BENARKAH JADI GURU ITU SULIT?
Oleh: Azwirman,S.Pd
Jawabannya, benar. Jadi guru itu tidak mudah dan tidak semua orang bisa jadi guru. Tentu saja yang dimaksud dengan guru disini adalah seseorang yang berprofesi sebagai guru yang mendidik dan mengajar di lembaga pendidikan tertentu dengan semua jenjang pendidikannya. Bukan guru dalam makna luas, bahwa semua orang adalah guru, iya. Guru bagi anak-anaknya di rumah, guru bagi bawahan-bawahan para manajer dan direktur atau bos sebuah perusahaan. Guru bagi rakyat yang dipimpin oleh para pejabat mulai dari tingkat atas hingga bawah. Seorang ustadz, mubaligh, ulama yang mengajar membina umat dengan pengajian ke pengajian juga disebut guru.
Kita tentu saja tidak sedang membahas guru dalam arti luas dan sangat umum itu, yang kita bahas pada kesempatan ini adalah guru yang dengan sengaja dan sadar datang ke sekolah/ kampus dan lembaga pendidikan lainnya untuk mendidik, melatih, mengajar, membina para peserta didiknya. Kalau di perguruan tinggi biasa dipanggil dosen, kalau dilembaga keterampilan biasa dipanggil mentor, guru dan lain sebagainya.
Jadi guru itu tidak mudah apalagi gampang, buktinya tidak semua orang yang bisa jadi guru, mau jadi guru tentu saja banyak, ini karena alasan yang macam-macam, bisa karena tidak ada pilihan lain atau tergiur dengan tunjangan sertifikasi guru. Namun yang bisa jadi guru dalam arti yang sesungguhnya sedikit. Ada banyak syarat seseorang itu layak dan dianggap mampu untuk bisa jadi guru. Diantaranya, sebagaimana yang sering kita ketahui ada 4 syarat minimal seseorang itu bisa jadi guru yaitu:
1. Guru harus memiliki kompetensi pedagogik
2. Guru harus memiliki kompetensi profesional
3. Guru harus memiliki kompetensi sosial
4. Guru harus memiliki kompetensi kepribadian
Kenapa saya sebut syarat minimal? Karena empat hal diatas itu baru dalam bentuk kemampuan diatas kertas atau syarat administrasi, kita belum membahas bakat, kemauan atau niat yang tulus untuk mengabdikan diri menjadi guru. Empat syarat itu saja sudah sangat berat. Berbeda dengan profesi selain guru, yang mana hanya dibutuhkan satu dan paling banyak dua kompetensi saja. Seorang yang bekerja di perusahaan Computer hanya mensyaratkan calon karyawannya pandai dan punya pengalaman di bidang Computer saja. Seorang calon karyawan perbankan hanya mensyaratkan satu keahlian saja, semisal Akuntansi, manajemen tergantung dibidang apa ia akan bekerja nantinya. Hampir Semua perusahaan mensyaratkan satu keahlian saja dari calon karyawannya.
Kalau berbicara guru, justru minimal ada 4 syarat yang harus mereka miliki sehingga guru itu pantas dan layak untuk jadi guru, kalau salah satunya tidak ada maka, guru itu belum “layak” jadi guru apalagi tidak punya keempat-empatnya.
Dengan sulit serta banyaknya persyaratan untuk menjadi seorang guru, kenapa guru secara finansial digaji rata-rata rendah di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan itu kita bahas satu persatu dari keempat kompetensi guru itu, setelah itu kita lihat dimana benang merahnya sehingga timbul pertanyaan, “kok gaji guru rendah” bahkan lebih rendah dari gaji karyawan yang hanya tamatan SD atau tidak sekolah sama sekali. Saya tidak menyebut pekerjaan, karena setiap pekerjaan itu mulia, berapapun gajinya dan apapun pekerjaannya.
