ETIK MENYONGSONG PEMIMPIN BARU Oleh: Duski Samad 

Artikel Tokoh264 Views

ETIK MENYONGSONG PEMIMPIN BARU

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang

(Allah berfirman), “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan dan kebijakan di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Sad Ayat: 26). Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad Ayat: 7)

Dua ayat di atas adalah norma ilahiyah penting menegakkan etika dan etik pada pemimpin dan kepemimpinan. Etik adalah praktik dari etika. Etik dan etika sering digunakan secara bergantian, tetapi sebenarnya keduanya memiliki perbedaan makna.

Etika sama pesannya akhlak dalam Islam adalah ilmu atau kajian tentang moral dan norma yang mengatur perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Etika bersifat lebih teoritis dan filosofis, membahas prinsip-prinsip moral yang mendasari tindakan seseorang. Contoh: Etika profesi membahas prinsip-prinsip moral dalam pekerjaan, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan.

Etik adalah penerapan atau aturan moral yang lebih spesifik dalam suatu bidang atau kelompok tertentu. Etik bersifat lebih praktis dan normatif, digunakan untuk membimbing perilaku seseorang dan kolektif dalam konteks tertentu. Contoh: Etik ASN mengatur bagaimana seorang aparatur sipil negara harus bersikap terhadap atasan, rekan kerja, dan masyarakat.

Etika adalah konsep dan teori tentang moralitas. Etik adalah penerapan etika dalam aturan atau norma yang lebih spesifik. Jadi, etika adalah ilmu yang membahas moralitas secara luas, sementara etik adalah aturan yang lebih konkret dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kajian ini dimaksudkan untuk mendorong semua pihak untuk menegakkan etika dan etik dalam menyongsong pemimpin baru Kota Padang yang sudah disahkan oleh Wakil Rakyat, DPRD dan akan segera akan dilantik yakni Walikota dan Wakil Walikota Padang terpilih pada Pilkada serentak 2024 lalu, Fadhli Amran Maigus Nasir.

Patut ditegaskan bahwa makna dari akhir surat Muhammad ayat 7 di atas bahwa pertolongan Allah dan janji-Nya akan meneguhkan kedudukan mereka yang menolong Allah adalah relevan untuk dipahami menghadapi keadaan mendatang. Menolong dan meneguhkan kedudukan adalah harapan ASN lebih khusus lagi pejabat itu adalah keniscayaan setiap ada peralihan pemimpin puncak.

Pesan moral dari kajian apa etika dan etik menyongsong pemimpin baru agar kedudukan aman dan harapan tentu lebih baik, promosi adalah wajar dan sangat manusiawi, bahkan dapat disebut cara menolong agama Allah. Bagi pemimpin, pejabat, ASN dan pegawai Kota Padang bekerja dan mengabdi adalah kerja mulia dan berdimensi ganda, ya kerja mendapatkan penghasilan, ya juga beribadah memproleh pahala dan sekaligus berbuat membangun nagari sendiri yang baseline (dasarnya) sudah mantap, ABSSBK, syarak mangato adat mamakai di atas landasan Islam rahmatan lil alamin.

Islam memiliki pandangan etika etik yang jelas dalam menyongsong kepemimpinan yang melayani, terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Pemimpin dalam Islam bukan hanya sosok yang berkuasa, tetapi juga seorang amanah yang harus menjalankan tugasnya dengan keadilan, tanggung jawab, dan keikhlasan demi kesejahteraan umat.

ETIKA DAN ETIK MENGHADAPI PEMIMPIN
Kepemimpinan bukan sekadar posisi politik atau administratif, tetapi sebuah tanggung jawab besar yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Rasulullah SAW bersabda:”Seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Prinsip utama etika dan etik kepemimpinan Islam meliputi keadilan (Al-‘Adl). Seorang pemimpin harus bersikap adil kepada seluruh rakyatnya, tanpa memihak pada golongan tertentu. Amanah dan tanggung jawab, pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Etika dan etik kepemimpinan yang melayani (Khadim al-Ummah). Pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan penguasa yang menindas atau memperkaya diri sendiri. Pemimpin pelayanan umat adalah konsep dalam Islam yang merujuk pada segala bentuk tindakan, kebijakan, dan inisiatif yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, kesejahteraan, dan kemaslahatan masyarakat.

