CHILDFREE, DAN PILIHAN UNTUK TIDAK MENIKAH Oleh: Azwirman,S.Pd

Artikel Tokoh199 Views

CHILDFREE, DAN PILIHAN UNTUK TIDAK MENIKAH

Oleh: Azwirman,S.Pd

Ada beberapa alasan seseorang itu memutuskan untuk tidak punya anak (childfree) atau memutuskan untuk menjomblo seumur hidup alias tidak menikah.

Pertama, Alasan Kesehatan. Dengan memutuskan untuk punya anak, justru malah membahayakan diri dan anak yang dikandungnya. Semisal, penyakit kanker rahim. Seorang perempuan yang terkena kanker organ dalam, akan sangat beresiko jika hamil, dan kemungkinan medisnya bisa menimbulkan kematian bagi si perempuan atau bayi dalam perutnya. Sementara itu ada yang memutuskan untuk tidak menikah karena menderita penyakit menular, semisal HIV Aids. Membahayakan pasangannya karena tertular melalui hubungan suami istri.

Kedua, Alasan Ekonomi. Ada yang beralasan kebutuhan yang semakin sulit, bisa saja dikarenakan pengangguran yang dideritanya selama ini, jangankan untuk kebutuhan diri dan orang lain, untuk dirinya saja belum mampu meskipun sekedar uang jajan masih minta sama orang tua. Kemandirian jauh dari orang seperti ini. Hidup dari belas kasihan orang tua atau orang lain, meski sudah masuk usia produktif. Alasan ini kebanyakan menimpa pihak laki-laki, jarang sekali perempuan yang “pengangguran” punya persepsi seperti ini, ini mungkin karena ajaran agama dan budaya yang menuntut laki-laki dalam tanggung jawab nafkah untuk urusan rumah tangga. Karena belum bekerja dan berpenghasilan maka, memutuskan untuk menunda bahkan tidak menikah untuk selamanya.

Ketiga, Alasan Perang. Di Negara atau daerah konflik, keamanan adalah barang mahal dan langka, banyak yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak punya anak. Jangankan untuk membina keluarga, sekedar selamat dari bahaya perang pun sungguh sangat sulit. Hidup dari satu tempat pengungsian ke tempat pengungsian lainnya. Saban hari nyawa serasa diujung tanduk, apalagi kalau sudah menjadi bagian dari tentara atau pejuang yang harus ikut dalam misi pertempuran menghadapi musuh.

Pada umumnya, wilayah atau Negara yang pernah atau sedang terjadi konflik, apakah perang saudara namanya atau perang menghadapi Agresor dari Negara lain atau penjajahan yang sedang berlangsung, kita mendapati banyak yang memutuskan untuk tidak menikah, kebanyakan laki-laki, dan kalau sudah menikah atau baru menikah konflik terjadi maka memutuskan untuk tidak punya anak atau menunda punya anak.

Keempat, Alasan kesibukan yang luar biasa. Kesibukan yang luar biasa bisa terjadi karena ia seorang yang sangat penting, seorang tokoh atau pejuang, seorang ulama yang saban hari tanpa henti-hentinya menyelesaikan banyak urusan keumatan, seorang penuntut ilmu yang karena kesibukannya dalam belajar sehingga agak lupa dengan urusan membina rumah tangga. Kalau tokoh bisa kita contohkan pada sosok Ibrahim Datuk Tan Malaka, atau yang lebih dikenal dengan Tan Malaka. Seorang revolusioner, asal Minangkabau yang menghabiskan harinya dalam pendidikan, pengembaraan, perjuangan, penjara ke penjara hingga pelarian selama dua puluh tahun karena dimata-matai oleh pihak Komunis internasional. Hidup pada masa penjajahan dan pergulatan ideology dan pemikiran pada awal abad 20.

Keluar dari keanggotaan Komunis Internasional (Komintern) yang sebelumnya beliau adalah ketua Komintern untuk Asia fasifik. Ide Pan islamisme yang beliau tawarkan ke Stalin di tolak karena bertentangan dengan semangat Komunisme itu sendiri. Hari-hari penuh perjuangan, menulis banyak tulisan dan buku, penyamaran puluhan kali, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, satu Negara ke Negara lain, menjalin kontak dengan para pejuang di tanah air, membuat sosok beliau sangat legendaris.

