dan ketenangan. (2). Di alam kubur, menjaga mereka dari azab dan (3) Ketika hari kebangkitan, menyambut mereka dengan kabar bahagia.

Kalimat “jangan takut” menunjukkan bahwa mereka tidak perlu khawatir terhadap masa depan di akhirat. “Jangan bersedih” menandakan bahwa mereka tidak perlu cemas akan kehidupan dunia yang mereka tinggalkan.

Tafsir Al-Baghawi ayat ini menunjukkan bahwa istiqamah dalam agama adalah kunci keselamatan. Malaikat turun untuk menenangkan hati mereka dari rasa takut akan kematian dan kehidupan setelahnya. Surga yang dijanjikan di sini adalah balasan bagi orang-orang yang beriman dan teguh dalam menjalankan syariat Allah.

Tafsir Ath-Thabari, menafsirkan bahwa malaikat turun kepada mereka untuk meneguhkan hati mereka dan memberikan keyakinan bahwa janji Allah adalah benar. Istiqamah dalam ayat ini bermakna tetap berpegang teguh pada tauhid tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu pun.

Mufassir kotemporer Tafsir Sayyid Qutb (Fi Zhilalil Qur’an) menyoroti bagaimana ayat ini memberikan optimisme bagi orang-orang yang teguh dalam keimanan mereka. Malaikat turun sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang tetap berpegang teguh pada tauhid dan istiqamah. Sayyid Qutb menekankan bahwa istiqamah bukan hanya dalam akidah tetapi juga dalam tindakan, yaitu selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Tafsir Buya Hamka (Tafsir Al-Azhar) Hamka mengaitkan ayat ini dengan kehidupan manusia modern yang sering kali menghadapi ujian dalam keimanan. Beliau menegaskan bahwa istiqamah bukan berarti tidak pernah melakukan kesalahan, tetapi selalu kembali kepada Allah ketika tergelincir. Malaikat turun sebagai simbol dari ketenangan batin yang diberikan Allah kepada mereka yang tetap dalam jalan-Nya.

Tafsir Muhammad Abduh aAyat ini menjadi motivasi bagi umat Islam untuk tetap teguh dalam keimanan meskipun menghadapi tantangan zaman. Malaikat turun bukan hanya dalam bentuk fisik tetapi bisa juga dalam bentuk inspirasi dan kekuatan hati yang diberikan oleh Allah.

Istiqamah (keteguhan dalam keimanan dan ketaatan) adalah konsep penting dalam Islam diulang lagi dalam beberapa ayat di antaranya,  QS. Al-Ahqaf: 13. “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak (pula) bersedih hati.” Makna: Istiqamah membawa ketenangan hati dan menghilangkan rasa takut maupun kesedihan.

Dalam QS. Al-Imran: 101 ditegaskan “Bagaimana mungkin kamu (bisa) kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepadamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk ke jalan yang lurus.” Maknanya bahwa berpegang teguh kepada ajaran Allah adalah kunci istiqamah dan petunjuk ke jalan yang benar.

Pada QS. Al-Jinn: 16, “Dan sekiranya mereka tetap istiqamah di atas jalan (agama Allah), niscaya Kami akan memberi mereka air (rezeki) yang melimpah.” Istiqamah dalam agama akan membawa keberkahan dan rezeki dari Allah. Pada 5. QS. Hud: 112. “Maka tetaplah kamu istiqamah sebagaimana diperintahkan kepadamu, dan (juga) orang yang telah bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” Istiqamah adalah perintah langsung dari Allah kepada Rasulullah dan umat Islam agar tetap teguh dalam menjalankan agama tanpa melampaui batas.

Istiqamah adalah keteguhan dalam keimanan dan ketaatan kepada Allah, yang membawa keberkahan, ketenangan, serta jaminan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

POST-RAMADHAN SLUMP

Post-Ramadhan slump” adalah istilah dalam bahasa Inggris yang merujuk pada penurunan semangat ibadah dan ketakwaan setelah bulan Ramadhan. Fenomena ini terjadi ketika seseorang yang rajin beribadah selama Ramadhan—seperti shalat malam, membaca Al-Qur’an, dan puasa—mulai kehilangan kebiasaannya setelah bulan suci berakhir. Akibatnya, semangat spiritual dan ibadah menurun drastis, kembali ke rutinitas sebelum Ramadhan.

Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti: Hilangnya suasana Ramadhan yang penuh motivasi dan dukungan sosial. Kurangnya komitmen untuk mempertahankan kebiasaan ibadah. Godaan duniawi yang kembali mendominasi kehidupan sehari-hari. Untuk menghindari “post-Ramadhan slump”, penting untuk melanjutkan kebiasaan baik dari Ramadhan, seperti puasa sunnah, shalat malam, membaca Al-Qur’an, dan menjaga pergaulan yang baik.

Tercerahkan jiwa selama Ramadhan adalah investasi taqwa yang mesti dijaga dan dirawat.  Menjaga taqwa setelah Ramadhan adalah tantangan bagi setiap Muslim karena semangat ibadah yang meningkat selama bulan Ramadhan sering kali menurun setelahnya.

Berkomitmen untuk taat pada perintah istiqamah dalam (QS. Fussilat: 30). Ayat ini menunjukkan bahwa menjaga keistiqamahan dalam ibadah setelah Ramadhan akan mendapatkan keberkahan dan ketenangan dari Allah. Taqwa sebagai tujuan puasa (QS. Al-Baqarah: 183) mesti diingat bahwa taqwa bukan hanya untuk Ramadhan saja, tetapi harus terus dijaga setelahnya. Hadis Nabi ﷺ memandu untuk istiqamah dalam ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus dilakukan meskipun sedikit.” (HR. Bukhari & Muslim). Kunci menjaga taqwa setelah Ramadhan adalah kontinuitas dalam ibadah, meskipun dalam jumlah kecil.

Membiasakan puasa dunnah adalah bentuk konsistensi menjaga taqwa, “Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim, no. 1164). Puasa Syawal bisa menjadi salah satu cara mempertahankan semangat ibadah setelah Ramadhan.

Ulama membahas pentingnya menjaga ketakwaan pasca Ramadhan.

  1. a) Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Sebagian orang semangat beribadah di bulan Ramadhan, tetapi setelahnya kembali lalai. Ini adalah tanda ibadah mereka tidak dilakukan dengan ikhlas. Orang yang benar-benar bertakwa akan selalu berusaha menjaga ibadahnya, baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.”
  2. b) Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan, menyatakan: “Taqwa bukan hanya untuk Ramadhan. Jika seorang Muslim meninggalkan shalat atau ibadah lain setelah Ramadhan, ini menunjukkan bahwa ibadahnya sebelumnya bukan karena Allah, tetapi hanya mengikuti kebiasaan. Orang yang benar-benar bertakwa akan terus beribadah setelah Ramadhan sebagaimana di bulan Ramadhan.”

Kajian Ilmiah tentang menjaga taqwa setelah Ramadhan. Beberapa penelitian dan kajian Islam modern membahas tentang fenomena “post-Ramadhan slump” atau penurunan semangat ibadah setelah Ramadhan. Beberapa poin penting dari kajian ini: Psikologi Perubahan Kebiasaan.  Ramadhan menciptakan kebiasaan baru dalam diri Muslim, seperti shalat malam, membaca Al-Qur’an, dan berpuasa. Untuk menjaga kebiasaan ini, diperlukan usaha untuk terus melatih diri dengan rutinitas ibadah kecil tetapi konsisten. Manfaat Medis dan Fisiologis.

Penelitian menunjukkan bahwa puasa memiliki manfaat jangka panjang bagi kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Puasa sunnah setelah Ramadhan membantu mempertahankan manfaat kesehatan ini. Pendekatan Sosial dan Komunitas. Salah satu alasan orang lebih mudah beribadah di Ramadhan adalah karena suasana lingkungan yang mendukung. Untuk menjaga taqwa, penting untuk terus berinteraksi dengan komunitas Muslim yang baik dan mengikuti kajian keislaman.

