RAMADHAN:
Waktu Tepat untuk Melawan Korupsi dan Merehabilitasi Jiwa Koruptor
Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol
Melawan korupsi adalah menjadi tantangan besar, baik di tingkat individu, sosial, maupun negara. Korupsi bukan hanya soal tindakan melanggar hukum, tapi juga soal merusak moralitas dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang ada. Untuk melawan korupsi secara efektif, perlu ada pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Merehabilitasi jiwa koruptor adalah suatu pendekatan yang menekankan pada proses perubahan diri dan pertobatan, baik secara spiritual maupun psikologis, untuk memperbaiki perilaku korupsi. Dalam konteks ini, pendekatan yang dilakukan bisa bersifat multidimensi, yang tidak hanya mengandalkan hukuman atau sanksi, tetapi juga proses pemulihan dan edukasi yang bertujuan agar mereka menyadari kesalahan serta kembali kepada nilai-nilai moral yang baik.
Bulan Ramadhan tidak hanya berpuasa dari makan dan minum, tetapi juga harus berpuasa dari segala bentuk kezaliman, termasuk korupsi. Korupsi bukan hanya kejahatan hukum, tetapi juga dosa besar yang merusak diri sendiri dan masyarakat. Oleh karena itu, Ramadhan adalah momen terbaik untuk mendidik masyarakat tentang bahaya korupsi dan merehabilitasi jiwa para koruptor agar kembali ke jalan yang benar.
1. Korupsi dalam Pandangan Islam
Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Korupsi termasuk dalam kategori ghulul (penggelapan harta) yang dikecam keras dalam Al-Qur’an dan Hadis. Allah SWT berfirman: artinya…“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Rasulullah SAW bersabda: artinya..“Barang siapa yang kami angkat untuk mengurus suatu pekerjaan dan kami telah memberinya gaji, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah ghulul (harta haram).” (HR. Abu Dawud).
Dari ayat dan hadis di atas dipahami bahwa korupsi adalah perbuatan memakan harta orang lain secara batil. Koruptor menggunakan jabatan dan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi. Korupsi menghancurkan keadilan sosial dan ekonomi. Korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan moralitas individu yang melakukannya.
2. Ramadhan Pendidikan Anti-Korupsi
Ramadhan adalah waktu terbaik untuk melatih kejujuran, disiplin, dan integritas, karena puasa melatih kejujuran dan pengendalian diri. Saat berpuasa, tidak makan dan minum meskipun tidak ada orang yang melihat. Ini adalah pelajaran penting bahwa kejujuran harus dijaga baik di depan umum maupun saat tidak ada yang melihat. Korupsi terjadi karena kurangnya rasa takut kepada Allah dan lemahnya kontrol diri.
Menanamkan sifat amanah dalam Diri. Nabi Muhammad SAW dijuluki Al-Amin (Yang Terpercaya) karena integritasnya. Ramadhan mengajarkan kita untuk menjadi pemimpin dan individu yang amanah dalam segala hal.
Mengajarkan keadilan dan kepedulian sosial. Ramadhan mengajarkan untuk merasakan penderitaan orang miskin. Korupsi adalah lawan dari keadilan sosial, karena mengambil hak rakyat yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan umum. Islam mengajarkan bahwa pemimpin yang tidak adil akan mendapat hukuman berat di akhirat.Jika nilai-nilai ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka generasi mendatang akan tumbuh dengan kesadaran anti-korupsi sejak dini.
3. Rehabilitasi Jiwa Koruptor di Bulan Ramadhan.
Bagi mereka yang telah terjerumus dalam korupsi, Ramadhan adalah waktu terbaik untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Taubat nasuha sebagai jalan kembali. Allah selalu membuka pintu taubat bagi siapa saja yang ingin kembali ke jalan yang benar. Koruptor yang ingin bertaubat harus: Menyesali perbuatannya dengan tulus. Mengembalikan harta yang telah dikorupsi. Berjanji tidak mengulangi perbuatan tersebut. Melakukan amal kebaikan untuk menebus kesalahan. Allah SWT berfirman:”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka akan diganti Allah dengan kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70).
