UNGGUL DAN BERSAING SEHAT DI ERA TANTANGAN Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh169 Views

UNGGUL DAN BERSAING SEHAT DI ERA TANTANGAN

Oleh: Duski Samad
Ceramah Tim Ramadhan IX Provinsi Sumatera Barat, kab. Agam, 09 Maret 2025.

 

Topik di atas dimaksudkan untuk memberikan edorsmen terhadap Visi Gubernur Sumatera 2025-2030 Mahyeldi – Vasco adalah mewujudkan Sumbar Madani yang Maju dan Berkeadilan. Visi itu sudah diturunkan dalam 8 misi dengan tagline, GERAK CEPAT UNTUK SUMBAR UNGGUL, SEJAHTERA, BERDAYA, MAJU, KUAT, HARMONIS, KREATIF DAN RESPONSIF. Kedelapan misi memerlukan spirit, kerja keras, sinergi dan kolaborasi semua

Meraih kedelapan visi di atas dapat dipahami tuntunan al-Quran Surat Fatir ayat 32…, artinya: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menzalimi dirinya sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu dalam kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” Bisa diperkuat pula dengan surat al- Baqarah 148, artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ayat ini berbicara tentang kaum Muslimin yang menerima warisan Al-Qur’an. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok zalimun li nafsihi (yang menzalimi diri sendiri), orang yang masih sering berbuat dosa. Muqtashid (yang pertengahan), orang yang melaksanakan kewajiban tetapi terkadang lalai dalam amalan sunnah. Sabiqun bil Khairat (yang lebih dahulu dalam kebaikan), orang yang berlomba-lomba dalam amal saleh, termasuk menjalankan kewajiban dan sunnah dengan sempurna. Ibnu Katsir menukil hadis dari Rasulullah ﷺ yang menyebut bahwa ayat ini menunjukkan keluasan rahmat Allah, karena meskipun ada muslim yang berdosa, mereka tetap mendapat warisan Al-Qur’an dan berpeluang untuk mendapat ampunan. Tafsir Al-Baghawi menjelaskan bahwa “mereka yang dipilih” dalam ayat ini merujuk kepada umat Muhammad ﷺ. Tiga kelompok yang disebut dalam ayat ini menggambarkan tingkat ketakwaan manusia dalam mengamalkan ajaran Islam.

Pesannya umat Islam adalah pewaris sah al qur’an walau harus diakui ada yang tingkat ketaqwaannya rendah, rata-rata, tidak sedikit yang sudah baik dan berkualitas tinggi. Sebab perubahan dan tantangan terus ada, yang berbeda jenis dan kualitasnya. Realitas ini adalah lahan jihad untuk semua.

Quraish Shihab menafsirkan bahwa warisan Al-Qur’an ini mengandung tanggung jawab besar, bukan hanya sekadar kepemilikan kitab suci. Pembagian manusia dalam tiga kelompok menunjukkan spektrum keberagamaan Muslim, ada yang lalai, ada yang cukup baik, dan ada yang luar biasa dalam amalnya. Pesan utama ayat ini adalah optimism meskipun ada Muslim yang masih sering berbuat dosa, Allah tetap memberi mereka kesempatan untuk kembali. Hal ini mencerminkan kasih sayang Allah yang besar terhadap hamba-Nya.

Tafsir Wahbah Zuhaili (Tafsir Al-Munir) menekankan bahwa “warisan kitab” di sini bukan hanya sekadar membaca Al-Qur’an, tetapi juga memahami, mengamalkan, dan menyebarkannya. Ia juga menyoroti bahwa meskipun ada orang yang “zalim pada dirinya sendiri”, Allah tetap memberi peluang bagi mereka untuk bertaubat dan memperbaiki diri.Bahwa umat Islam yang mewarisi Al-Qur’an, tetapi mereka berbeda dalam pengamalannya. Ada yang lalai, ada yang sekadar cukup baik, dan ada yang luar biasa dalam kebaikan. Islam tetap memberi harapan bagi mereka yang masih lalai, karena rahmat Allah luas. Tafsir klasik menekankan pembagian manusia dalam tiga kelompok, sementara tafsir kontemporer lebih menyoroti makna warisan Al-Qur’an sebagai tanggung jawab moral dan spiritual.

