TAHIYYAH:  SIMBOL KEPERCAYAAN, KEPEDULIAN DAN KEBAIKAN  Oleh Duski Samad

Artikel Tokoh290 Views

TAHIYYAH: 

SIMBOL KEPERCAYAAN, KEPEDULIAN DAN KEBAIKAN 

Oleh Duski Sam

Khutbah Jumat, 07 Maret 2025 di Masjid Muhajirin Pasir Putih Kota Padang

 

Artinya: “Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (penghormatan itu yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”(QS. An-Nisa’ 4: 86)

Ayat di atas dapat menjadi sumber inspirasi untuk menghadirkan menjadi muslim manusiawi, karena salam sudah kuat dimemori umat, sudah mentradisi dalam interaksi sosial biasa dan formal. Hanya harus diakui internalisasi makna salam sebagai pintu awal menjadi muslim yang manusiawi, kosmopolitan dan warga dunia. Muslim yang selamat, rahmat dan berkah diyakini menghargai keragaman anugerah untuk membuktikan lita’arafu (QS. al-Hujurat 11).

Mereka yang terbiasa dan berkarakter salam akan mudah menerima beda iman, beda pilihan, beda lainnya, sebab hidup memang harus berbeda, dalam perbedaan itu ada rahmat, ikhtilafu ummati rahmat, lakum dinakum waliyaddin, kulluhizbin bima ladaihim farihum dan banyak lagi ayat yang meniscayakan adanya beda dan perbedaan. Selamat, rahmat dan berkah adalah juga tali pengikat Islam rahmatan lil alamin. Ulasan mufassir tentang selamat, rahmat dan berkah telah membuka pikiran luas umat cerdas.

Makna tahiyyah (التحية) dalam Al-Qur’an dapat ditemukan dalam beberapa ayat, dan tafsir klasik serta kontemporer memberikan berbagai perspektif dalam menafsirkannya. Kata tahiyyah berasal dari akar kata ḥayyā (حيّا) yang berarti “menyapa,” “mengucapkan salam,” atau “memberikan penghormatan.” Dalam Al-Qur’an, kata ini digunakan dalam konteks salam dan penghormatan di antara manusia serta doa keselamatan dari Allah.

Tafsir klasik menekankan makna tahiyyah sebagai bentuk salam dan penghormatan yang harus dibalas dengan lebih baik atau setidaknya setara. Beberapa pandangan dari mufasir klasik. Tafsir Ibnu Katsir: Tahiyyah dalam ayat ini mencakup salam Islam “Assalamu’alaikum” dan bentuk penghormatan lainnya. Jika seseorang memberi salam, maka wajib membalasnya dengan yang lebih baik, seperti menambah “Warahmatullahi Wabarakatuh.”

 

Tafsir Al-Qurtubi: Ia menambahkan bahwa tahiyyah juga bisa berupa penghormatan secara umum, bukan hanya salam Islam, seperti ungkapan penghormatan dalam budaya tertentu, tetapi salam terbaik adalah yang diajarkan dalam Islam. Tafsir At-Tabari:Menyatakan bahwa tahiyyah di sini mencakup semua bentuk penghormatan, baik dengan kata-kata maupun perbuatan, dan seorang Muslim dianjurkan untuk membalas dengan lebih baik.

Tafsir kontemporer cenderung memperluas makna tahiyyah tidak hanya sebagai salam lisan, tetapi juga sebagai konsep sosial dalam hubungan antar manusia. Tafsir Sayyid Qutb (Fi Zhilalil Qur’an): Ia menekankan bahwa ayat ini mengajarkan etika sosial dalam Islam, yaitu membalas kebaikan dengan yang lebih baik sebagai bentuk akhlak Islam yang luhur.

 

Tafsir Muhammad Abduh: Menafsirkan bahwa ayat ini menunjukkan prinsip kesopanan sosial dan etika interaksi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hubungan antarbangsa. Salam bukan hanya formalitas, tetapi ekspresi rasa hormat dan kedamaian. Tafsir Wahbah az-Zuhaili (Tafsir al-Munir): Menyatakan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menyebarkan kedamaian melalui salam dan interaksi yang baik, serta menunjukkan bahwa konsep ini dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih luas.

Inti dari tahiyyah adalah menjadi muslim yang manusiawi. Ada tiga prinsip interaksi muslim yang manusiawi itu yaitu salam, rahmat dan berkah, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh (selamat, rahmat dan berkah untuk kamu semua). Secara lebih luas dapat dijelaskan ketiga kata kunci muslim manusiawi.