1. Kompetensi pedagogic
Maksud dari Pedagogic adalah ilmu tentang pendidikan. Guru harus paham, tidak saja paham namun benar-benar ahli dalam hal pendidikan. Kalau berbicara keahlian, maka seseorang itu harus sudah mencapai tahap tertinggi dari keilmuan, apa itu? Evaluasi. Artinya, guru itu tidak saja memahami teori-teori pendidikan, namun juga sudah bisa melahirkan sebuah teori baru ciptaannya. Teori baru lahir dari proses panjang seseorang dalam mempelajari sesuatu. Biasanya teori itu lahir setelah teori yang lama dibongkar, dikritik kelebihan dan kekurangannya dari pangkal sampai ke ujung. Misal dalam fisika kita kenal dengan teori gravitasinya Newton. Lalu teori itu dibongkar oleh Einstein dengan teori relativitasnya, semisal begitu.
Pertanyaannya, apakah semua atau rata-rata guru kita paham dan ahli pakar dibidang ilmu kependidikan? Sulit untuk dijawab sudah, sebab faktanya kualitas pendidikan Indonesia masih jauh dibawah rata-rata rangking dunia. Saya tidak sedang menyalahkan dan mempertanyakan kulaitas guru di Indonesia, ini hanya sebagai bahan evaluasi saja dari masing-masing guru termasuk saya yang menulis hal ini. Artinya, guru itu harus terus belajar sampai kapanpun terutama belajar dan memahami makna pendidikan itu seperti apa. Pendidikan itu tidak sekadar teori, namun juga bagaimana seorang guru mampu menerapkan teori pendidikan yang dipelajari dalam lingkungan pendidikannya.
2. Kompetensi profesional
Profesional dalam pengertian dan makna umum adalah seseorang yang sangat ahli dibidangnya dan ia bekerja di bidang itu dan dibayar (digaji) sesuai dengan keahliannya itu. Guru disebut profesional apabila ia memang pakarnya pendidikan dan ahli dibidang studi yang dia ajarkan. Misal guru fisika, ia sangai pakar dibidang fisika pada bidang tema yang diajarkan sesuai dengan kurikulum. Misal, guru fisika membahas tentang Energi. Maka, segala hal yang terkait dengan energy ia kuasai dari hulu ke hilir. Bisa menjelaskan dengan mudah, mendemonstrasikan, mengevaluasi sehingga murid atau siswanya benar-benar paham apa itu energy. Ini bisa kita elaborasikan pada guru bidang studi yang lain yang sesuai dengan bidang studi yang dia ajarkan.
3. Kompetensi sosial
Sosial secara bahasa artinya masyarakat, secara istilah kemampuan seseorang untuk hidup bermasyarakat. Seorang guru harus bisa bergaul dengan banyak orang. manusia adalah makhluk yang unik dan punya kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal, lingkungan, genetik, pola asuh, asupan gizi dan lain sebagainya.
Seorang guru tidak saja harus memahami karakter masing-masing siswa yang banyak itu dan memahami bagaimana cara pendekatannya, namun juga harus bisa dan pandai berinteraksi dengan orang tua atau keluarga dari si murid. Apakah itu sudah cukup? Ternyata belum, guru harus bisa menempatkan dirinya sesama guru, dengan atasan (kepala sekolah, kepala dinas, bupati dan seterusnya) dan yang penting juga bagaimana guru bisa berinteraksi dengan masyarakat sekitar sekolah. Baik secara kolektif maupun individual. Peran guru tidak saja di sekolah namun juga di masyarakat, sehingga keberadaan guru itu terasa di masyarakat. Rasulullah saw adalah contoh sempurna sosok seorang guru. Beliau dimanapun dan bersama siapapun sangat terasa pengaruhnya.
Artinya, guru itu juga harus pandai dan bisa memahami orang lain, baik individual maupun masyarakat. meskipun ada guru Bimbingan Konseling (BK) di masing-masing sekolah, guru juga dituntut untuk bisa menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada siswa. Tidak perlu ahli cukup dasar-dasar psikologis anak bisa dipahami dengan baik.
4. Kompetensi kepribadian
Kepribadian menyangkut sifat dan karakter yang melekat pada diri seorang guru. Banyak hal yang harus dituntut sama guru, guru harus bisa menjadi tauladan baik buat semua orang. gerak gerik dan tindak tanduk guru akan ditiru oleh siswa dan murid-muridnya. Di masyarakat juga begitu, guru akan menjadi role model dalam moral dan etika di masyarakat. Kalau ada guru yang suka judi dan mabok serta main perempuan, maka dampaknya sangat besar dibandingkan dengan orang biasa yang judi, mabok dan amoral lainnya.