Selain Tan Malaka, di Mesir kita mengenal sosok Sayyid Qutb, pemikir, pejuang muslim, penulis buku dan tafsir Alqur’an, dipenjara selama lima belas tahun selama kepemimpinan Gamal Abdul Nasser hingga akhir hayat beliau di tiang gantungan tahun 1966. Kemudian ada juga Ibnu Taimiyah, seorang Ulama, penulis sangat produktif, punya murid yang sangat banyak dan hebat semisal Ibnu Qayyim, ibnu Katsir, Adz Dzahabi, dll. Pernah di penjara di masa pemerintahan Dinasty Mamluk di Mesir dan Syam. Selain seorang ulama yang produktif, beliau juga sosok mujahid yang dengan gagah berani melawan pasukan Mongol (Tar-tar) pada waktu itu. Menguasai banyak bidang ilmu dan lain sebagainya.

Selain Tan Malaka, Sayyid Qutb, Ibnu Taimiyyah ada juga sosok Imam Nawawi, seorang ulama yang wafat dalam usia yang tergolong masih muda, 45 tahun. Namun karya beliau melebihi usianya. Bayangkan dalam usia “hanya” 45 tahun, beliau menulis banyak sekali kitab-kitab hadits yang berjilid-jilid, selain itu beliau juga mengajar banyak majelis, banyak murid, seorang pejuang juga, karena beliau hidup dimasa-masa kondisi umat jauh dari stabil, perang dan pertikaian antar kelompok dan pemerintahan, serbuan pasukan Tar-tar dan lain sebagainya. Beliau pernah di kisahkan, selama 2 tahun tidak beranjak dari tempat duduknya, selain untuk beribadah, kebutuhan pribadi dan mengajar. Beliau selama itu menulis dan berhenti kalau beliau tertidur di kursinya, ketika bangun beliau melanjutkan menulisnya. Beliau bisa menulis rata-rata 40 halaman perhari. Luar biasa!

Namun, tidak selalu karena alasan kesibukkan seseorang memutuskan untuk tidak menikah. Banyak juga yang sibuk, namun mereka menikah. Barangkali ini sifatnya incidental, sesuai situasi dan kondisi. Beberapa tokoh/ulama yang kita sebutkan tadi, mereka memutuskan untuk tidak menikah sebab kondisi juga yang membuat mereka dengan mantap memutuskan untuk tidak menikah, dan toh, mereka tidak melakukan dosa (zina) karena tidak menikah. Bahkan, ada diantara mereka yang memikirkan saja untuk menikah, punya pasangan dan keluarga pun tidak sempat. Semisal, hidup lama dipenjara atau dalam pengasingan.

Empat alasan itu, mulai dari kesehatan, Ekonomi, perang dan kesibukan yang luar biasa masih bisa di toleransi. Sebab, banyak juga yang mencontohkan. Mereka melakukannya karena “terpaksa” dan alasan yang sangat masuk akal. Kalau konteks sekarang, apakah ada orang yang seperti mereka? Mungkin saja ada, hanya saja kita tidak tahu.

Namun fenomena hari ini (childfree dan tidak menikah) yang banyak menjadi pilihan anak Millenial, gen Z, baik yang disampaikan tanpa malu-malu dan terus terang, atau diam-diam mereka menjomblo atau menikah dan komitmen dengan pasangan untuk tidak punya anak. Mereka tentu punya alasan, apakah ada diantara mereka punya alasan seperti yang saya sebutkan diatas? Sulit untuk dikatakan tidak ada. Jikapun ada, barangkali karena alasan kesehatan. Kalau kita lihat, Secara ekonomi banyak yang sudah cukup dan boleh dikatakan mapan, sudah punya kendaraan pribadi, gaji yang cukup besar, sudah punya rumah, sebagian, dan pendidikan yang tinggi, namun memutuskan untuk tidak menikah dan kalaupun menikah memutuskan untuk tidak punya anak alias childfree.