 

UNGGUL DAN BERSAING SEHAT

Secara prinsip tanggung jawab untuk uunggul adalah pesan utama yang dibawa oleh ayat di atas, sebab setiap umat mesti memiliki legacy yang hanya bisa dicapai dengan kompetisi. Unggul bukan datang dari langit tetapi ia hasil kerja keras sesuai arah dan kebangaan yang ditetapkan bersama.

Spirit unggul dan kompetitif dapat dipahami dari Surat Al-Baqarah Ayat 148. Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini turun terkait perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Setiap umat memiliki kiblat yang diperintahkan oleh Allah. Namun, yang lebih penting dari sekadar menghadap ke kiblat tertentu adalah berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).
Ulama klasik ini menafsirkan “fastabiqul khairat” sebagai perintah untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan amal saleh, seperti shalat, sedekah, dan amal kebajikan lainnya. Allah akan mengumpulkan semua manusia pada hari kiamat, sehingga perbedaan kiblat bukanlah alasan untuk perpecahan.

Tafsir Al-Baghawi menekankan bahwa “setiap umat memiliki kiblat” menunjukkan bahwa perbedaan arah dalam ibadah bukan hal yang perlu diperdebatkan secara berlebihan. Yang lebih utama adalah berlomba dalam kebaikan. Beliau juga mengutip pendapat bahwa ayat ini mengajarkan persaingan sehat dalam ibadah dan amal saleh. Di mana pun manusia berada, Allah akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat untuk diberikan balasan atas amal perbuatannya. Tafsir Al-Misbah Quraish Shihab menafsirkan bahwa ayat ini mengandung dua pesan utama bahwa setiap umat memiliki arah pengabdian masing-masing. Ini bisa bermakna secara literal (kiblat dalam shalat) maupun lebih luas (sistem nilai dalam kehidupan). Yang lebih penting adalah berkompetisi dalam kebaikan. Allah tidak menilai seseorang dari arah kiblatnya, tetapi dari amal kebaikannya. Beliau juga menyoroti bahwa ayat ini mengajarkan toleransi dalam perbedaan dan mendorong setiap individu untuk menjadi yang terbaik dalam berbuat baik, bukan sekadar sibuk mempertentangkan perbedaan.

Tafsir Wahbah Zuhaili (Tafsir Al-Munir) Wahbah Zuhaili menegaskan bahwa ayat ini menekankan persatuan dalam keberagaman. Setiap kelompok mungkin memiliki cara ibadah atau aturan tertentu, tetapi yang terpenting adalah amal kebajikan. Beliau juga menafsirkan “Allah akan mengumpulkan kamu semua” sebagai jaminan bahwa segala perbedaan yang ada di dunia akan berujung pada pertemuan di akhirat, di mana amal seseoranglah yang akan menjadi ukuran utama. Tafsir klasik menekankan bahwa perubahan kiblat bukan masalah utama; yang lebih penting adalah amal kebajikan. Tafsir kontemporer menyoroti makna luas dari “arah pengabdian” dan menekankan toleransi serta persaingan sehat dalam kebaikan.
Ayat ini mengajarkan umat Islam untuk lebih fokus pada perbuatan baik dripada perdebatan mengenai hal-hal yang bersifat simbolik.