Keempat kompetensi ini harus ada sebagai syarat minimal dari seorang guru sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Niat yang baik untuk mendidik anak bangsa saja belum cukup, berbakat dalam mengajar saja juga belum cukup, ilmu yang tinggi saja belum cukup, keterampilan yang memadai saja juga beum cukup, kalau empat kompetensi diatas tidak dimiliki atau ada namun, salah satunya tidak ada. Misal, profesional saja atau pedagogic dan profesional tanpa kemampuan sosial atau kepribadian yang baik dan bisa menjadi tauladan namun, tidak profesional, kurang menguasai bidang keahlian sehingga para peserta didik dibuat kebingungan dan makin tidak cerdas adalah sebuah kekeliruan yang tidak bisa dianggap enteng.
Kalau begitu jadi guru itu tidak mudah? Iya jelas, tidak ada tawar menawar lagi. Kalau tidak sanggup maka, silahkan saja mundur dan jadilah guru untuk anak-anak saja, atau guru bagi keluarganya dan rekan kerja saja. Makanya, sebagaimana yang dijelaskan tadi, guru-guru di Negara yang sudah mapan, benar-benar diseleksi sangat ketat. Profesi guru menjadi sangat primadona umpama sekolah unggul yang diperebutkan puluhan ribu siswa dan kuota sangat terbatas.
Karena berat dan sulitnya jadi guru, maka guru benar-benar digaji sangat besar dan layak. Kesejahteraan guru sangat berbanding lurus dengan kualitas pendidikan yang dihasilkan. Sebab, guru sudah sangat focus dengan profesinya. Ia tidak lagi sibuk berfikir, nanti siang sepulang sekolah saya kerja apa? Jual apa? Proyek apa? Dan lain sebagainya. Kalau sudah begitu kapan mereka belajar untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas diri?
Bagaimana dengan di Indonesia?
Bahwa gaji guru di Indonesia sangat rendah sebagian besar karena kompetensinya juga rendah. Kenapa kompetensi rendah? Karena pemerintah sejak dulu tidak pernah serius mempersiapkan guru dengan kompetensi terbaik sehingga berdampak pada kualitas pendidikan yang terbaik. Jadi dalam hal ini saya tidak sedang menyalahkan guru, yang bertanggung jawab tentu penyelenggara pendidikan yaitu Negara yang sejak dulu tidak benar-benar serius mempersiapkan pendidikan terbaik dengan guru terbaik dari kampus terbaik yang diseleksi dengan sangat ketat. Ketika mereka jadi guru yang bermutu tinggi maka sangat layak mendapatkan penghasilan yang tinggi dari Negara.
Sebenarnya tidak perlu data untuk mengukur seberapa tinggi atau rendah kualitas guru disebuah Negara. Lihat saja kualitas masyarakatnya, masyarakat itu adalah kumpulan manusia yang pernah mengecap dunia sekolah. Kalau masih ada sampah berserakan dimana-mana, lalu lintas yang amburadul, pelanggaran demi pelanggaran, pejabat yang korup, kekurangan tenaga ahli, ketimpangan sosial yang sangat lebar, kenakalan remaja yang semakin buruk, kriminalitas meningkat, kesehatan semakin menurun, adalah bukti rendahnya pendidikan di negeri itu, rendahnya pendidikan karena rendahnya kompetensi guru karena rendahnya keseriusan pemerintah dalam mengelola pendidikan, pendidikan diserahkan sepenuhnya pada menteri pendidikan, menteri pendidikan menyerahkan ke dinas pendidikan, dinas pendidikan menyerahkan ke kepala sekolah dan kepala sekolah menyerahkan ke guru.
Pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak tanpa kecuali. Presiden harus punya roadmap (peta jalan) pendidikan untuk arah kemajuan bangsa. Roadmap itu disusun oleh pakar pendidikan yang melibatkan semua stakeholder. Semua bidang kementerian harus paham tantang hal ini agar kebijakan dan programnya sejalan dengan roadmap pendidikan. Bahkan, tukang bangunan yang membuat gedung sekolah harus punya ilmu kependidikan dalam membuat desain bangunan. Jangan samakan membuat gedung sekolah dengan rusunawa, atau hotel.