Kalau alasan penyakit, kebanyakan dari mereka sehat sehat saja, hal ini karena gizi yang sudah membaik, budaya berolah raga yang rutin, dan pola hidup sehat lainnya. Alasan perang? Saat ini khusus untuk Indonesia, kemungkinan akan terjadi perang, baik dengan Negara lain maupun dengan sesama anak bangsa (civil war) kemungkinan kecil bisa terjadi, sebab; pertama, Indonesia punya politik bebas aktif dan tidak punya musuh dengan Negara manapun, bahkan Papua Nugini yang sudah lama menjadi bamper bagi KKB tidak pernah dianggap musuh oleh pemerintah Indonesia. Timor leste, yang melepaskan diri dari Indonesia, 1999 tidak pernah bermusuhan semenjak mereka lepas, bahkan kalaupun mereka mau bergabung lagi maka, Indonesia pasti siap. Konflik dalam negeri? Saya rasa, bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling sabar di dunia. Demonstrasi sering terjadi, tapi yang sampai meninggal ratusan orang sebagaimana yang terjadi di banyak Negara, pernah terjadi memang, semisal tahun 1998 silam, tapi tidak sampai menimbulkan perang sipil yang berkepanjangan.

 

Kalau alasan sibuk? Silahkan saja untuk tidak menikah kalau kesibukannya sudah seperti para ulama dan tokoh yang saya sebutkan diatas. Mereka hari ini “sibuk” karena gadget di telapak tangan yang tidak pernah mau lepas. Itu alasan kesibukan mereka. Kalau kerja? Tidak ada perusahaan yang membiarkan karyawannya kerja sampai 24 jam. Paling banter lembur hingga malam dan itu tidak setiap malam. Entah kalau mereka itu sibuk karena ada tanggung jawab semisal saudaranya masih sekolah dan butuh biaya, sementara orang tua sudah meninggal salah satu atau kedua-duanya, ini bisa di maklumi.

 

Lifestyle (Gaya Hidup)

Sebenarnya, alasan childfree dan tidak menikah terutama bagi Millenial dan gen Z (tidak semuanya, namun kecenderungannya kearah itu) lebih karena style atau gaya hidup. Gaya hidup untuk berstatus single atau tidak punya anak ini sebenarnya sudah lama melanda Negara-negara maju terutama Barat, kemudian merambah ke Asia, Jepang, Taiwan dan Korea selatan, dan hari ini sudah menjangkiti anak-anak generasi muda harapan bangsa. Jepang, Taiwan dan Korea selatan sebagai Prototipe dari budaya dan peradaban barat di Asia, sudah lama menjangkiti hingga sekarang anak muda Millenial cenderung meniru apa yang diperbuat dalam budaya ketiga Negara itu, terutama K-Pop yang melanda laksana air bah.

Dulu, cukup malu juga kalau belum menikah sementara umur sudah makin bertambah, sekarang tidak menikah sebuah kebanggaan dan malah di proklamirkan, kayak hari kemerdekaan saja. Atau mereka terlihat bahagia ketika sudah menikah dan memutuskan untuk tidak punya anak, dengan alasan kesibukan dan tidak mau repot.

Begitulah potret generasi Millenial/ Generasi Z dan sebentar lagi akan berganti dengan generasi yang lebih baru lagi, Alfa. Mereka yang lahir pada tahun 2012-an keatas, atau lebih muda dari itu. Mereka adalah anak-anak yang ketika masih berada dalam perut ibunya, ibunya sudah megang Android.

 

Apa jalan keluarnya?

Ibarat nasi sudah jadi bubur, maka sebelum jadi tahi ayam, bubur tadi kita pastikan bisa jadi bubur ayam yang enak untuk di makan. Artinya, kita tidak bisa menghentikan total apa yang sudah terjadi dan apa yang sedang jadi kebiasaan hari ini, terutama anak kita, generasi kita yang sudah terlanjur mengadopsi hampir semua budaya dan style dari luar yang tentu saja sebagian besar tidak cocok dan tidak sesuai dengan budaya dan jati diri kita sebagai bangsa dan Agama yang kita anut. Mereka kebanyakan adalah follower dari kerusakan yang sistematis ini, kerusakan itu berawal dari rusaknya fikiran dan pola pikir serta paradigma mereka yang sudah terBaratkan, terKoreakan, terJepangkan, dan ini harus kita warnai kembali dengan pola pikir terbaik bangsa ini.