 

STRATEGI MENCAPAI UNGGUL

Strategi menjadi unggul (strategi terbaik atau kemenangan yang diraih dengan cara optimal)

  1. Al-Qur’an memberikan banyak prinsip tentang strategi unggul dalam kehidupan, baik dalam perjuangan, kepemimpinan, maupun pengembangan diri.
  2. Perencanaan dan Kesabaran, “Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46) dan(QS. Al-Baqarah: 148). Artinya,keungulan dalam strategi dicapai dengan usaha optimal dalam amal kebaikan.
  3. Konsistensi dan Komitmen. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11). Musyawarah dan Kolaborasi.”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38). Keunggulan strategis tidak dicapai sendirian tetapi dengan kerja sama dan diskusi.
  4. Strategi dalam Kemenangan.”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (QS. Al-Anfal: 60). Ayat ini berbicara tentang strategi unggul dalam pertahanan dan pertempuran, yang juga relevan dalam konteks persaingan global saat ini.
  5. Hadis Nabi ﷺ Strategi dalam Perang dan Kepemimpinan. Rasulullah ﷺ selalu menyusun strategi matang dalam perang, seperti dalam Perang Badar, Perang Khandaq, dan Fathu Makkah. Hadis: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (HR. Muslim).Strategi dalam urusan dunia bisa berkembang sesuai situasi. Strategi dalam Manajemen dan Organisasi. Hadis: “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” (HR. Bukhari). Menunjukkan strategi unggul dalam ekonomi dan kemandirian.

 

  1. Menurut Pendapat Ulama.
    1. Ibnu Khaldun (Pemikir Islam Klasik) dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan kekuatan peradaban berasal dari solidaritas sosial (ashabiyah). Strategi sukses harus berbasis ilmu dan pengalaman sejarah. Ekonomi dan politik harus seimbang untuk mempertahankan keunggulan suatu bangsa.
    2. Al-Ghazali (Strategi dalam Pendidikan dan Etika)
      Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menekankan,strategi terbaik adalah menggabungkan ilmu dan akhlak. Seseorang harus memiliki keunggulan spiritual sebelum keunggulan material.
    3. Ibnu Taimiyah (Strategi dalam Kekuasaan dan Kepemimpinan).
      Strategi unggul adalah menerapkan keadilan dalam pemerintahan.
      Keberhasilan suatu negara tergantung pada keseimbangan antara kekuatan militer dan ekonomi.
  2. Akademisi dan Ilmuwan Modern
    1. Michael Porter (Strategi Kompetitif dalam Ekonomi dan Bisnis) memperkenalkan konsep “Five Forces” (Lima Kekuatan) untuk membangun keunggulan kompetitif. Persaingan di industry. Ancaman pendatang baru. Kekuatan pemasok. Kekuatan pembeli. Ancaman produk substitusi.
    2. Peter Drucker (Strategi dalam Manajemen Modern). Fokus pada inovasi dan efektivitas organisasi. Mengedepankan kepemimpinan berbasis visi jangka panjang. Mengoptimalkan sumber daya untuk hasil terbaik. Kesimpulan: Prinsip Umum Strategi Unggul,Jadi, strategi unggul adalah perpaduan antara prinsip spiritual (agama), pengalaman sejarah (ulama), dan teori ilmiah (akademisi).

 

BERSAING SEHAT

Persaingan adalah bagian dari kehidupan, baik dalam bisnis, politik, akademik, maupun sosial. Namun, Islam dan ilmu pengetahuan menekankan bahwa persaingan harus dilakukan secara adil, sehat, dan etis.

  1. Norma, Etika, dan Etik dalam Nash dalam Al Qur’an.
  2. Norma dan Etika dalam Al-Qur’an memberikan pedoman tentang bagaimana bersaing dengan adil dan bermartabat: “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148). Menunjukkan bahwa persaingan dalam Islam seharusnya positif dan berbasis kebajikan.
  3. Tidak Curang atau Dzalim. “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188). Melarang kecurangan, suap, dan segala bentuk persaingan tidak sehat.
  4. Adil dalam Persaingan. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90). • Islam menuntut persaingan dilakukan dengan adil dan tidak merugikan pihak lain.
  5. Menghindari Hasad dan Dendam. “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” (QS. An-Nisa: 32)
  6. Persaingan harus bebas dari iri hati dan niat buruk.
  7. Norma dan Etika dalam Hadis

Kejujuran dalam Bisnis dan Kompetisi.”Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi). Menunjukkan bahwa kejujuran adalah kunci dalam persaingan. Menghindari Monopoli dan Ketidakadilan. “Siapa yang melakukan monopoli, maka dia telah berbuat dosa.” (HR. Muslim) Islam melarang persaingan tidak sehat seperti monopoli dan manipulasi pasar.

