TAQWA: “HABIS GELAP TERBIT TERANG” Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh253 Views

TAQWA: “HABIS GELAP TERBIT TERANG”

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol

 

Taqwa “habis gelap terbitlah terang” bukan dimaksudkan membahas buku RA Kartini, tetapi adalah bentuk dari respon terhadap tagar Indonesia gelap yang sedang viral di media sosial kini. Secara tersirat dapat dipahami bahwa Indonesia gelap adalah kritik terhadap kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang tengah berlangsung, yang seolahnya tak ada harapan untuk terang, cerah atau maju.

Makna “Indonesia Gelap” bisa memiliki beberapa interpretasi tergantung pada konteksnya. Beberapa kemungkinan makna yang terdapat dalam Indonesia gelap adalah pernyataan terhadap krisis atau kemunduran sosial, politik, dan ekonomi. Istilah ini sekarang menggambarkan kondisi ketika korupsi, ketidakadilan, atau pelanggaran hak asasi manusia merajalela, sehingga masyarakat mengalami penderitaan dan ketidakpastian.

Makna lainnya adalah minimnya kesadaran dan pendidikan. “Gelap” dalam konteks ini bisa berarti kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan, etika, dan nilai-nilai kebangsaan. Misalnya, jika masyarakat masih banyak yang terjebak dalam hoaks, fanatisme buta, atau tidak memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Indonesia gelap yang disorot nitizen adalah gagalnya pemerintah menjawab tantangan dalam dunia hukum dan keadilan. Mengacu pada ketidakadilan hukum, di mana hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kasus-kasus hukum yang tidak transparan, penyalahgunaan kekuasaan, dan lemahnya penegakan hukum juga bisa dianggap sebagai bagian dari “kegelapan” di Indonesia.

Kegelapan yang tak kalah gelapnya adalah krisis moral dan dekadensi sosial. Banyak terjadi kejahatan, kekerasan, penyimpangan moral, dan degradasi budaya, dikatakan Indonesia sedang mengalami “kegelapan moral”. Hilangnya empati, individualisme ekstrem, dan rendahnya solidaritas sosial juga bisa menjadi indikatornya.

Keprihatinan terhadap situasi Indonesia saat ini memang beralasan. Korupsi yang merajalela, hukum yang tebang pilih, politik yang kacau, dan sulitnya lapangan kerja adalah masalah yang nyata dan berdampak pada kehidupan masyarakat. Ini seperti gambaran “gelap” dalam konteks sosial dan politik. Namun, dalam sejarah, Indonesia telah melihat bahwa “Habis Gelap Terbitlah Terang” bukan sekadar slogan, tetapi juga harapan dan ajakan untuk bertindak. Jika bangsa ingin melihat perubahan, perlu ada kesadaran kolektif, keberanian, dan strategi nyata.

Apa yang Bisa Dilakukan? Di antara jawabanya adalah mendorong kesadaran dan partisipasi politik. Jangan apatis terhadap politik, karena keputusan politik berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pilih pemimpin yang benar-benar bersih dan memiliki rekam jejak yang baik. Awasi dan kritisi kebijakan pemerintah dengan aktif berdiskusi dan menyuarakan pendapat.

Melawan korupsi dengan kejujuran dan transparansi. Tegas menolak segala bentuk korupsi, meskipun dalam skala kecil. Mendorong keterbukaan dalam pengelolaan anggaran publik. Mendukung lembaga atau individu yang berani mengungkap kasus korupsi. Menegakkan keadilan dan supremasi hukum. Mengawal kasus hukum agar tidak terjadi ketidakadilan dan tebang pilih. Menuntut reformasi di sistem peradilan dan penegakan hukum. Mengedukasi masyarakat tentang hak-haknya agar tidak mudah dipermainkan oleh sistem hukum yang lemah.

Meningkatkan kemandirian ekonomi. Tidak hanya bergantung pada lapangan kerja formal, tetapi berani berwirausaha. Memanfaatkan teknologi dan digitalisasi untuk menciptakan peluang kerja. Mendorong kebijakan yang berpihak pada ekonomi rakyat, bukan hanya korporasi besar. Membangun karakter dan mentalitas pejuang. Tidak pasrah dengan keadaan, tetapi terus berusaha mencari solusi. Menanamkan nilai taqwa, integritas, dan kerja keras dalam setiap aspek kehidupan. Mendorong generasi muda untuk menjadi agen perubahan, bukan hanya pengamat.