Pertama: Karakter Selamat dan Menyelamatkan.

Selamat yang dimaksud dalam salam adalah simbol kepercayaan terhadap mereka yang disampaikan salam padanya. Saat ini kepercayaan terhadap saudara sendiri sulit menerimanya, karena massif dan maraknya pelanggar kepercayaan dari orang-orang yang diberi kepercayaan, pemimpin, pejabat dan aparat pelanggar kepercayaan umat. Lebih sulit menyelamatkan, sebab banyak pembaca salam memilih menyelamatkan diri sendiri, tanpa mengindahkan saudaranya tidak selamat, nauzubillahi minzalik.

Pengertian selamat yang terkandung dalam assalamulaikum mendapat pembahasan. Ucapan “Assalamu’alaikum” (السلام عليكم) memiliki makna mendalam dalam Islam, baik dalam tafsir klasik maupun modern. Ungkapan ini berarti “Semoga keselamatan (damai) atas kalian”, yang mencerminkan doa dan harapan baik bagi penerimanya. Para mufasir klasik menafsirkan Assalamu’alaikum sebagai bagian dari ajaran Islam dalam menyebarkan kedamaian dan menjaga hubungan baik antar sesama Muslim.

Dalam tafsirnya terhadap QS. An-Nisa: 86—yang membahas pentingnya membalas salam—Ibnu Katsir menjelaskan bahwa salam ini adalah bentuk doa agar Allah memberikan keselamatan, rahmat, dan keberkahan kepada orang yang diberi salam. Ia juga menekankan bahwa membalas salam dengan yang lebih baik adalah sunnah.

 

At-Tabari menafsirkan bahwa ucapan Assalamu’alaikum adalah bentuk penghormatan yang berasal dari ajaran Islam dan para nabi sebelumnya. Ia juga menegaskan bahwa salam ini bukan sekadar kata-kata, tetapi mengandung makna doa keselamatan dan perlindungan dari Allah. Menurut Al-Qurtubi, salam ini mengandung unsur tahiyyah (penghormatan) dan du’a (doa). Ia juga menjelaskan bahwa orang yang memberi salam lebih utama dibandingkan yang menjawab, karena ia telah lebih dahulu menyebarkan kebaikan.

Tafsir modern lebih menyoroti Assalamu’alaikum dalam konteks sosial, etika, dan universalitas Islam. Qutb menekankan bahwa salam ini bukan sekadar ucapan, tetapi mencerminkan karakter Islam sebagai agama perdamaian. Menyebarkan salam berarti menyebarkan rasa aman dan kasih sayang dalam masyarakat. Menurut Muhammad Abduh, Assalamu’alaikum memiliki dimensi lebih luas dalam membangun hubungan sosial. Islam mengajarkan umatnya untuk memulai interaksi dengan salam sebagai bentuk penghormatan dan pengingat bahwa semua Muslim bersaudara. Az-Zuhaili menafsirkan salam ini sebagai bagian dari akhlak Islam yang luhur, bukan hanya bagi Muslim tetapi juga dalam hubungan dengan non-Muslim. Ia menekankan bahwa Islam mengajarkan kesejahteraan dan keselamatan bagi seluruh manusia.

Para ulama menegaskan bahwa salam bukan hanya sapaan, tetapi juga bagian dari sunnah dan adab dalam Islam. Dalam Riyadhus Shalihin, An-Nawawi menyebutkan bahwa memberikan salam adalah sunnah dan menjawabnya adalah wajib jika diberikan secara langsung. Ia juga menjelaskan bahwa salam adalah salah satu cara mempererat ukhuwah Islamiyah.

 

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan bahwa salam adalah ekspresi kasih sayang dan doa. Ia menekankan bahwa ketika seseorang memberi salam, ia berkomitmen untuk tidak menyakiti orang yang diberi salam. Dalam Zad Al-Ma’ad, Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa salam memiliki dampak psikologis positif dalam menciptakan suasana harmonis. Ia juga menyebut bahwa memberi salam adalah tanda ketawadhuan dan cinta terhadap sesama.

Para akademisi yang meneliti Islam melihat salam ini sebagai bagian dari nilai budaya, sosial, dan agama. Al-Qaradawi menjelaskan bahwa salam adalah identitas Muslim dan simbol persatuan. Dalam kajiannya, ia menyatakan bahwa salam adalah ajaran universal yang bisa digunakan untuk membangun hubungan lintas budaya.

