TRADISI SURAU:
Reaktualisasi Pendidikan Islam Berbasis Budaya Lokal
Oleh: Duski Samad
Ketua Yayasan Islamic Centre Syekh Burhanuddin Pariaman
Iktiar meneguhkan tradisi surau, Yayasan Islamic Centre Syekh Burhanuddin menginiasi gerakan digitalisasi peran surau melalui kanal IC-Syekh Burhanuddin. com dan Syekh Burhanuddin TV yang sudah uji siaran Ahad, 20 April 2025 melalui link youtube.
Tradisi surau merupakan bentuk pendidikan Islam berbasis masyarakat yang sarat dengan nilai keagamaan dan kearifan lokal. Di Minangkabau, surau telah berperan sebagai lembaga pendidikan informal yang membentuk karakter, spiritualitas, dan budaya keislaman generasi muda.
Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang mengintegrasikan adat dan agama melalui prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Salah satu manifestasi konkrit dari prinsip ini adalah tradisi surau, yang telah lama menjadi pusat pendidikan agama dan sosial.
Namun, globalisasi dan perubahan sosial telah menggeser posisi strategis surau. Banyak generasi muda yang kini lebih akrab dengan pendidikan formal dan teknologi, namun terlepas dari akar budayanya sendiri. Dalam konteks ini, pelestarian tradisi surau bukan sekadar upaya konservasi budaya, tetapi juga transformasi pendidikan Islam berbasis nilai-nilai lokal.
Surau sebagai Lembaga Pendidikan Tradisional
Secara historis, surau berperan dalam:
Pendidikan keagamaan: mengaji Al-Qur’an, fikih, tauhid, tasawuf. Pembinaan akhlak dan spiritualitas. Pusat pengkaderan ulama dan pemimpin adat. Lembaga sosial kemasyarakatan dan budaya (silek, seni, gotong royong).
Fungsi ini sejalan dengan konsep hidden curriculum dalam pendidikan modern yang menekankan pembentukan karakter melalui interaksi sosial dan keteladanan.
Artikel ini mengkaji urgensi pelestarian tradisi surau dalam konteks pendidikan, tantangan yang dihadapi, serta strategi reaktualisasi fungsi surau sebagai pusat pembelajaran Islam berbasis nilai-nilai lokal.
Esensi Pelestarian Budaya Surau
Menjaga Identitas dan Jati Diri Keislaman Minangkabau
Surau adalah simbol harmoni antara adat dan syarak. Pelestariannya menjaga warisan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah sebagai fondasi sosial dan spiritual masyarakat Minang.
Mewariskan Pendidikan Karakter Berbasis Nilai. Surau mengajar kan kedisiplinan, sopan santun, keikhlasan, dan tanggung jawab melalui pembelajaran nonformal dan keteladanan guru surau. Ini sejalan dengan konsep pendidikan karakter modern.
Menghidupkan Lembaga Sosial Keagamaan yang Inklusif. Surau bukan milik satu kelompok, tapi ruang bersama umat. Ia menampung anak yatim, murid silek, dan siapa saja yang haus ilmu dan akhlak. Nilai inklusivitas ini penting untuk kohesi sosial hari ini.
Membendung Krisis Spiritual dan Sosial Generasi Muda.
Dalam era disrupsi digital dan globalisasi, surau dapat menjadi ruang rekoleksi nilai, tempat anak muda kembali mengenal diri, agama, dan budayanya.
Melestarikan Ilmu, Seni, dan Tradisi Lisan Islam Lokal.
Banyak warisan ulama klasik Minang—baik berupa manuskrip, zikir tarekat, hingga syair keagamaan—yang hidup dalam budaya surau. Tanpa pelestarian, warisan ini akan hilang ditelan zaman.
Memperkuat Pendidikan Alternatif Berbasis Masyarakat.
Surau berperan sebagai komplementer pendidikan formal. Dengan pendekatan spiritual dan budaya, surau mampu menjangkau lapisan masyarakat yang mungkin tersisih dari sistem formal.
Menjadi Pilar Dakwah dan Transformasi Sosial.
Dakwah surau bersifat membumi—menggunakan bahasa lokal, pendekatan persuasif, dan nilai kekeluargaan. Ini menjadikannya alat transformasi sosial yang efektif dan berkelanjutan.
Tantangan Pelestarian Tradisi Surau.
Reduksi fungsi surau menjadi sekadar tempat ibadah. Krisis regenerasi guru surau (tuanku). Kurangnya perhatian kebijakan pendidikan dan budaya terhadap lembaga informal seperti surau. Minimnya dokumentasi dan digitalisasi warisan surau.
Menghadapu tantangan di atas perlu penguatan strategi pelestarian dan reaktualisasi.
Integrasi nilai dan metode surau dalam kurikulum pendidikan formal, terutama Pendidikan Agama Islam dan muatan lokal.
Kaderisasi ulama dan guru surau muda melalui pelatihan dan beasiswa berbasis budaya lokal. Digitalisasi tradisi surau melalui media dakwah dan dokumentasi sejarah.
Kemitraan strategis antara surau, sekolah, madrasah, dan pemerintah daerah dalam program pendidikan berbasis masyarakat.
Pelestarian tradisi surau merupakan bagian dari strategi pendidikan yang kontekstual, berakar pada budaya, dan membentuk karakter Islami yang kuat. Dalam era disrupsi nilai dan teknologi, surau dapat menjadi benteng sekaligus jembatan untuk pendidikan Islam yang transformatif.
Kesimpulan
Pelestarian tradisi surau bukan semata usaha mempertahankan warisan masa lalu, tetapi merupakan ikhtiar strategis dalam merumuskan arah pendidikan Islam yang kontekstual, berkarakter, dan berakar pada budaya lokal. Surau telah terbukti menjadi ruang penggemblengan akhlak, ilmu, dan kepemimpinan umat yang khas Minangkabau. Dalam menghadapi tantangan zaman, terutama krisis nilai dan modernisasi yang menjauhkan generasi muda dari akar budayanya, reaktualisasi fungsi surau menjadi keharusan.
Yayasan Islamic Centre Syekh Burhanuddin hadir sebagai pelopor pelestarian dan inovasi tradisi surau melalui pendekatan digital. Inisiatif peluncuran IC-SyekhBurhanuddin.com dan siaran perdana Syekh Burhanuddin TV pada Ahad, 20 April 2025, menjadi wujud nyata dari dakwah kultural berbasis media dan teknologi. Harapannya, surau tidak hanya hidup dalam sejarah, tetapi menjadi bagian dari masa depan pendidikan Islam yang menyinari generasi baru dengan cahaya nilai, ilmu, dan akhlak luhur.ds.20042025.