Sebegitunyakah pendidikan itu? Iya, dan itu harus bisa diterapkan. Kalau ingin membuat bangsa ini besar dan maju. Kita bisa dengan mudah melihat contoh penerapan ini di Negara maju yang pendidikannya baik. Misal, contoh kecil di AS. Dulu, ketika majalah dan Koran masih menjadi raja bacaan sebelum media sosial, maka semua toko buku tidak menjual bebas majalah dan Koran dewasa secara sembarangan, kenapa? Karena kalau mudah di akses anak-anak sekolahan maka akan berdampak buruk bagi moral. Di Tiongkok, tiktok dibatasi dengan sangat ketat, kenapa? Bukankah mereka adalah produsen tiktok? Karena mereka peduli dengan pendidikan anak untuk masa depan Negara.
Kita bisa temui hal semacam itu di hampir semua Negara maju, betapa Negara sangat hadir dalam pendidikan. Mereka tidak mau meninggalkan generasi yang lemah dikemudian hari. Mungkin ada juga yang bertanya, kalau semua guru digaji besar dengan jumlah guru (negeri) yang sangat banyak, tentu Negara tidak akan sanggup dan berdampak pada APBN. Pernyataan ini ada benarnya kalau kita merekrut sebanyak mungkin guru tanpa mempertimbangkan kualitasnya, atau guru yang sudah ada, apa adanya kita pertahankan. Menggaji guru dengan sangat layak adalah dampak dari kualitas guru yang tinggi. Artinya, jika sudah berkompeten dengan empat hal pokok tadi, maka tentu gaji besar adalah layak.
Menciptakan guru dengan Kualitas guru yang tinggi bukan pekerjaan yang gampang, semudah membalikkan telapak tangan. Ini adalah kerja yang membutuhkan waktu, melibatkan semua pihak, termasuk merombak total kurikulum dan mengorbankan banyak pihak, termasuk menseleksi ulang guru yang sudah ada. Bahasa gampangnya, menyaring guru seketat-ketatnya, sehingga guru yang dibutuhkan betul-betul guru yang berkompeten.
Misal, sekarang ada guru sebanyak 3 juta lebih. Maka, diseleksi dan tinggal hanya 500.000 guru, guru yang 500.000 diseleksi lagi hingga benar-benar bisa mendidik dan mengajar sesuai dengan yang diharapkan. Nah, guru yang terseleksi ini ketika mengajar di sekolah, sekolah sudah siap dengan kurikulum yang menjawab tantangan kedepan. Kurikulumnya tentu saja bukan jadul dan ketinggalan zaman. Artinya, harus ada keberanian memangkas jumlah bidang studi dengan bidang studi yang kira-kira dibutuhkan oleh era sekarang dan menjawab tantangan di masa depan. Disamping memangkas bidang studi, juga harus bisa memangkas jam pembelajaran. Disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungan sekolah.
Yang terjadi sekarang justru sebaliknya, guru merasa bidang studi yang diajarkan sangat penting dan wajib dipelajari siswa dengan metode yang jadul dan ketinggalan zaman. Kemudian, sekolah menjejali siswa dengan pelajaran tambahan yang kebanyakan tidak dibutuhkan oleh siswa, yang merasa butuh hanya guru saja.
Metode jadul dan ketinggalan zaman tentu saja yang saya maksud bukan guru yang menerangkan pelajaran pakai kapur atau spidol tanpa laptop dan infokus, bukan itu. Metode jadul adalah guru masih pakai buku pegangan tahun 1980 an atau 90-an misalnya, tanpa up-date dengan model baru dalam materi belajar. Padahal, sekarang sumber belajar sudah sangat banyak dan tidak terbatas.
Setelah membaca panjang lebar tulisan diatas apakah masih meremehkan profesi guru? Dengan menganggap jadi guru itu gampang? Sikap demikian terjadi kareka akar masalah pendidikan tidak pernah Serius kita perbaiki. Kita sudah sangat lama melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang padahal kondisi sudah berubah. “Kamu akan gila jika melakukan hal yang sama terus menerus disaat situasi dan kondisi sudah berubah” demikian celetuk Albert Einstein. Semoga kita semua bisa berbenah dan bangkit, pendidikan kita maju dan Negara kita juga maju, sebab pendidikan adalah kunci.
Wallahu A’lam bish showabb