Indonesia memang sedang dalam fase “gelap”, tetapi kegelapan bukanlah akhir. Jika semua anak bangsa bersatu, meningkatkan kesadaran, dan bergerak dengan strategi yang tepat, perubahan itu bukan hanya mungkin, tetapi pasti terjadi. Terang itu ada di depan, asal mau berjuang untuk mencapainya.

“Indonesia Terang” berupa kemajuan dan pencerahan adalah menggambarkan Indonesia yang maju dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, dan teknologi. Menunjukkan masyarakat yang lebih cerdas, sadar hukum, dan memiliki mentalitas yang lebih baik.

Kebijakan pemerintah yang transparan, adil, dan berpihak pada rakyat. Keberhasilan dalam pembangunan dan infrastruktur. Menggambarkan kondisi infrastruktur yang lebih baik, seperti jalanan yang terang, transportasi yang modern, dan akses yang lebih mudah bagi masyarakat.
Indonesia terang adalah kebangkitan spiritual dan moral.

“Terang” dalam arti kesadaran moral dan spiritual yang lebih baik, di mana masyarakat lebih religius, toleran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan. Menunjukkan menurunnya tingkat korupsi, kejahatan, dan berbagai bentuk ketidakadilan sosial. Era digital dan informasi yang terbuka yakni menggambarkan Indonesia yang semakin maju dalam bidang teknologi dan keterbukaan informasi, di mana masyarakat lebih mudah mengakses ilmu dan wawasan. Tidak ada lagi “kegelapan” karena masyarakat semakin kritis dan tidak mudah terpengaruh hoaks atau propaganda.

INDONESIA KELUAR DARI KEGELAPAN
Sejatinya Islam datang, al-Qur’an diturunkan untuk memberi jalan keluar dari kegelapan menuju terang benderang. Artinya: “Alif Lam Ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji.”(QS. Ibrahim 14: Ayat 1)

Dalam tafsir klasik yang merujuk pada penafsiran para ulama terdahulu yang menggunakan metode bil-ma’tsur (berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan pendapat sahabat) serta bil-ra’yi (pemikiran yang tetap dalam koridor syariat). Di antaranya Ibnu Katsir, Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk membimbing manusia keluar dari kegelapan (الظُّلُمَاتِ), yaitu kesyirikan, kebodohan, dan kesesatan, menuju cahaya (ٱلنُّورِ), yaitu tauhid dan kebenaran Islam. Petunjuk ini hanya dapat diterima dengan izin Allah, menunjukkan bahwa hidayah adalah hak prerogatif-Nya. “Jalan Allah” yang disebutkan dalam ayat ini adalah Islam, yang merupakan jalan yang benar dan lurus.

Al-Thabari menjelaskan Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi Rasulullah untuk membawa manusia kepada keimanan kepada Allah. “Dari kegelapan ke cahaya” dimaknai sebagai transformasi dari kekufuran ke dalam iman.”Dengan izin Tuhan mereka” menegaskan bahwa petunjuk hanya bisa diterima oleh mereka yang Allah kehendaki. Al-Qurtubi.

Kata “kegelapan” dalam ayat ini diartikan sebagai berbagai bentuk kesesatan dan kebatilan yang dialami manusia sebelum menerima petunjuk. Al-Qur’an adalah sarana yang digunakan Nabi Muhammad ﷺ untuk membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Penekanan pada Allah sebagai Maha Perkasa dan Maha Terpuji menunjukkan bahwa hanya Dia yang memiliki kuasa mutlak atas hidayah dan petunjuk.

Tafsir kontemporer cenderung menggunakan pendekatan tematis dan kontekstual, mengaitkan makna ayat dengan perkembangan zaman dan pemahaman modern.

