KERUKUNAN DAN FKUB: Agenda Serius Pemangku Kepentingan

Artikel Tokoh131 Views

KERUKUNAN DAN FKUB:
Agenda Serius Pemangku Kepentingan

 

Silaturahim FKUB dengan Lembaga Keagamaan yang berlangsung hari Selasa 16 September 2025 ini adalah lanjutan dari Silaturahim nasional yang diselenggarakan Pusat Kerunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag RI 5-7 Agustus 2025 di Sentul.

Pesan penting yang hendak disampaikan adalah mengajak pemangku kepentingan (Pemerintah Provinsi, Kabupaten Kota dan Kementerian Agama) agar secara serius memberikan perhatian pada kerukunan melalui APBD dan kebijakan proaktif pada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Harus diakui pemangku kepentingan, Provinsi, Kabupaten Kota di Sumatera Barat masih melihat harmoni, kerukunan dan FKUB belum terlalu mendesak. Sebab negeri ini aman-aman saja.

Ketika ada kasus gesekan antar umat beragama dan ada suara gaduh yang berkaitan dengan harmoni, dan kerukunan, FKUB termasuk yang di minta sebagai “pemadam kebakaran”.

Narasi yang sering mengemuka saat pengurus FKUB berdiskusi dengan pejabat penentu kebijakan adalah daerah belum memerlukan FKUB. Kata yang sama juga dijadikan pemungkas diskusi dengan dua daerah (Kabupaten Tanah Datar dan Pesisir Selatan) yang sampai saat ini belum ada institusi FKUB.

KERUKUNAN ITU KEBUTUHAN
Kerukunan antarumat beragama adalah fondasi utama dalam menjaga persatuan bangsa Indonesia yang majemuk. Di tengah realitas sosial yang ditandai oleh pluralitas etnis, budaya, dan agama, kerukunan bukan sekadar jargon moral, melainkan kebutuhan politik, sosial, dan ekonomi.

FKUB sebagai garda terdepan dalam menjaga harmoni dan toleransi adalah kebutuhan yang niscaya. Kebutuhan
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), yang dilembagakan melalui PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, adalah untuk berperan sebagai ruang dialog dan mediasi untuk menjaga harmoni di tingkat daerah.

Dasar Normatif: Legitimasi Kerukunan

Konstitusi melalui UUD 1945 Pasal 29 menjamin kebebasan beragama, sedangkan Pancasila menekankan persatuan dan keadilan sosial. Prinsip ini mengikat semua pemangku kepentingan untuk menjadikan kerukunan sebagai agenda serius. Di Sumatera Barat, filosofi ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) menjadi dasar sosial-budaya yang sejalan dengan norma konstitusional.

Secara tekhnis regulasi FKUB dan kewenangan Pemerintah daerah sudah diatur dalam PBM Mentri Dalam Negeri dan Menag Nomor 8 dan 9 tahun 2006.

Pada daerah tertentu regulasi tersebut sudah diturunkan dengan Peraturan Daerah dan ada yang Peraturan Gubernur, Bupati dan Walikota. Untuk Sumatera Barat belum ada regulasi daerah tentang kerukunan dan FKUB ini.

Sosiologis: Kohesi Sosial di Sumatera Barat

Hasil Survei BPS Sumatera Barat 2023 menunjukkan bahwa tingkat toleransi masyarakat cukup tinggi, namun ada potensi gesekan di daerah perkotaan dengan mobilitas tinggi seperti Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh.

Kasus Padang Sarai (2025), misalnya, memperlihatkan adanya ketegangan pembangunan rumah ibadah yang bisa memicu konflik sosial. Melalui peran FKUB, mediasi dilakukan sehingga eskalasi konflik dapat dicegah. Fakta ini menegaskan bahwa kerukunan membutuhkan kelembagaan formal yang bisa menjembatani kepentingan antarumat.

Politik-Keamanan: Pencegah Konflik

Dalam politik lokal, konflik berbasis agama dan identitas seringkali dijadikan alat mobilisasi massa. Di Sumatera Barat, data FKUB 2021–2024 menunjukkan setidaknya ada 15 kasus perselisihan lintas agama yang berhasil diselesaikan melalui dialog. Hal ini mengonfirmasi pentingnya FKUB sebagai “ruang aman” untuk mencegah konflik terbuka yang berpotensi mengganggu stabilitas politik dan keamanan daerah.

Ekonomi-Pembangunan: Modal Sosial

Berdasarkan Laporan Bappeda Sumbar 2024, stabilitas sosial menjadi salah satu indikator kunci keberhasilan pembangunan daerah. Wilayah dengan potensi konflik yang rendah cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil. Kerukunan yang difasilitasi FKUB menciptakan iklim investasi yang kondusif, sementara konflik sosial justru menurunkan daya tarik daerah dan memperlambat proyek pembangunan.

Edukatif:
Generasi Muda dan Moderasi Beragama

Program FKUB Goes to Campus di Universitas Negeri Padang (UNP) dan UIN Imam Bonjol (2023–2024) menjadi contoh nyata edukasi kerukunan untuk generasi muda. Survei internal FKUB menunjukkan bahwa lebih dari 70% mahasiswa peserta program mengaku mendapatkan pemahaman baru tentang toleransi dan pentingnya dialog lintas iman. Fakta ini memperlihatkan bahwa kerukunan tidak hanya soal keamanan, tetapi juga investasi pendidikan karakter bangsa.

Kesimpulan

Kerukunan di Sumatera Barat memperlihatkan keterkaitan erat antara nilai adat, syarak, dan kebangsaan. Data empiris memperkuat kesimpulan bahwa kerukunan dan FKUB adalah agenda strategis sosiologis dan politik:

Sosiologis: menjaga kohesi sosial dalam masyarakat majemuk.

Politik-Keamanan: mencegah konflik dan menjaga stabilitas.

Ekonomi: menciptakan iklim pembangunan kondusif.

Edukasi: membentuk generasi muda yang toleran dan inklusif.

Kerukunan adalah investasi bangsa, sedangkan FKUB adalah penjaganya. DS.12092025.

Leave a Reply