Kalau mau jujur, kerusakan mental yang melanda generasi hari ini, sebenarnya tidak lepas dari kerusakan yang juga sudah terjadi pada generasi sebelumnya. Berbicara tentang generasi sebelumnya, sekarang mereka adalah orang tua dari generasi muda hari ini. Tentu saja, pewarisan nilai-nilai dan Norma yang baik dan benar tidak terjadi dengan mulus. Bisa saja orang tua dari anak-anak kita yang rusak hari ini adalah generasi yang sudah rusak juga. Maka, nilai-nilai keburukan itu diwarisi oleh orang tua mereka.

Tapi itu adalah hal yang sudah terjadi, ternyata yang rusak bukan anak dan generasi muda kita semata, namun juga generasi yang ada diatas mereka. Ingat, pendidikan itu setidaknya ada 3 tahapan: Pertama, Pengajaran. Kedua, Pembiasaan dan Ketiga, Keteladanan. Generasi yang baik, Lahir dari pengajaran yang baik, pembiasaan yang baik dan keteladanan yang baik. Dan semuanya itu tergantung dari generasi diatas mereka. Bisa orang tua, tetangga, masyarakat dan tokoh masyarakat serta para pemimpin mereka.

Islam, adalah agama yang mengatur semua lini dan sendi kehidupan manusia, termasuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam, bukan agama yang kaku yang serba tidak boleh, namun juga bukan ajaran yang serba boleh dan bebas. Islam adalah agama yang sangat relevan sepanjang zaman. Dan islam mampu menjawab semua persoalan hidup, apapun jenis dan bentuknya. Termasuk persoalan Childfree dan keputusan untuk tidak menikah.

Ketika seseorang memutuskan untuk tidak menikah, bukan berarti Islam mencela dan melarang orang dengan perbuatan yang demikian. Sebagaimana kita ketahui bahwa, asal dari hukum menikah Menurut sebagian besar ulama adalah mubah dalam artian boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunah, makruh, dan haram. Sebagaimana penjelasannya adalah sebagi berikut :

a. Jaiz atau mubah, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.

b. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah. Bila tidak menikah, khawatir ia akan terjerumus ke dalam perzinaan.

c. Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah, tetapi masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.

d. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungannya. Atau dia memiliki penyakit lemah syahwat, takut akan mengecewakan pasangannya nanti.

e. Haram, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan, tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.

 

Dengan demikian, ketika ada seseorang yang tidak mau menikah, apakah sifatnya sementara atau selama-lamanya, kita bisa merujuk pada hukum nikah diatas. Apa alasannya sehingga memutuskan untuk tidak menikah. Apakah karena urusan Nafkah, urusan penyakit atau urusan kesibukan sehingga tidak sempat nikah. Jangan sampai dia punya niat tidak mau nikah, sementara kehidupan secara finansial mapan, pendidikan bagus, punya hasrat kepada lawan jenis dan tidak lemah syahwat. Apakah hanya sekedar hidup sendiri tanpa tanggungan dan melakukan dosa (zina) sepanjang hidupnya. Ini jatuhnya dia sudah wajib untuk menikah, kalau tidak, dia sudah melakukan dosa besar dan kefasikan sepanjang hidupnya.

Barangkali ini yang banyak terjadi pada generasi muda yang tidak mau menikah, tapi dosa (zina) jalan terus. Kepada orang seperti ini, dia harus diberikan pemahaman bahwa tindakannya itu salah besar dan dosa besar. Sebab, sebagai seorang manusia yang beragama, kita dilarang untuk hidup bebas tanpa aturan-aturan. Nikah adalah aturan main dalam hidup yang disyariatkan oleh Allah swt untuk manusia yang tidak ada alasan untuk hidup membujang seumur hidupnya. Naluriah sebagai manusia akan tersalurkan ditempat yang baik dan dengan cara yang baik dan diredhai oleh Allah swt, dan itu adalah tujuan dari pernikahan. Bukan hidup bebas seperti binatang atau kumpul kebo seperti yang dilakukan oleh masyarakat Barat.