 

Dalam tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menyebut bahwa salam Islam bukan sekadar formalitas, tetapi harus dihayati sebagai wujud kepedulian dan doa agar sesama Muslim hidup dalam kedamaian dan keselamatan. Nasr, seorang akademisi Muslim di Barat, menyebut bahwa Assalamu’alaikum adalah refleksi dari konsep rahmatan lil ‘alamin. Ia menekankan bahwa Islam mengajarkan kedamaian, dan salam ini adalah manifestasi dari nilai tersebut.

Ucapan “Assalamu’alaikum” (السلام عليكم) secara harfiah berarti “Semoga keselamatan (damai) atas kalian.” Kata salam (سلام) berasal dari akar kata (s-l-m), yang memiliki makna dasar, ;keselamatan (bebas dari bahaya dan keburukan), kesejahteraan (keadaan yang baik, tanpa kekurangan) dan kedamaian (hidup dalam ketenangan dan harmoni). Dalam konteks Islam, “selamat” dalam Assalamu’alaikum mencakup beberapa aspek.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, salam ini adalah doa agar orang yang diberi salam selamat dari segala bentuk bahaya, musibah, dan keburukan, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Imam Al-Ghazali, ucapan salam adalah harapan agar seseorang mendapatkan kehidupan yang penuh berkah, aman, dan damai. Beberapa ulama, seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, menjelaskan bahwa Assalamu’alaikum juga bermakna doa agar seseorang selamat dari azab Allah dan mendapatkan ampunan serta rahmat-Nya. Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seorang Muslim adalah orang yang membuat Muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan bahwa salam bukan hanya ucapan, tetapi juga janji bahwa orang yang mengucapkannya tidak akan menyakiti orang yang diberi salam.

Kedua: Rahmat, Kasih dan Sayang.

Pembaca salam yang fasih tidak sedikit yang sudah mati jiwa kasih sayang dan menyangi sesama. Merencanakan dengan sistimatis, rapi, bersekonkol kejahatan oleh orang cerdas adalam indikasi sudah offnya jiwa rahmat mereka. Juara liga korupsi Pertamina kononya dalam lima tahun belakangan sudah mengoplos BBM, mengorbankan konsumen dan negara, sudah mendekati angka 1000 triliyun korupsinya. Dimana jiwa rahmat mereka?

Dalam ucapan lengkap “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” (السلام عليكم ورحمة الله وبركاته), terdapat kata “rahmat” (رحمة) yang berarti kasih sayang dan keberkahan dari Allah. Rahmatullah berarti rahmat dari Allah, yang mencakup segala bentuk kasih sayang, ampunan, dan kebaikan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Kasih Sayang dan Perlindungan Allah. Ketika seseorang mengucapkan salam, ia sebenarnya mendoakan orang lain agar mendapatkan kasih sayang dan perlindungan dari Allah. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa rahmat Allah mencakup petunjuk, rezeki, kesehatan, dan kemudahan dalam hidup.

Ampunan dan Hidayah.Rahmat juga bermakna ampunan dan hidayah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:”Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf: 156). Ini menunjukkan bahwa rahmat Allah mencakup ampunan atas dosa dan petunjuk menuju kebenaran. Berkah dalam Kehidupan. Rahmat juga berarti keberkahan dalam hidup, baik dalam harta, keluarga, maupun kebahagiaan batin.

Tafsir Al-Qurtubi menyebutkan bahwa ketika seseorang mengucapkan salam dengan warahmatullah, ia sedang mendoakan agar orang lain diberikan hidup yang penuh keberkahan. Rahmat sebagai Penghubung Silaturahmi. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebut bahwa mengucapkan salam dengan warahmatullah adalah bagian dari membangun ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan menumbuhkan kasih sayang antarsesama.

Ketiga Berkah (Manfaat, Nilai Tambah dan Kebahagian)

Siapapun sang pemberi salam dalam setiap pidato resmi dan informal sering kali tidak mendapatkan berkah seperti yang dijelaskan mufassir dan ulama, berkah itu ada manfaat, nilai tambah dan membawa kebahagiaan. Pemberi salam yang suka bohong, senang hura-hura, tidak ada nilai tambah (value added), resah dan gelisah adalah mereka yang kehilangan internalisasi salam.