Bagaimana cara menjaga taqwa setelah Ramadhan? Lanjutkan Ibadah Rutin: Tetap membaca Al-Qur’an, shalat malam, dan puasa sunnah (seperti puasa Syawal dan Senin-Kamis). Jaga Lingkungan yang Baik: Bergaul dengan orang-orang saleh dan mengikuti kajian Islam. Berdoa kepada Allah: Minta kepada Allah agar diberikan keistiqamahan dalam beribadah. Jaga Amal Kecil: Jangan tinggalkan amalan-amalan kecil seperti dzikir, sedekah, dan shalat sunah. Ingat Tujuan Akhir: Selalu ingat bahwa tujuan hidup adalah meraih ridha Allah dan surga-Nya.Semoga kita semua bisa menjaga ketakwaan setelah Ramadhan dan tetap istiqamah dalam beribadah.

Analisa Psikologis dan Sosiologis “Menjaga Taqwa Pasca Ramadhan”

Fenomena post-Ramadhan slump dapat dijelaskan melalui teori psikologi tentang perubahan kebiasaan dan motivasi:

  1. Kebiasaan dan Adaptasi. Ramadhan membentuk kebiasaan baru karena dilakukan secara intensif selama satu bulan penuh. Namun, menurut teori habit formation, sebuah kebiasaan bisa menghilang jika tidak diperkuat setelah periode tertentu. Setelah Ramadhan, motivasi intrinsik individu dalam beribadah bisa melemah karena tidak adanya dorongan eksternal seperti lingkungan Ramadhan yang mendukung.
  1. Teori Motivasi dan Willpower. Dalam teori psikologi, ada konsep ego depletion (kelelahan ego), yaitu ketika seseorang mengalami kelelahan dalam mempertahankan disiplin diri yang tinggi dalam jangka waktu tertentu. Ini menjelaskan mengapa banyak orang mengalami penurunan semangat ibadah setelah Ramadhan. Menurut Self-Determination Theory (SDT), ada tiga faktor yang bisa menjaga motivasi seseorang: Autonomy (kemandirian) dalam menjalankan ibadah secara sadar tanpa paksaan. Competence (kompetensi) dalam memahami dan melaksanakan ibadah. Relatedness (hubungan sosial) dalam menjaga lingkungan yang mendukung ibadah. Jika seseorang hanya bergantung pada faktor eksternal (misalnya suasana Ramadhan), maka setelah bulan suci berakhir, ibadahnya bisa melemah.
  2. Peran Mindfulness dalam Ibadah. Kesadaran penuh dalam ibadah (mindfulness) membantu seseorang tetap terhubung dengan nilai-nilai spiritualnya. Jika ibadah hanya dilakukan secara mekanis tanpa pemahaman mendalam, maka akan sulit menjaganya setelah Ramadhan. Teknik seperti self-reflection dan evaluasi diri setelah Ramadhan bisa membantu mempertahankan kebiasaan baik.

Analisa Sosiologis

Dari perspektif sosiologi, fenomena post-Ramadhan slump dapat dijelaskan melalui dinamika sosial dan budaya:

  1. Efek Lingkungan Sosial. Ramadhan menciptakan atmosfer religius yang kuat karena ada kebersamaan dalam menjalankan ibadah. Setelah Ramadhan, jika lingkungan sosial tidak lagi mendukung ibadah, seseorang lebih mudah mengalami kemunduran spiritual. Peran komunitas dalam membentuk identitas religius sangat penting. Kelompok yang aktif dalam pengajian, halaqah, atau komunitas Islam akan lebih mudah menjaga ketakwaan pasca Ramadhan.
  2. Teori Perubahan Sosial. Dalam sosiologi, ada konsep social reinforcement (penguatan sosial), di mana kebiasaan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Saat Ramadhan, ada penguatan sosial dalam bentuk ajakan beribadah, program kajian, dan semangat kolektif. Setelah Ramadhan, penguatan ini berkurang, sehingga seseorang perlu mencari cara untuk tetap terhubung dengan komunitas yang mendukung ibadah.
  3. Budaya Konsumerisme dan Godaan Duniawi. Setelah Ramadhan, budaya konsumerisme kembali mendominasi, seperti perayaan Idul Fitri yang sering berlebihan, fokus pada pekerjaan, dan rutinitas duniawi lainnya. Godaan duniawi ini dapat mengalihkan fokus seseorang dari kebiasaan ibadah yang sudah terbentuk selama Ramadhan.