Mengalihkan nafsu eerakah dengan amal kebaikan. Sedekah dan zakat bisa menjadi sarana untuk menghapus kesalahan di masa lalu. Koruptor harus mengganti kesalahannya dengan membantu masyarakat dan memperbaiki sistem yang rusak. Meningkatkan ketaatan kepada Allah. Memperbanyak shalat malam dan dzikir untuk melembutkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah. Bersikap sederhana dan menjauhi gaya hidup mewah yang mendorong seseorang untuk mencari harta secara haram. Dengan langkah-langkah ini, seorang yang pernah terjerumus dalam korupsi bisa kembali menjadi hamba Allah yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Peran masyarakat dalam mewujudkan budaya anti-korupsi. Pendidikan anti-korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga tugas seluruh masyarakat. Beberapa hal yang bisa dilakukan: Membentuk budaya kejujuran sejak dini. Pendidikan anti-korupsi harus diajarkan sejak sekolah dasar. Menjaga sistem yang transparan dan bersih. Setiap lembaga harus memiliki sistem yang mencegah korupsi. Mendorong pemimpin yang amanah. Pilihlah pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan tidak mudah tergoda oleh uang. Memberikan sanksi yang tegas. Masyarakat harus mendukung penegakan hukum terhadap koruptor. Jika masyarakat bersatu dalam menegakkan nilai-nilai kejujuran, maka budaya korupsi bisa dihilangkan.
Ramadhan adalah waktu terbaik untuk pendidikan anti-korupsi dan rehabilitasi jiwa koruptor. Puasa melatih kejujuran dan pengendalian diri. Menanamkan integritas dalam kehidupan sehari-hari. Menanamkan amanah dan tanggung jawab. Mengajarkan pentingnya menjadi pemimpin yang jujur. Mencegah keserakahan dengan zakat dan sedekah. Menghilangkan mental korupsi sejak dini. Taubat sebagai jalan kembali bagi para koruptor. Memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Peran masyarakat dalam menciptakan sistem yang bersih. Menjadikan kejujuran sebagai budaya yang dijaga bersama. Mari jadikan Ramadhan ini sebagai awal perubahan menuju masyarakat yang lebih jujur, adil, dan bebas dari korupsi.
Pendidikan Anti-Korupsi dan Rehabilitasi Jiwa Koruptor adalah mengandung dua konsep utama: pendidikan anti-korupsi sebagai upaya preventif dan rehabilitasi jiwa koruptor sebagai upaya kuratif. Dari sudut pandang filsafat, judul ini dapat dianalisis melalui beberapa perspektif utama: etika, filsafat politik, dan filsafat manusia.
Perspektif Etika: Korupsi sebagai Masalah Moral.
Korupsi pada dasarnya adalah pelanggaran terhadap etika dan moral yang merusak keadilan sosial. Dalam filsafat etika, ada beberapa pendekatan untuk memahami korupsi. Etika Deontologi (Immanuel Kant). Dalam pandangan Kantian, tindakan harus didasarkan pada prinsip moral yang universal. Korupsi adalah tindakan yang melanggar imperatif kategoris, yaitu prinsip bahwa seseorang harus bertindak sesuai dengan aturan yang dapat berlaku bagi semua orang. Jika semua orang korup, sistem hukum dan kepercayaan sosial akan runtuh.
Etika Utilitarianisme (Jeremy Bentham & John Stuart Mill). Korupsi merugikan kepentingan banyak orang demi keuntungan segelintir individu. Dari sudut pandang utilitarian, pendidikan anti-korupsi menjadi penting karena membantu menciptakan kebijakan yang memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat luas.
Etika Kebajikan (Aristoteles). Korupsi menunjukkan karakter yang buruk (vicious character). Dalam etika kebajikan Aristotelian, pendidikan anti-korupsi harus menanamkan moralitas, kejujuran, dan tanggung jawab publik agar individu tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakter baik (eudaimonia).