Dalam ucapan “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” (السلام عليكم ورحمة الله وبركاته), terdapat kata “wabarakatuh” (وبركاته) yang berasal dari kata “barakah” (بركة). Barakah berarti kebaikan yang terus bertambah, melimpah, dan membawa manfaat dalam kehidupan seseorang. Keberkahan dalam Hidup. Saat seseorang mengucapkan salam dengan wabarakatuh, ia mendoakan agar kehidupan orang yang diberi salam dipenuhi kebaikan yang melimpah dan terus bertambah.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa berkah Allah bisa berupa umur panjang yang bermanfaat, rezeki yang halal, ilmu yang berguna, serta keluarga yang bahagia. Keberkahan dalam Waktu dan Amal. Keberkahan tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam waktu dan amal. Tafsir Al-Qurtubi menyebutkan bahwa barakah dalam salam berarti memohon agar Allah memberikan umur yang bermanfaat dan amal yang diterima. Keberkahan dalam Hubungan Sosial.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa mengucapkan salam dengan wabarakatuh adalah cara untuk mempererat hubungan dan menebarkan kebaikan dalam masyarakat. Ketika seseorang memberi salam, ia tidak hanya membawa keselamatan dan rahmat, tetapi juga mendoakan agar kehidupan orang lain selalu diberkahi oleh Allah.

Jadi untuk menjadi muslim manusiawi maka salam adalah pintu masuknya, karena selamat, rahmat dan berkah sudah menginternalisasi bagi setiap tindakannya. Ucapan “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” bukan sekadar salam, tetapi memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan sosial. Salam ini mencerminkan tiga nilai utama dalam interaksi antarmanusia: keselamatan (selamat), kasih sayang (rahmat), dan keberkahan (berkah). Maknanya keselamatan dari bahaya, ketenangan, dan perlindungan.

Dampak Sosial memberikan rasa aman kepada orang lain. Membangun kepercayaan dalam hubungan sosial. Mengajarkan untuk tidak saling menyakiti, baik secara fisik maupun verbal.Mengembangkan budaya hidup damai dalam keluarga, komunitas, dan masyarakat luas. Contoh: Seorang teman memberi salam kepada yang lain, menandakan bahwa ia datang dengan niat baik. Dalam masyarakat, orang yang saling memberi salam merasa lebih dihargai dan lebih nyaman dalam berinteraksi.

“Rahmat” dalam Interaksi Sosial, maknanya kasih sayang, kepedulian, dan kemurahan hati. Dampak Sosial. Menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Mendorong sikap saling membantu dan menolong dalam kebaikan. Memperkuat ikatan persaudaraan, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Contoh: Seseorang yang mengucapkan salam juga menunjukkan bahwa ia peduli terhadap orang lain. Dalam interaksi sosial, rahmat mendorong seseorang untuk lebih sabar, toleran, dan memaafkan kesalahan orang lain.

“Berkah” dalam Interaksi Sosial maknanya kebaikan yang terus bertambah dan membawa manfaat bagi banyak orang. Dampak Sosial: Mendorong hubungan sosial yang positif dan harmonis. Menjadikan interaksi lebih bermanfaat dan bermakna. Membantu menciptakan lingkungan yang penuh dengan nilai-nilai kebaikan. Contoh: Dalam sebuah komunitas yang sering mengucapkan salam, hubungan antaranggota menjadi lebih erat dan saling mendukung. Keberkahan juga bisa muncul dalam bentuk kemudahan dalam bekerja sama, saling berbagi ilmu, dan menjalin persaudaraan yang langgeng.

Kesimpulan:

Tahiyyah dalam Islam bukan sekadar salam, tetapi juga nilai sosial yang membentuk interaksi antar manusia. Salam dalam Islam, seperti Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, mengandung tiga makna utama: keselamatan (selamat), kasih sayang (rahmat), dan keberkahan (berkah).

Selamat: Menandakan doa keselamatan dan keamanan, serta membangun kepercayaan dalam hubungan sosial. Salam ini menciptakan rasa aman dalam pergaulan dan mencegah konflik. Rahmat: Mengandung nilai kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama, yang mempererat hubungan sosial dan mendorong sikap tolong-menolong. Berkah: Bermakna kebaikan yang terus bertambah, menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan penuh manfaat bagi masyarakat.

Dalam tafsir klasik dan kontemporer, tahiyyah dipandang sebagai bagian dari akhlak Islam yang luhur. Tafsir klasik menekankan salam sebagai bentuk penghormatan dan doa, sementara tafsir modern melihatnya sebagai etika sosial yang menumbuhkan keharmonisan dalam masyarakat. Dengan memahami makna tahiyyah, umat Islam dapat menerapkan nilai keselamatan, kasih sayang, dan keberkahan dalam kehidupan sehari-hari. Salam bukan hanya sapaan, tetapi juga komitmen untuk menjaga hubungan yang baik, menciptakan kedamaian, dan menyebarkan kebaikan dalam interaksi sosial.ds.06032025.