Untuk mencegah post-Ramadhan slump, perlu ada pendekatan psikologis dan sosiologis yang berimbang: Dari sisi psikologi: fokus pada pembentukan kebiasaan secara bertahap dan menjaga motivasi intrinsik dalam beribadah. Dari sisi sosiologi: membangun lingkungan yang mendukung, mengikuti komunitas Muslim yang baik, dan tetap berinteraksi dengan orang-orang saleh. Jika pendekatan ini diterapkan, maka ketakwaan setelah Ramadhan bisa tetap terjaga dengan baik.

Kesimpulan: Menjaga taqwa setelah Ramadhan merupakan tantangan bagi setiap Muslim. Fenomena post-Ramadhan slump terjadi ketika seseorang kehilangan semangat ibadah setelah bulan suci berakhir. Penyebab utama fenomena ini adalah hilangnya suasana Ramadhan yang penuh dukungan sosial, lemahnya komitmen untuk mempertahankan kebiasaan ibadah, serta meningkatnya godaan duniawi.

Dari perspektif psikologi, perubahan kebiasaan memerlukan penguatan setelah Ramadhan agar tetap bertahan. Motivasi intrinsik harus dikuatkan, dan ibadah harus dilakukan dengan kesadaran penuh (mindfulness). Dalam sosiologi, lingkungan sosial sangat berperan dalam membentuk kebiasaan ibadah. Jika seseorang dikelilingi oleh komunitas yang mendukung, maka lebih mudah untuk tetap istiqamah setelah Ramadhan. Sebaliknya, jika penguatan sosial berkurang, risiko kemunduran spiritual meningkat.

Keistiqamahan dalam ibadah setelah Ramadhan adalah kunci untuk menjaga taqwa. Al-Qur’an dan hadis Nabi ﷺ menegaskan pentingnya kontinuitas dalam beribadah, bahkan dalam skala kecil. Dengan demikian, taqwa bukan hanya tujuan Ramadhan, tetapi harus menjadi prinsip yang terus dijaga sepanjang hidup.

Rekomendasi:

  1. Lanjutkan Ibadah Rutin: Tetap membaca Al-Qur’an, shalat malam, dan menjalankan puasa sunnah seperti puasa Syawal dan Senin-Kamis.
  2. Jaga Lingkungan yang Baik: Berinteraksi dengan orang-orang saleh dan bergabung dalam komunitas Muslim yang aktif dalam kajian Islam.
  3. Tingkatkan Kesadaran dalam Ibadah: Melaksanakan ibadah dengan kesungguhan hati dan memahami makna di balik setiap ritual keagamaan.
  4. Berdoa kepada Allah: Meminta pertolongan Allah agar diberikan keistiqamahan dalam beribadah.
  5. Jaga Amal Kecil: Mengamalkan ibadah ringan namun konsisten, seperti dzikir, sedekah, dan shalat sunnah.
  6. Evaluasi Diri: Melakukan refleksi rutin tentang kualitas ibadah dan mencari cara untuk meningkatkannya.
  7. Kurangi Pengaruh Duniawi yang Berlebihan: Menghindari konsumsi berlebihan dan tetap fokus pada kehidupan yang sederhana dan penuh makna.

Jika pendekatan ini diterapkan secara konsisten, insyaAllah ketakwaan setelah Ramadhan dapat terjaga dengan baik, sehingga semangat ibadah tidak hanya kuat di bulan suci tetapi juga sepanjang tahun.DS.28032025.

 

 

 

Leave a Reply