Tafsir Sayyid Qutb (Fi Zilalil Qur’an). Al-Qur’an adalah revolusi spiritual yang membebaskan manusia dari berbagai bentuk perbudakan (baik material maupun ideologis) menuju kebebasan sejati di bawah hukum Allah. “Kegelapan” bukan hanya kebodohan agama, tetapi juga termasuk ketidakadilan sosial, penindasan, dan sistem kehidupan yang tidak Islami. “Cahaya” adalah Islam yang menuntun manusia kepada kehidupan yang adil, seimbang, dan sesuai dengan fitrah.

Tafsir Wahbah az-Zuhaili (Tafsir al-Munir). Ayat ini menunjukkan bahwa peran utama Al-Qur’an adalah membawa perubahan sosial dan spiritual. “Kegelapan” bisa merujuk pada berbagai bentuk krisis moral, intelektual, dan sosial yang dihadapi manusia di setiap zaman. Islam memberikan solusi yang komprehensif untuk berbagai tantangan hidup, baik dalam aspek spiritual maupun sosial. Tafsir Muhammad Abduh dan Rasyid Rida. Ayat ini menegaskan peran Nabi Muhammad sebagai pembaharu dan reformis.

Indikator seseorang berada dalam cahaya hidayah atau hidupnya terang benderang dalam petunjuk Allah bisa dilihat dari beberapa tanda, baik secara internal (hati dan jiwa) maupun eksternal (perilaku dan kehidupan sosial). Beberapa indikatornya,hati yang tenang dan lapang. Merasa damai dan tentram dalam menghadapi kehidupan, baik dalam keadaan senang maupun susah. Tidak mudah gelisah atau stres berlebihan dalam menghadapi ujian hidup. Senantiasa bersyukur atas nikmat dan bersabar atas cobaan.

Konsisten dalam Ketaatan kepada Allah. Menjadikan ibadah sebagai kebutuhan, bukan sekadar kewajiban. Rajin melaksanakan shalat, membaca Al-Qur’an, dan berzikir dengan penuh kesadaran. Meninggalkan maksiat dan merasa bersalah ketika melakukan dosa, lalu segera bertaubat. Memiliki Akhlak yang Baik. Bersikap jujur, amanah, rendah hati, dan menjauhi sifat sombong. Senang menolong orang lain dan berbuat baik tanpa mengharapkan balasan. Memaafkan kesalahan orang lain dan tidak mudah marah.

Menjaga Silaturahmi dan Hubungan Sosial yang Baik. Senantiasa menjaga hubungan baik dengan keluarga, teman, dan masyarakat. Menghindari permusuhan, iri hati, dan kebencian. Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain. Menyadari Tujuan Hidup dan Fokus pada Akhirat. Tidak terobsesi dengan dunia, tetapi tetap bekerja keras dengan niat yang lurus. Selalu mengutamakan ridha Allah dalam setiap keputusan dan tindakan. Mengingat kematian dan berusaha mempersiapkan bekal akhirat dengan amal saleh.

Diberi Kemudahan dalam Kebaikan. Mudah memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Merasa ringan dalam beribadah dan melakukan kebaikan. Allah membukakan jalan untuk bertemu dengan orang-orang saleh dan lingkungan yang baik. Semakin Bertambahnya Ilmu dan Amal Saleh. Selalu haus akan ilmu agama dan berusaha memahami Islam lebih dalam. Mengamalkan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi pribadi yang semakin dekat dengan Al-Qur’an dan sunnah. Jika seseorang memiliki tanda-tanda ini, maka bisa dikatakan ia berada dalam cahaya hidayah dan hidupnya terang benderang dengan petunjuk Allah. Namun, hidayah adalah anugerah yang harus terus dijaga agar tidak pudar.

 

INDONESIA TERANG BAHAGIA
Indonesia terang adalah Indonesia yang bahagia. “Kimia Sa’adah” (كيمياء السعادة) atau “Kimia Kebahagiaan” adalah salah satu karya penting Imam Al-Ghazali yang membahas hakikat kebahagiaan sejati dan bagaimana manusia dapat mencapainya. Buku ini merupakan versi ringkas dari karya monumentalnya, “Ihya Ulumuddin”, yang ditulis dalam bahasa Persia untuk khalayak yang lebih luas. Esensi “Kimia Sa’adah” menurut Imam Al-Ghazali adalah kebahagiaan sejati (sa’adah) bukanlah terletak pada kesenangan duniawi seperti harta, jabatan, atau kekuasaan. Kebahagiaan sejati adalah ketika seseorang mengenal Allah (ma’rifatullah) dan hidup sesuai dengan petunjuk-Nya. Jadi terang atau jalan agama adalah sumber kebahagian sejati.