Pelayanan ini mencakup aspek spiritual, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keadilan. Pelayanan umat adalah bagian dari ibadah dan amanah yang harus dijalankan dengan keikhlasan dan tanggung jawab. Rasulullah SAW bersabda:”Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Etika dan etik pelayanan yang mesti dilakukan oleh slah order kempemimpinan itu luas di antaranya pelayanan spiritual. Membantu umat dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui dakwah, pengajaran agama, dan pembinaan akhlak. Menyediakan sarana ibadah yang layak, seperti masjid, majelis ilmu, dan pusat kajian Islam.

Etika dan etik dalam pelayanan sosial dan kesejahteraan. Memberikan bantuan kepada fakir miskin, anak yatim, dan kaum dhuafa melalui zakat, infaq, dan sedekah. Membangun sistem kesejahteraan sosial yang adil dan merata.

Pelayanan pendidikan dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas, baik formal maupun nonformal. Menyediakan beasiswa dan program literasi untuk masyarakat kurang mampu. Pelayanan kesehatan dengan memastikan masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan yang layak. Mendorong pola hidup sehat dan menjaga kebersihan lingkungan. Pelayanan hukum dan keadilan. Menegakkan hukum yang adil tanpa membedakan status sosial. Melindungi hak-hak masyarakat dan memastikan adanya perlakuan yang adil bagi semua.

Pelayanan tersebut bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat. Memperkuat ukhuwah Islamiyah dan kepedulian antar sesama. Membantu umat dalam menjalankan kehidupan yang lebih baik, baik secara spiritual maupun duniawi. Membangun peradaban Islam yang berlandaskan nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin.

Pelayanan umat dalam Islam bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga tertentu, tetapi juga menjadi kewajiban bersama, termasuk individu, masyarakat, dan organisasi Islam. Dengan pelayanan yang baik, umat Islam dapat hidup lebih sejahtera dan berkontribusi dalam membangun peradaban yang lebih baik.

Etika dan etik mengawal dan mengkritisi kebijakan. Islam mengajarkan bahwa rakyat memiliki hak untuk mengingatkan pemimpin jika ia menyimpang dari prinsip keadilan dan kebaikan. Mendukung program yang baik. Masyarakat harus bekerja sama dalam membangun kemajuan, bukan hanya mengandalkan pemimpin semata. Etika dan etik terhadap pemimpin sebagaimana di atas adalah keharusan mendapat perhatian oleh pembantu pemimpin, pejabat dan semua anggota masyarakat yang dipimpinnya.

MEMASTIKAN PROFESIONALITAS
Dalam organisasi atau pemerintahan, pergantian kepemimpinan adalah hal yang wajar, maka untuk itu diperlukan kesiapan semua SDM memegang erat etika dan etik yang dapat menjamin kemajuan bersama, di antaranya:

Pegawai memiliki kewajiban untuk menjaga etika profesionalitas dalam menyambut dan bekerja di bawah kepemimpinan yang baru. Prinsip etik yang didasarkan pada nilai ketaatan, tanggung jawab, dan keadilan, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW:”Seorang Muslim wajib mendengar dan taat kepada pemimpinnya, baik dalam hal yang ia sukai maupun yang tidak, selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat kepada Allah.” (HR. Bukhari & Muslim). Dalam al Quran ditegaskan: Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS. Al-Isra’ Ayat: 84)

LOYAL PADA KEBAIKAN YANG DIPERINTAHKAN
Loyalitas dan Ketaatan dalam kebaikan adalah etika dan etika utama. Pejabat, ASN dan pegawai wajib bekerja dengan loyalitas tinggi kepada pemimpin baru selama kebijakan yang dijalankan adil dan sesuai aturan. Sikap profesional dan loyalitas harus tetap dijaga tanpa terpengaruh oleh perbedaan pilihan atau kepentingan.

Menjaga sikap hormat dan sopan santun adalah etika kerja dan adab Islam. Tidak menyebarkan fitnah atau opini negatif yang dapat merusak suasana kerja. Mendukung kebijakan yang baik dan konstruktif. Jika pemimpin baru membawa perubahan, harus mendapat mendukung kebijakan yang positif demi kemajuan organisasi. Jika ada kebijakan yang kurang sesuai, kritik harus disampaikan dengan cara yang baik dan solutif.

Menjaga profesionalisme dan kinerja. Tidak bersikap oportunis dengan hanya mendekati pemimpin baru untuk kepentingan pribadi. Fokus pada tugas dan tanggung jawab tanpa terpengaruh oleh dinamika politik internal.