  1. Etika dalam Kepemimpinan dan Persaingan Politik

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian.” (HR. Ahmad).Dalam konteks politik, persaingan harus dilakukan dengan kasih sayang dan bukan dengan fitnah atau kezaliman.

  1. Pendapat Ulama Tentang Etika dan Etik dalam Persaingan

Ibnu Khaldun (Strategi dan Etika dalam Kompetisi Sosial-Ekonomi).• Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa persaingan adalah alami dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Namun, ia menekankan bahwa persaingan harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan tidak boleh merusak tatanan sosial. Contoh: Jika suatu kelompok ekonomi terlalu mendominasi, maka itu bisa menyebabkan ketimpangan sosial. Al-Ghazali (Etika dalam Persaingan Akademik dan Spiritual). Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menekankan bahwa ilmu dan spiritualitas tidak boleh dijadikan ajang persaingan egois. Menurutnya, bersaing dalam ilmu itu baik, tetapi harus disertai keikhlasan. Ia juga mengkritik ulama yang berkompetisi hanya demi popularitas. Ibnu Taimiyah (Etika dalam Persaingan Politik dan Kekuasaan). Ibnu Taimiyah menekankan bahwa kepemimpinan yang benar harus diperoleh melalui cara yang adil. Ia menolak kepemimpinan yang dihasilkan dari konspirasi, fitnah, atau perebutan kekuasaan dengan cara zalim.

  1. Etika dan Etik dalam Persaingan Menurut Ilmuwan dan Akademisi
  1. Adam Smith (Persaingan Ekonomi Sehat – Kapitalisme Moral). Dalam The Wealth of Nations, Adam Smith menekankan konsep “Invisible Hand”, di mana persaingan yang sehat akan mendorong kesejahteraan ekonomi. Namun, ia juga memperingatkan bahwa persaingan harus diatur agar tidak merugikan masyarakat.
  2. Michael Porter (Strategi Kompetitif dalam Bisnis).Porter dalam Competitive Strategy menjelaskan bahwa perusahaan harus bersaing dengan diferensiasi dan inovasi, bukan dengan cara curang. Ia juga memperingatkan bahwa monopoli atau sabotase bisnis lain adalah bentuk persaingan tidak sehat.
  3. John Rawls (Teori Keadilan dalam Kompetisi Sosial). Dalam A Theory of Justice, Rawls menekankan bahwa persaingan harus dilakukan dalam kondisi yang adil. Ia berpendapat bahwa setiap individu harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam bersaing. Bersaing dengan niat yang benar (ikhlas dan tanpa niat buruk). Menggunakan cara yang jujur dan adil (tidak curang, tidak menyebarkan fitnah). Menghormati pesaing (tidak merendahkan, menghargai usaha orang lain). Menghindari monopoli atau sabotase terhadap orang lain. Mengutamakan manfaat bagi masyarakat dan bukan hanya keuntungan pribadi.

Kesimpulan
Nash (Al-Qur’an & Hadis): Menekankan kejujuran, keadilan, dan larangan kecurangan dalam persaingan. Ulama: Menekankan bahwa persaingan harus membawa manfaat bagi masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Ilmuwan: Menekankan regulasi dalam persaingan ekonomi, bisnis, dan akademik agar tetap adil dan sehat. Dengan kata lain, bersaing sehat berarti bukan hanya menang, tetapi juga menjaga moralitas, keadilan, dan kesejahteraan bersama.ds.09032025.