Ketua PWNU Sumbar Prof Ganefri memberikan bibit tanaman pada Jamaah di Pondok Pesantren Darul Tauhid

Artikel Tokoh202 Views

Ketahanan Pangan : Peran NU dalam Membangun Kemandirian Umat

Oleh: Dr. H. Afrizen, S.Ag., M.Pd.

Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Solok

 

Ketahanan pangan menjadi isu yang semakin krusial dalam beberapa tahun terakhir, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, krisis ekonomi, dan disrupsi rantai pasok akibat pandemi. Dalam konteks Indonesia, terutama di Sumatera Barat, ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan bahan pangan, tetapi juga mencerminkan filosofi hidup masyarakat Minangkabau yang berbasis adat dan syariat.

Masyarakat Minangkabau memiliki falsafah hidup yang terangkum dalam pepatah “Alam takambang jadi guru,” yang mengajarkan bahwa kehidupan harus berlandaskan pada harmoni dengan alam. Filosofi ini menekankan pentingnya pemanfaatan sumber daya lokal secara bijak, termasuk dalam pengelolaan pangan. Tradisi bertani, berladang, dan berkebun telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Minang sejak lama, menjadikan mereka memiliki ketahanan pangan yang kuat secara kultural.

Namun, modernisasi dan perubahan sosial telah membawa tantangan tersendiri dalam menjaga ketahanan pangan di Sumatera Barat. Semakin banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan untuk pembangunan, sementara minat generasi muda terhadap pertanian menurun. Di sisi lain, ketergantungan pada bahan pangan impor semakin meningkat, sehingga ketahanan pangan daerah menjadi rentan.

Dalam menghadapi permasalahan ini, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat dan PCNU Kabupaten Solok mengambil langkah konkret untuk memperkuat ketahanan pangan di tengah umat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan bibit tanaman kepada jemaah Pondok Pesantren Darul Tauhid Selayo Solok. Program ini bertujuan untuk mendorong kemandirian pangan di lingkungan pesantren dan masyarakat sekitarnya.

Pemberian bibit ini merupakan bagian dari komitmen NU dalam membangun kemandirian ekonomi berbasis pangan. Santri dan masyarakat pesantren didorong untuk menanam dan mengelola hasil panennya secara mandiri, sehingga mereka tidak hanya bergantung pada bantuan eksternal, tetapi juga mampu menciptakan ekosistem pangan yang berkelanjutan.

Langkah PWNU Sumbar dan PCNU Kabupaten Solok ini sejalan dengan prinsip Islam yang menekankan pentingnya bekerja keras dan memanfaatkan sumber daya yang telah diberikan Allah SWT. Rasulullah SAW sendiri telah mengajarkan betapa pentingnya pertanian dan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dengan membekali pesantren dan masyarakat sekitar dengan sumber daya pangan yang cukup, NU berupaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap pangan luar dan menciptakan keberlanjutan ekonomi umat.

Saat ini, permasalahan pangan di Indonesia masih cukup kompleks. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, sekitar 20 persen masyarakat Indonesia masih menghadapi tantangan dalam akses terhadap pangan yang cukup dan berkualitas. Fluktuasi harga beras, kelangkaan pupuk, serta perubahan iklim yang semakin ekstrem turut memperparah kondisi ini.

Ketahanan pangan tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan bahan pangan, tetapi juga dengan aksesibilitas dan kualitas pangan itu sendiri. Banyak daerah, termasuk di Sumatera Barat, masih menghadapi kendala dalam distribusi pangan yang merata. Harga komoditas pangan yang sering berfluktuasi juga membuat masyarakat semakin sulit mendapatkan bahan pangan dengan harga yang stabil.

Dalam konteks Minangkabau, penguatan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pendekatan berbasis nagari. Setiap nagari seharusnya mampu mengelola sumber daya pangan secara mandiri, memanfaatkan lahan pertanian yang ada, serta mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan. Pemerintah daerah bersama organisasi keagamaan seperti NU dapat berperan dalam memberikan pendampingan dan edukasi kepada masyarakat.

Ketahanan pangan juga harus menjadi agenda utama dalam kebijakan pembangunan daerah. Pemerintah Kabupaten Solok diharapkan dapat lebih proaktif dalam mendorong kebijakan yang berpihak pada petani, seperti subsidi pupuk, pembukaan akses pasar, serta program pelatihan pertanian modern yang berbasis teknologi.

Selain itu, peran pesantren dalam membangun ketahanan pangan juga sangat strategis. Pesantren bukan hanya sebagai pusat pendidikan agama, tetapi juga bisa menjadi laboratorium sosial bagi kemandirian pangan umat. Dengan adanya program berbasis pertanian di lingkungan pesantren, para santri dapat dibekali keterampilan bertani dan berkebun yang bisa mereka terapkan di masyarakat setelah mereka kembali ke kampung halaman.

NU sebagai organisasi keagamaan yang memiliki jaringan luas harus terus mendorong gerakan ketahanan pangan berbasis komunitas. Program pemberian bibit kepada jemaah Pondok Pesantren Darul Tauhid Selayo Solok hanyalah salah satu langkah awal. Ke depan, program serupa harus diperluas ke berbagai wilayah lainnya agar ketahanan pangan benar-benar menjadi gerakan nasional yang berdampak luas.

Selain dari aspek ekonomi, ketahanan pangan juga memiliki dimensi sosial dan spiritual. Islam mengajarkan bahwa keberkahan hidup tidak hanya diperoleh dari banyaknya harta, tetapi juga dari kemandirian dan keberlanjutan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Oleh karena itu, gerakan ketahanan pangan ini harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk ulama, akademisi, dan pemerintah.

Harapan ke depan, ketahanan pangan di Kabupaten Solok dan Sumatera Barat dapat semakin kuat dengan sinergi antara berbagai pihak. Pemerintah, organisasi masyarakat, pesantren, dan individu harus berperan aktif dalam menciptakan ekosistem pangan yang sehat, berkelanjutan, dan berbasis kemandirian.

Dengan terus mengembangkan inovasi di bidang pertanian, memanfaatkan teknologi, serta membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan lokal, kita dapat mewujudkan cita-cita bersama: ketahanan pangan yang kuat dan kemandirian ekonomi umat. NU akan terus berada di garda terdepan dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam memastikan bahwa setiap umat memiliki akses terhadap pangan yang cukup dan berkualitas.

Ketahanan pangan bukan hanya isu ekonomi, tetapi juga bagian dari perjuangan besar dalam menjaga keberlangsungan hidup dan kesejahteraan umat. Semoga langkah-langkah yang telah diambil dapat menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk terus bergerak dalam membangun kemandirian pangan yang berkelanjutan.

Leave a Reply

News Feed