Perspektif Filsafat Politik: Korupsi dan Stabilitas Negara.
Korupsi tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga merusak sistem politik dan ekonomi suatu negara. Thomas Hobbes: Korupsi sebagai Ancaman terhadap Kontrak Sosial, Hobbes berpendapat bahwa masyarakat menyerahkan sebagian kebebasannya kepada negara melalui kontrak sosial demi ketertiban. Korupsi melanggar kontrak ini karena pejabat yang seharusnya melindungi rakyat justru menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
John Locke: Korupsi sebagai Pengkhianatan terhadap Hak Asasi. Locke menekankan bahwa pemerintah harus melindungi hak hidup, kebebasan, dan properti rakyat. Koruptor mengkhianati prinsip ini dengan mencuri sumber daya publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Jean-Jacques Rousseau: Korupsi dan Kehancuran Kehendak Umum. Rousseau memperkenalkan konsep kehendak umum (general will), yaitu kepentingan kolektif masyarakat. Korupsi menciptakan ketimpangan sosial karena pejabat hanya mengejar kepentingan pribadi, bukan kepentingan bersama.
Perspektif Filsafat Manusia: Rehabilitasi Jiwa Koruptor.
Judul ini tidak hanya berbicara tentang pencegahan korupsi tetapi juga bagaimana merehabilitasi koruptor agar bisa kembali menjadi individu yang bermoral. Ini dapat dikaji dari beberapa pendekatan: Plato: Jiwa yang Tidak Seimbang sebagai Akar Korupsi. Dalam filsafat Plato, jiwa manusia terdiri dari akal (reason), keberanian (spirit), dan nafsu (appetite). Koruptor cenderung memiliki jiwa yang didominasi oleh nafsu dan kehilangan kendali akal dan keberanian moral. Rehabilitasi jiwa koruptor harus mengembalikan keseimbangan ini melalui pendidikan etika.
Al-Ghazali: Penyembuhan Hati dari Sifat Tamak. Al-Ghazali berpendapat bahwa keserakahan (hubb al-dunya) adalah penyakit hati yang harus disembuhkan dengan taubat, introspeksi, dan ibadah. Dalam konteks rehabilitasi koruptor, pendekatan ini menekankan pentingnya kesadaran spiritual dan pengendalian diri.
Filsafat Eksistensialisme (Jean-Paul Sartre): Tanggung Jawab atas Pilihan Hidup. Sartre menekankan bahwa manusia bebas memilih tindakannya dan bertanggung jawab atas konsekuensinya. Koruptor tidak bisa menyalahkan lingkungan atau sistem, tetapi harus mengakui kesalahannya dan secara sadar memilih jalan perbaikan.
Pendidikan anti-korupsi dan rehabilitasi jiwa koruptor bukan hanya pendekatan hukum, tetapi juga memiliki dimensi moral, politik, dan eksistensial. Pendidikan anti-korupsi harus menanamkan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab sejak dini, sementara rehabilitasi jiwa koruptor harus berfokus pada kesadaran moral dan spiritual. Dengan demikian, pendekatan filosofis ini memberikan solusi yang lebih mendalam dalam upaya menciptakan masyarakat yang bebas dari korupsi.
PENDEKATAN KONSELING DAN BIMBINGAN SLAM
Pendekatan konseling dan bimbingan Islam dalam pendidikan anti-korupsi dan rehabilitasi koruptor dapat memberikan solusi berbasis nilai-nilai spiritual, moral, dan etika Islam. Dalam konteks ini, ada dua aspek utama yang bisa dikembangkan:
1. Pendidikan Anti-Korupsi dalam Bimbingan Islam.
Bimbingan Islam menanamkan nilai-nilai akhlak dan spiritual untuk membentuk karakter individu agar memiliki integritas dan tidak terjerumus dalam tindakan korupsi. Beberapa langkah dalam pendidikan anti-korupsi berbasis bimbingan Islam meliputi:
Pemahaman Nilai-Nilai Islam tentang Kejujuran dan Amanah. Islam sangat menekankan kejujuran (ṣidq), amanah, dan keadilan sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sosial dan pemerintahan. Dalil terkait: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58). Hadis Nabi: “Barang siapa menipu, maka ia bukan golonganku.” (HR. Muslim).
