III: RAMADHAN:
Kesederhanaan Penuh Berkah, Manfaat Tanpa Hedonisme
Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol
Menyongsong Ramadhan 1446H/2025 insya Allah link indonesiamadani.com akan menurunkan artikel yang memperkuat keberadaan bulan suci Ramadhan dalam melatih dan mendidik umat mencapai kualitas taqwa. Taqwa yang focus pada Kesehatan mental dan rehabilitasi sosial. Dalam perspektif kesehatan mental dan rehabilitasi sosial, taqwa bukan hanya sekadar konsep spiritual, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk keseimbangan psikologis dan sosial seseorang dalam kehidupan nyatanya.
Beberapa makna taqwa dalam konteks ini adalah taqwa sebagai pilar kesehatan mental. Ketenangan Batin. Taqwa menumbuhkan kesadaran bahwa seseorang selalu diawasi oleh Allah, sehingga dapat mengurangi kecemasan dan stres. Resiliensi Psikologis. Orang yang bertakwa cenderung lebih tahan terhadap tekanan hidup karena memiliki ketergantungan kepada Allah (tawakkal) dan menerima segala cobaan dengan sabar dan Syukur. Pengendalian Diri (Self-Regulation). Kesadaran akan nilai-nilai spiritual membantu seseorang untuk mengontrol emosi, menghindari perilaku impulsif, dan menjaga keseimbangan psikologis.
Taqwa dalam yang dapat dikonstribusikan bagi rehabilitasi sosial. Pemulihan Identitas Diri. Dalam rehabilitasi sosial, terutama bagi individu yang mengalami keterpurukan moral, kriminalitas, atau kecanduan, taqwa dapat menjadi fondasi untuk membangun kembali rasa harga diri dan tujuan hidup. Mendorong perilaku prososial. Kesadaran akan hubungan dengan Allah biasanya juga meningkatkan kesadaran sosial, seperti kepedulian terhadap sesama, jujur, dan menjauhi perbuatan yang merugikan diri sendiri serta orang lain. Membangun koneksi sosial yang positif: Orang yang bertakwa cenderung lebih selektif dalam pergaulan, mencari komunitas yang mendukung perubahan positif, seperti kelompok pengajian atau rehabilitasi berbasis agama.
Inti dari taqwa yang dipesankan Ramadhan adalah pendidikan jiwa. Puasa tidak hanya belajar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan hawa nafsu, termasuk nafsu untuk hidup berlebihan, bermewah-mewah, dan boros. Islam mengajarkan untuk hidup sederhana, karena kesederhanaan membawa berkah, ketenangan, dan manfaat bagi banyak orang. Itu salah satu pesan utama dari taqwa goolnya puasa (QS.2:183).
1. Hidup Sederhana adalah Ajaran Islam.
Dalam Islam, hidup sederhana bukan berarti miskin atau tidak boleh menikmati rezeki. Tetapi, Islam melarang sikap berlebihan (israf) dan boros (tabdzir). Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara setan.” (QS. Al-Isra: 26-27). Dari ayat ini, kita bisa memahami bahwa: Bermewah-mewah bisa menjauhkan kita dari kesyukuran. Sikap boros bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga membuat kita lupa untuk berbagi dengan orang lain. Orang yang boros diibaratkan sebagai saudara setan, karena menghabiskan harta tanpa manfaat.
Rasulullah SAW juga mengajarkan kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun beliau adalah pemimpin umat. Beliau bersabda: “Kesederhanaan adalah bagian dari iman.” (HR. Abu Dawud). Hidup sederhana adalah tanda keimanan dan kedekatan kita kepada Allah SWT.
2. Ramadhan Mengajarkan Kesederhanaan.
Ramadhan adalah momen untuk melatih diri agar hidup sederhana dan bermanfaat. Beberapa nilai yang diajarkan Ramadhan dalam hal ini adalah makan dan minum secukupnya. Saat berbuka puasa, jangan tergoda untuk berlebihan dalam makanan dan minuman. Rasulullah SAW mengajarkan kesederhanaan dalam makan: “Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika harus lebih dari itu, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara.” (HR. Tirmidzi). Jangan menjadikan buka puasa sebagai ajang pamer makanan mewah, sementara masih banyak orang yang kelaparan.
Menghindari gaya hidup konsumtif. Ramadhan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari barang-barang mewah. Banyak orang yang membeli baju mahal dan berlebihan untuk Lebaran, padahal hakikatnya yang lebih penting adalah keberkahan dan kebersihan hati. Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah hati yang merasa cukup.” (HR. Bukhari & Muslim). Maka, belajarlah untuk merasa cukup dengan yang ada, tanpa harus mengikuti gaya hidup yang serba mewah.