Bersikap netral dan tidak terjebak dalam politik kotor. Menghindari konflik kepentingan atau sikap partisan dalam menyambut pemimpin baru. Menjadi jembatan untuk menjaga harmoni antara pemimpin dan pegawai.
Menjalin komunikasi yang baik. Bersikap terbuka dalam menyampaikan ide atau masukan kepada pemimpin baru. Mengedepankan dialog yang konstruktif untuk membangun hubungan kerja yang sehat.

Menjadi teladan dalam akhlak dan kedisiplinan. Menjaga kejujuran, integritas, dan dedikasi dalam bekerja. Menunjukkan etos kerja yang baik agar menjadi contoh bagi rekan kerja lainnya.

Etika pegawai terhadap pemimpin baru harus didasarkan pada sikap profesional, loyalitas dalam kebaikan, dan komunikasi yang baik. Menjalankan etika dan etik ini, pegawai dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, produktif, dan berorientasi pada kemajuan bersama.

MENDUKUNG KEPEMIMPINAN
Muhammad Abduh, seorang pemikir reformis Islam dari Mesir, memiliki pandangan yang menarik tentang hubungan antara pemimpin, kekuatan, dan amanah. Menurut Abduh pemimpin mesti diikuti dan didukung oleh masyarakat yang dipimpInnya dengan memperhatikan.

Pemimpin memiliki kekuatan (al-quwwah). Dalam pandangan Abduh, kekuatan bukan hanya berarti kekuatan fisik atau militer, tetapi juga kapasitas intelektual, kebijaksanaan, dan kemampuan dalam mengelola negara. Seorang pemimpin yang lemah akan sulit menegakkan keadilan dan melindungi rakyatnya.
Pemimpin adalah pemegang amanah. Abduh menekankan bahwa kepemimpinan adalah amanah dari Allah dan rakyat. Seorang pemimpin harus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, adil, dan transparan. Jika seorang pemimpin hanya mengandalkan kekuatan tetapi mengabaikan amanah, maka ia cenderung menjadi diktator atau tiran.

Keseimbangan antara kekuatan dan amanah. Menurut Abduh, pemimpin yang ideal adalah mereka yang memiliki keseimbangan antara kekuatan dan amanah. Jika hanya memiliki amanah tanpa kekuatan, maka ia akan mudah dipengaruhi atau dikendalikan oleh pihak lain. Sebaliknya, jika hanya memiliki kekuatan tanpa rasa amanah, maka ia akan menyalahgunakan kekuasaannya.

Pemerintahan yang baik berlandaskan hukum dan moral. Abduh berpendapat bahwa kekuasaan yang sah harus berpijak pada hukum Islam yang rasional serta nilai-nilai moral. Pemimpin harus memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan hak-hak rakyat dihormati.

Dalam konteks reformasi Islam, Abduh berusaha menghidupkan kembali konsep kepemimpinan yang tidak hanya kuat secara politik tetapi juga berlandaskan nilai-nilai etika dan keadilan.

Kesimpulan:
Dalam menghadapi pergantian kepemimpinan, penting bagi ASN dan masyarakat untuk memahami etik dalam menyongsong pemimpin baru. Islam menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan keadilan, tanggung jawab, dan pelayanan kepada umat.

ASN memiliki peran strategis dalam memastikan kesinambungan pemerintahan yang profesional dan berorientasi pada kemajuan. Oleh karena itu, sikap loyal pada kebaikan, menjaga etika profesional, serta mendukung kebijakan yang konstruktif harus menjadi prinsip utama dalam bekerja di bawah kepemimpinan baru.

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memilih, mengawal, dan mendukung pemimpin yang berkualitas. Kepemimpinan yang baik bukan hanya bergantung pada pemimpinnya, tetapi juga pada dukungan rakyat yang aktif dalam membangun kemajuan bersama.
Muhammad Abduh menekankan bahwa kepemimpinan yang ideal adalah yang memiliki keseimbangan antara kekuatan (al-quwwah) dan amanah. Pemimpin harus kuat dalam intelektual dan kebijakan, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai moral dan hukum. Tanpa keseimbangan ini, kepemimpinan bisa jatuh ke dalam kelemahan atau tirani.
Dengan menjalankan etika kepemimpinan yang baik, ASN dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan pemerintahan yang harmonis, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama, sebagaimana prinsip Islam dalam membangun peradaban yang rahmatan lil ‘alamin. DS.

Leave a Reply