Kepada generasi muda, jika ada orang yang punya pemikiran seperti diatas, tidak menikah karena semata-mata ingin bebas saja, maka sampaikan kepada mereka; “Silahkan anda hidup dengan dunia anda hari ini, namun hal-hal prinsip (agama) jangan sampai anda ditinggalkan dan hal-hal prinsip (agama) juga berupa larangan harus kalian tinggalkan”. Kalau mereka tidak menikah dengan alasan yang tidak jelas, karena ingin bebas merdeka saja misalnya, maka tanamkan rasa tanggung jawab itu, yakinkan mereka bahwa menikah itu banyak sekali hikmah dan manfaat yang bisa diperoleh.

Kalau mereka menikah, lalu memutuskan untuk tidak punya anak dengan alasan yang tidak jelas, maka jelaskan kepada mereka bahwa punya anak itu lebih membahagiakan dibandingkan dengan tidak punya anak. Lihatlah, betapa banyak pasangan yang sudah bertahun-tahun merindukan seorang anak dalam kehidupan mereka, namun Allah swt masih belum memberikan mereka anugerah berupa anak yang membahagiakan dan penyejuk mata. Ternyata tidak punya anak itu lebih ngenes dan punya anak itu sangat membahagiakan. Anak-anak generasi Strawberry memang harus lebih banyak pendampingan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka hidup di zaman ujian dan godaan untuk lemah itu lebih banyak dibandingkan dengan generasi sebelum mereka, namun celakanya, para orang tua di rumah, guru di sekolah dan masyarakat, malah terjebak pada kesibukan dengan alasan mencari nafkah, sehingga hal-hal mengenai psikologi anak, lebih-lebih anak zaman Now, tidak mereka pahami.

Mereka dulu semasa masih muda dan remaja juga sebagian bermasalah, ketika sudah berkeluarga dan punya anak, dan anaknya sudah remaja pula, mereka gagap, tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika anaknya bermasalah. Betapa banyak orang tua yang tidak paham apa kebutuhan anak mereka (psikologis) yang mereka tahu anak harus di kasih makan, pakaian, tempat tinggal dan kendaraan, yang sifatnya biologis dan materialis.

Ini adalah Pekerjaan besar bagi orang-orang dewasa siapapun dan apapun profesi mereka. Pemerintahan, masyarakat biasa, tokoh masyarakat, pedagang, petani, buruh, kantoran, guru, pegawai, bahkan satpam, tukang parkir, cleaning servis, dll semuanya terlibat dalam pendidikan masa depan anak dan generasi muda. Sebab, mau tidak mau suatu saat mereka akan menggantikan apa yang kita lakukan hari ini. Kita, sebagai generasi diatas mereka suatu saat akan digantikan oleh mereka karena sebab “pensiun”, baik dalam arti sudah tidak produktif lagi atau meninggal dunia.

 

Terakhir, barangkali alasan generasi muda sekarang untuk tidak menikah atau menikah tapi memutuskan untuk tidak punya anak (childfree) boleh jadi karena kondisi Negara tempat ia tinggal dan menetap serta berkehidupan sudah tidak punya jaminan masa depan yang jelas, atau setidaknya masa depan yang baik untuk bangsa yang bernama Indonesia ini makin kabur bagi mereka. Indikasinya bisa mereka temukan pada kesibukkan para elit terhadap politik saja dan kurang serius dalam membangun bangsa agar lebih baik ke depan. Ketersediaan lapangan pekerjaan yang makin jauh dari harapan, pertumbuhan ekonomi yang selalu dibawah target beberapa tahun belakangan, PHK terjadi dimana-mana, korupsi yang sulit diberantas dan makin merajalela, menambah “kegalauan” mereka untuk bisa berharap banyak pada bangsanya sendiri.