Menumbuhkan kepedulian sosial. Kesederhanaan dalam Islam bukan hanya tentang mengurangi konsumsi pribadi, tetapi juga tentang berbagi kepada yang membutuhkan. Jika berhemat dalam pengeluaran pribadi, maka bisa lebih banyak bersedekah dan membantu sesama. Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, terutama di bulan Ramadhan. Dari sini belajar bahwa kesederhanaan bukan hanya soal menahan diri, tetapi juga tentang bagaimana bisa lebih bermanfaat bagi orang lain.
Hidup bermanfaat di bulan Ramadhan. Selain hidup sederhana, juga harus menjadikan hidup ini bernilai dan bermanfaat. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad) Bagaimana cara menjadikan hidup lebih bermanfaat di bulan Ramadhan?
Gunakan waktu untuk ibadah dan ilmu. Perbanyak membaca Al-Qur’an, ikut kajian, dan meningkatkan pemahaman agama. Bantu orang lain baik dengan tenaga, harta, maupun doa. Kurangi kebiasaan yang tidak produktif : Misalnya terlalu banyak nonton TV, bermain media sosial tanpa manfaat, atau bergosip. Jaga lingkungan.
Sederhana bukan berarti tidak peduli, maka tetap jaga kebersihan dan kelestarian alam. Dengan cara ini, kita bisa menjadikan Ramadhan sebagai ajang memperbaiki diri dan memberikan manfaat bagi orang lain.
Bahaya hidup mewah dan berlebihan. Sikap berlebihan dan terlalu cinta dunia bisa membahayakan diri sendiri, di antaranya, lupa Bersyukur. Orang yang selalu mengejar kemewahan sering merasa tidak pernah puas. Meningkatkan Sifat Sombong. Bisa membuat merendahkan orang lain yang tidak punya banyak harta. Menjauhkan dari Ibadah. Sibuk mengejar dunia sering membuat lalai dari shalat dan dzikir. Menjadi Beban di Akhirat. Harta yang tidak digunakan dengan baik akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, harus kembali ke prinsip hidup sederhana yang membawa berkah, bukan hidup mewah yang hanya sementara.
Ramadhan mengajarkan untuk hidup sederhana, bermanfaat, dan menjauhi kemewahan yang berlebihan. Puasa melatih kesederhanaan dalam makan dan minum. Jangan berlebihan saat berbuka dan sahur. Menghindari gaya hidup konsumtif. Tidak perlu membeli barang yang tidak diperlukan hanya untuk pamer. Menumbuhkan kepedulian sosial. Dengan hidup sederhana bisa lebih banyak berbagi kepada yang membutuhkan. Menjadikan hidup lebih bermanfaat. Mengisi waktu dengan ibadah, ilmu, dan membantu orang lain. Menjauhi kesombongan dan cinta dunia berlebihan. Hidup sederhana membawa ketenangan dan kebahagiaan sejati.
1. Dasar Yuridis dan Hukum
Dasar Yuridis. Dalam konteks hukum dan peraturan di Indonesia serta prinsip-prinsip hukum Islam, judul ini dapat dikaitkan dengan beberapa landasan hukum berikut: Konstitusi dan Peraturan di Indonesia. Pasal 31 UUD 1945: Mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, yang idealnya bersifat sederhana, inklusif, dan bermanfaat bagi kehidupan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, serta memiliki ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pendidikan Karakter: Menekankan pentingnya pendidikan yang tidak hanya menekankan akademik, tetapi juga membangun karakter sederhana, tidak konsumtif, dan berorientasi pada kebermanfaatan sosial.
Hukum Islam. Kesederhanaan dalam Islam, QS. Al-Furqan: 67: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi di tengah-tengah antara yang demikian.” Ayat ini menunjukkan pentingnya keseimbangan dalam gaya hidup, termasuk dalam pendidikan. Hadis Nabi (HR. Muslim): “Kesederhanaan adalah bagian dari iman.” Ini menegaskan bahwa kesederhanaan dalam berbagai aspek, termasuk pendidikan, adalah bagian dari ajaran Islam. Ilmu yang Bermanfaat dalam QS. Al-Mujadilah: 11: “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” Ayat ini menekankan pentingnya pendidikan yang bermanfaat, bukan hanya sekadar formalitas atau ajang pamer. Hadis Nabi (HR. Muslim): “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” Pendidikan seharusnya menghasilkan ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.
Larangan Hidup Hedonis,dalam QS. Al-Isra: 26-27: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” Pendidikan yang bersifat konsumtif dan hedonis bertentangan dengan prinsip Islam. Hadis Nabi (HR. Ahmad): “Celakalah orang yang diperbudak oleh dinar dan dirham.” Ini menjadi peringatan agar pendidikan tidak diarahkan pada gaya hidup mewah dan berlebihan.
2. Dasar Filosofis.
Secara filosofis, judul ini mencerminkan beberapa konsep penting dalam filsafat pendidikan, etika, dan sosial. A. Filsafat Pendidikan. Pendidikan Sederhana, terinspirasi dari filosofi pendidikan Paulo Freire, yang menekankan pendidikan sebagai proses yang membebaskan, bukan sekadar transfer pengetahuan. Kesederhanaan dalam pendidikan berarti fokus pada substansi, bukan sekadar formalitas atau simbolisme.