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa kebahagiaan bisa dicapai dengan menyeimbangkan empat unsur dalam diri manusia yaitu Ilmu (Pengetahuan), Mengenal Allah, diri sendiri, dunia, dan akhirat. Amal (Perbuatan Baik). Mengamalkan ilmu dalam bentuk ibadah dan akhlak mulia. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa). Membersihkan hati dari sifat buruk seperti sombong, iri, dan cinta dunia berlebihan. Hubungan dengan Allah (Taqarrub Ilallah). Senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah dan zikir.

Imam Al-Ghazali menekankan bahwa seseorang harus mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu untuk mengenal Allah. Jika seseorang memahami bahwa dirinya adalah makhluk lemah yang membutuhkan Allah, maka ia akan bersandar kepada-Nya dengan penuh keikhlasan. Dunia adalah tempat ujian yang sementara, sedangkan kebahagiaan sejati ada di akhirat. Oleh karena itu, manusia harus mengutamakan kehidupan akhirat dengan menjalani kehidupan dunia secara seimbang, tidak berlebihan dalam mengejar dunia tetapi juga tidak meninggalkannya sepenuhnya.

Imam Al-Ghazali menawarkan langkah-langkah praktis menuju kebahagiaan sejati yaitu meningkatkan keimanan. Memahami tauhid dan mendekatkan diri kepada Allah. Menghindari Maksiat. Menjauhi hal-hal yang dapat mengeraskan hati dan menjauhkan dari Allah. Berakhlak Mulia. Menjalani hidup dengan jujur, amanah, sabar, dan rendah hati. Mengingat Kematian dan Akhirat. Menjadikan kehidupan dunia sebagai ladang amal untuk akhirat.

Esensi utama dari Kimia Sa’adah adalah bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada dunia, tetapi dalam kedekatan kepada Allah dan menjalani hidup dengan ilmu, amal, dan akhlak yang baik. Buku ini mengajarkan bahwa manusia harus menyeimbangkan kehidupan spiritual dan duniawi agar dapat meraih kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.

Kesimpulan.

“Habis Gelap Terbitlah Terang” dalam konteks ini bukan sekadar ungkapan dari RA Kartini, tetapi sebuah refleksi atas kondisi bangsa yang sedang mengalami banyak tantangan. Indonesia “gelap” adalah kritik terhadap korupsi, ketidakadilan hukum, krisis moral, dan kesulitan ekonomi yang membuat masyarakat kehilangan harapan. Namun, kegelapan bukanlah akhir.

Indonesia terang hanya bisa diraih dengan kesadaran kolektif dan aksi nyata. Beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain meningkatkan partisipasi politik agar kepemimpinan yang lahir benar-benar berpihak kepada rakyat. Melawan korupsi dan menegakkan supremasi hukum, sehingga keadilan berlaku untuk semua. Mendorong kemandirian ekonomi, dengan inovasi, wirausaha, dan kebijakan yang pro-rakyat. Membangun karakter bangsa yang kuat, dengan taqwa, integritas, dan kepedulian sosial.

Dari perspektif Islam, Al-Qur’an adalah cahaya sejati yang membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju kehidupan yang lebih baik. Tafsir klasik dan kontemporer menegaskan bahwa keadilan, ilmu, dan akhlak yang baik adalah kunci menuju kebangkitan.

Salah satu wujud Indonesia terang adalah Indonesia bahagian. Imam Al-Ghazali dalam Kimia Sa’adah, kebahagiaan sejati tidak terletak pada duniawi, tetapi dalam kedekatan kepada Allah, ilmu, amal, dan keseimbangan hidup. Dengan pemahaman ini, “Indonesia Terang” bukan sekadar mimpi, tetapi sebuah tujuan yang bisa dicapai dengan perjuangan, kesadaran, dan perubahan nyata. DS.05032025.