Pendidikan tentang Dampak Korupsi. Islam mengajarkan bahwa korupsi merugikan masyarakat dan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap hak orang lain. Dalil: “Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188).
Penerapan Spiritualitas Islam dalam Pencegahan Korupsi. Memperkuat ketakwaan kepada Allah agar merasa diawasi (muraqabah). Melatih keikhlasan dalam bekerja sebagai ibadah. Mempraktikkan konsep hisbah (pengawasan sosial dalam Islam).
2. Rehabilitasi Koruptor melalui Konseling Islam
Konseling Islam berperan dalam merehabilitasi koruptor agar kembali ke jalan yang benar melalui pendekatan psikologis dan spiritual. Beberapa strategi rehabilitasi adalah Taubat dan Istighfar. Mengajarkan konsep taubat nasuha, yaitu taubat yang sungguh-sungguh. Dalil: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya…” (QS. At-Tahrim: 8). Muhasabah (Introspeksi Diri). Membantu pelaku menyadari kesalahan dan dampaknya terhadap masyarakat. Dalil: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab…” (HR. Tirmidzi).
Pendekatan Ruqyah dan Zikir untuk Pemulihan Jiwa. Menguatkan mental dan spiritual dengan zikir serta membaca Al-Qur’an. Kegiatan Sosial sebagai Bentuk Tebusan (Kaffarah). Mendorong mantan koruptor untuk aktif dalam kegiatan sosial dan infaq. Dalil: “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu menghapus kesalahan-kesalahan.” (QS. Hud: 114). Pendekatan ini bukan hanya membantu dalam pencegahan korupsi, tetapi juga dalam rehabilitasi moral dan spiritual bagi pelakunya agar mereka kembali menjadi individu yang lebih baik dalam masyarakat.
Bahagian akhir disampaikan kesimpulan bahwa bulan Ramadhan bukan sekadar ibadah menahan lapar dan dahaga, tetapi juga momentum untuk melatih diri dari segala bentuk kezaliman, termasuk korupsi. Korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga dosa besar yang merusak individu dan masyarakat. Oleh karena itu, Ramadhan menjadi waktu yang tepat untuk pendidikan anti-korupsi dan rehabilitasi jiwa koruptor.
Dalam Islam, korupsi termasuk dalam kategori ghulul (penggelapan harta) yang sangat dilarang. Al-Qur’an dan hadis menegaskan bahwa memakan harta secara batil adalah perbuatan keji yang berlawanan dengan prinsip keadilan. Ramadhan, dengan ajaran puasa, mengajarkan kejujuran, pengendalian diri, dan amanah—nilai-nilai utama dalam membangun karakter anti-korupsi.
Bagi para koruptor, Ramadhan juga menjadi kesempatan emas untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Taubat nasuha, pengembalian harta yang dikorupsi, dan meningkatkan amal kebaikan dapat menjadi langkah rehabilitasi spiritual. Selain itu, masyarakat memiliki peran penting dalam membangun budaya anti-korupsi dengan pendidikan sejak dini, sistem yang transparan, dan penegakan hukum yang tegas.
Dari perspektif filsafat, pendidikan anti-korupsi adalah upaya preventif untuk membangun karakter yang berintegritas, sementara rehabilitasi jiwa koruptor adalah upaya kuratif untuk mengembalikan keseimbangan moral seseorang. Dalam etika Kantian, korupsi melanggar prinsip moral universal; dalam filsafat politik, korupsi merusak kontrak sosial dan keadilan umum; dalam filsafat manusia, korupsi adalah akibat dari ketidakseimbangan jiwa yang harus diperbaiki. Dengan menjadikan Ramadhan sebagai momentum perbaikan, individu dan masyarakat dapat bersama-sama menciptakan budaya jujur, adil, dan bebas dari korupsi. ds@14022025.