Pendidikan Bermanfaat. Sejalan dengan John Dewey, yang menekankan bahwa pendidikan harus memiliki dampak nyata dalam kehidupan sosial dan ekonomi seseorang. Pendidikan Tidak Hedon. Mengacu pada pemikiran Plato dan Aristoteles tentang pendidikan sebagai jalan menuju kebajikan (eudaimonia), bukan sekadar kesenangan atau materi
Kesederhanaan dalam Pendidikan. Etika Stoikisme (Marcus Aurelius, Seneca): Pendidikan bukan tentang kemewahan atau kebanggaan intelektual, tetapi tentang membangun karakter dan kebijaksanaan. Etika Islam (Al-Ghazali): Ilmu harus digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membawa manfaat bagi masyarakat, bukan untuk kesombongan atau mengejar dunia secara berlebihan. Menolak Hedonisme. Jean Baudrillard dalam teori konsumsi menekankan bahwa masyarakat modern sering terjebak dalam pencitraan konsumtif, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan yang hedonis lebih menekankan pada simbol status sosial daripada substansi. Zygmunt Bauman (Kritik terhadap Konsumerisme): Pendidikan tidak boleh menjadi sekadar komoditas yang diperjualbelikan, tetapi harus menjadi proses pencerahan yang membawa manfaat bagi individu dan masyarakat.
Pendidikan yang sederhana, bermanfaat, dan tidak hedon sesuai dengan UUD 1945, UU Sisdiknas, serta nilai-nilai Islam yang menekankan keseimbangan dan kebermanfaatan ilmu. Secara filosofis, pendidikan harus membangun karakter, mendorong kebajikan, dan tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu, momentum Ramadhan dapat dijadikan refleksi untuk mengarahkan pendidikan agar lebih bermakna, sederhana, dan berorientasi pada manfaat bagi umat.
Kesimpulan
Ramadhan adalah bulan pendidikan jiwa yang mengajarkan nilai kesederhanaan, kebermanfaatan, dan menjauhi hedonisme. Islam mengajarkan bahwa hidup sederhana bukan berarti miskin, tetapi menghindari sikap berlebihan dan boros. Rasulullah SAW mencontohkan hidup sederhana meskipun memiliki kedudukan tinggi, karena kesederhanaan adalah bagian dari iman. Ramadhan melatih umat Islam untuk menahan diri, termasuk dalam pola konsumsi, agar lebih bersyukur dan peduli terhadap sesama.
Dalam aspek konsumsi, puasa mengajarkan untuk makan dan minum secukupnya serta menghindari pemborosan. Gaya hidup konsumtif, terutama dalam momen Ramadhan dan Idul Fitri, perlu dikendalikan agar tidak menjauhkan dari nilai spiritual dan sosial. Islam menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda, melainkan dalam hati yang merasa cukup dan kemampuan untuk berbagi kepada yang membutuhkan.
Hidup bermanfaat menjadi prinsip utama yang harus dijalankan di bulan Ramadhan, baik melalui ibadah, ilmu, maupun kepedulian sosial. Mengisi waktu dengan kegiatan produktif, membantu sesama, dan menjaga lingkungan merupakan bagian dari implementasi nilai kesederhanaan yang diajarkan Islam. Sebaliknya, hidup mewah dan berlebihan dapat membawa dampak negatif, seperti lupa bersyukur, meningkatkan sifat sombong, menjauhkan dari ibadah, dan menjadi beban di akhirat.
Secara yuridis, prinsip kesederhanaan dan kebermanfaatan dalam pendidikan serta kehidupan sehari-hari sejalan dengan UUD 1945, UU Sisdiknas, dan berbagai peraturan tentang pendidikan karakter. Dalam perspektif Islam, berbagai ayat Al-Qur’an dan hadis mengajarkan keseimbangan dalam hidup, menghindari pemborosan, dan menekankan pentingnya ilmu yang bermanfaat. Secara filosofis, pemikiran tokoh-tokoh seperti Al-Ghazali, Plato, dan Zygmunt Bauman menegaskan bahwa pendidikan dan kehidupan tidak boleh terjebak dalam konsumerisme dan simbolisme materialistik.
Oleh karena itu, momentum Ramadhan harus dijadikan refleksi untuk mengarahkan gaya hidup dan pendidikan agar lebih bermakna, sederhana, dan berorientasi pada manfaat bagi umat. Kesederhanaan bukan hanya soal menahan diri dari kemewahan, tetapi juga tentang bagaimana menjadikan hidup lebih berkah dan bermanfaat bagi orang lain. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai ini, umat Islam dapat menjadikan Ramadhan sebagai ajang peningkatan spiritual, sosial, dan intelektual yang membawa kebaikan bagi individu maupun masyarakat. DS.20022025.