 

Kasus #Kaburajadulu adalah contoh konkrit dari makin tidak percayanya generasi muda, terutama yang berpendidikan baik, terhadap para penyelenggara Negara. #Kaburajadulu adalah sebentuk protes dan kritik gaya anak muda sekarang yang sebagian besar sudah sangat akrab dengan teknologi Informasi. Mungkin, sebagian dari mereka sudah tidak lagi betah berlama-lama di Negeri tercinta, karena toh, kecerdasan mereka tidak dihargai sehingga mencari peruntungan di Negara lain atau memang sebentuk protes kepada elit pemerintah agar segera mencarikan solusi dan bekerja lebih serius agar Negara ini tidak semakin buruk dan terpuruk.

Untuk masa depan mereka saja, memperoleh kehidupan yang layak, sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UUD 1945, mereka susah untuk mendapatkannya, apalagi untuk keluarga dan anak mereka dimasa depan. Makanya, jalan keluarnya, bagi sebagian mereka, adalah keluar negeri untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan hidup yang layak.

Angka-angka statistik dan hasil penelitian baik dalam dan luar negeri yang menunjukkan makin menurunnya kualitas bangsa dari tahun ke tahun, mulai dari ekonomi, pendidikan, lapangan pekerjaan, pengangguran, rupiah yang makin melemah, keamanan dan kenyamanan yang makin tidak terjamin. Belum lagi kebutuhan sehari-hari yang semakin sulit untuk dipenuhi, terutama mereka yang hidup di perkotaan.

Apapun itu, tidak ada alasan untuk saling menyalahkan, kita semua punya tanggung jawab yang tidak kecil terhadap diri dan orang lain yang ada di sekitar kita. Terutama tanggung jawab bagi masa depan bangsa ini menjadi lebih baik.

 

Kesimpulan

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar”.

(Surat Al-Isra’ ayat: 31)

“Janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka”. (Surat Al-An’am ayat: 151)

Kehidupan yang semakin kompleks memaksa sebagian dari generasi hari ini memutuskan untuk tidak menikah, atau menikah tapi tidak punya anak (childfree) adalah sesuatu yang terdengar aneh ditelinga generasi sebelum mereka. Nyaris tidak ada generasi orang tua kita yang dengan bangga menyatakan tidak menikah atau menikah tanpa punya anak.

Gejala dan fenomena ini tentu ada sebabnya, dan sebabnya itu tidak bisa kita anggap sepele dan remeh. Penyebabnya tentu, Pertama, sudah terjadi perbedaan yang sangat jauh antara generasi sekarang dengan generasi sebelum mereka. Perbedaan itu mencakup, teknologi, gaya hidup, budaya dan tantangan zaman yang makin kompleks dan berdampak pada pergeseran pola fikir, nilai dan norma. Kedua, kondisi pemerintahan dan politik dalam Negeri yang kian lama kian tidak jelas dan tidak menentu. Di Negara berkembang, khususnya di Indonesia, punya masalah yang relative sama, yaitu tidak punya kepemimpinan atau pemerintahan yang efektif. Hal ini menyebabkan tata kelola Negara yang carut-marut sehingga berdampak pada masa depan bangsa yang kian suram. Dengan situasi politik yang tidak stabil, pemerintahan yang tidak efektif, korupsi merajalela dan lain sebagainya, anak-anak muda sebagai generasi masa depan melihat situasi ini, dan cara mereka menyelesaikan masalah itupun tidak biasa, karena faktor yang pertama tadi, yaitunya dengan memutuskan untuk tidak menikah (jomblo) atau childfree. Selesai.

Apakah tindakan mereka bisa dibenarkan? Tidak juga, disalahkan pun, ya mereka jelas salah. Namun, akar masalah itu bukan pada mereka, namun pada generasi diatas mereka. Mereka, generasi diatas mereka adalah pihak yang dituding oleh generasi Z sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas masalah ini. Tanpaknya ini adalah bahan renungan bagi kita semua. Disamping itu, tentu saja pengajaran dan pemahamana agama yang sangat minim menambah kekalutan mereka dan mengambil jalan pintas yang dianggap pantas, tidak menikah dan tidak punya anak.

 

Wallahu alam

Leave a Reply