MASJID DI SUMATERA BARAT: Mempertahankan Tradisi dan Mengadobsi Inovasi Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh239 Views

MASJID DI SUMATERA BARAT: Mempertahankan Tradisi dan Mengadobsi Inovasi

Oleh: Duski Samad

Ketua Dewan Pakar PW DMI Sumatera Barat

Pengurus Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW DMI) Provinsi Sumatera Barat, priode 2025-2030 dengan Ketua H.Ganefri, hari Ahad, 16 Februari 2025, akan mengelar Seminar Kemasjidan dan Tabligh Akbar dengan dihadiri Menteri Agama Nasaruddin Umar, Ketua Umum DMI H.Muhammad Yusuf Kallah bertempat di auditorium UNP Padang.

Apa yang menjadi harapan dari kegiatan ini adalah untuk menyambut kedatangan Ramadhan 1446H dimana masjid adalah pusat aktivitas umat dan menjadi central bagi syiarnya bulan maghfirah ini. Lebih dari itu agenda ini juga menjadi motivasi dan pemicu kesadaran kolektif semua slah order dan pegiat masjid untuk bergerak cepat menghadirkan MASJID MAKMUR DAN MASJID MEMAKMURKAN.

Seminar Kemasjidan adalah edukasi dan share pengalaman berbagai aspek terkait pengelolaan, peran, dan pemberdayaan masjid dalam kehidupan umat Islam. Seminar ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan, sosial, ekonomi, dan dakwah.

Esensi utama dari Seminar Kemasjidan adalah untuk peningkatan Manajemen dan Tata Kelola Masjid. Pembinaan pengurus masjid agar lebih profesional dan amanah. Pengelolaan keuangan masjid yang transparan dan akuntabel. Penggunaan teknologi dalam manajemen masjid (contoh: aplikasi donasi online, sistem keuangan digital).

Melalui kajian pegiat masjid akan ada informasi tentang praktik baik memaksimal kan fungsi Masjid dalam Masyarakat. Masjid sebagai pusat pendidikan Islam (madrasah, kajian tafsir, kelas tahfiz). Masjid sebagai pusat sosial (bantuan bagi dhuafa, pemberdayaan ekonomi). Masjid sebagai pusat kesehatan dan kesejahteraan (klinik gratis, program vaksinasi, layanan konsultasi keluarga).

Makna lain yang perlu disadari oleh siapapun yang mengurus masjid adalah mendorong optimalisasi Dakwah yang relevan dan inklusif. Strategi dakwah yang lebih menarik bagi generasi muda. Pemberdayaan dai dan penceramah agar lebih komunikatif dan sesuai dengan tantangan zaman. Menghadirkan kajian-kajian Islam yang moderat, mencegah radikalisme dan perpecahan.

Masjid memakmur corenya adalah pemberdayaan ekonomi umat melalui Masjid. Pengelolaan dana zakat, infak, dan sedekah secara produktif. Mendorong masjid menjadi pusat kewirausahaan berbasis syariah. Program ekonomi berbasis masjid seperti koperasi syariah, warung sedekah, dan UMKM binaan masjid.

Esensi yang juga strategis adalah meningkatkan peran pemuda dan digitalisasi Masjid. Mengajak anak muda lebih aktif dalam kegiatan masjid.

Menggunakan media sosial dan platform digital untuk dakwah dan informasi kegiatan masjid. Membangun komunitas berbasis masjid yang dinamis dan inovatif.

Seminar Kemasjidan yang menghadirkan ulama, akademisi, pengurus masjid, serta masyarakat umum adalah ruang edukasi untuk berbagi wawasan dan pengalaman dalam mengelola masjid agar lebih efektif dan berdaya guna.

 

MASJID MAKMUR DAN MEMAKMURKAN 

Program Pimpinan Pusat DMI sejak satu dasawarsa belakangan, sejak ketua umum PP DMI H. Muhammad Yusuf Kalla, populer dengan Pak JK adalah dorongan kuat untuk menjadikan masjid kualitas fisik dan layanannya meningkat. Bersamaan itu Masjid dituntut ikut memberi perhatian pada masyarakat ekonomi lemah, dhuafa, fakir miskin untuk hidup lebih baik, makmur jamaah masjid.

Program “Masjid Makmur dan Memakmurkan” bertujuan menjadikan masjid sebagai pusat peribadatan yang hidup, aktif, dan memberikan manfaat luas bagi masyarakat. Prinsipnya adalah “memakmurkan masjid dan menjadikan masjid sebagai sumber kemakmuran umat”.

1.Mewujudkan Program untuk Memakmurkan Masjid (Internal Masjid).

Program ini fokus pada meningkatkan aktivitas dan fasilitas masjid agar lebih fungsional dan menarik bagi jamaah.

a. Peningkatan Ibadah dan Dakwah. Kajian Rutin (Tafsir, Hadis, Fiqih, Akhlak, dll.). Shalat Berjamaah 5 Waktu & Qiyamul Lail (Tarawih, Tahajud, dan Witir). Program Tahfizul Quran (Kelas menghafal Al-Qur’an). Dakwah Digital (Live streaming kajian, podcast islami, media sosial dakwah).

b. Peningkatan Manajemen dan Fasilitas Masjid.

Pengelolaan keuangan yang transparan (ZISWAF: Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf). Perbaikan sarana dan prasarana (AC, perpustakaan, ruang belajar, fasilitas wudhu dan toilet bersih). Aplikasi dan Teknologi Masjid (Aplikasi donasi, info jadwal kajian, absensi jamaah).

 

2.Wujud Program Masjid yang Memakmurkan Umat (Eksternal Masjid).

Program ini menjadikan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat, bukan hanya tempat ibadah.

a. Pemberdayaan Ekonomi Umat. Koperasi Syariah Masjid (Menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau). Pelatihan UMKM (Bisnis halal, digital marketing, keterampilan kerja). Wakaf Produktif (Membuka usaha berbasis masjid, seperti kantin halal, toko buku islami). Bursa Kerja Masjid (Menghubungkan jamaah yang butuh pekerjaan dengan perusahaan berbasis islami).

b. Program Sosial dan Kemanusiaan.

Bantuan untuk Dhuafa dan Yatim Piatu (Program sedekah rutin, santunan yatim).

Layanan Kesehatan Gratis (Cek kesehatan, pengobatan herbal, program vaksinasi).

Bank Makanan Masjid (Makanan gratis setiap Jumat, Ramadhan, dan bagi fakir miskin). Gerakan Infak Subuh (Menggalang infak untuk kebutuhan sosial dan ekonomi umat).

 

c. Program Kepemudaan dan Pendidikan.

Majelis Taklim Pemuda (Diskusi Islam, mentoring agama, motivasi remaja). Beasiswa Masjid (Bantuan biaya pendidikan bagi anak yatim dan dhuafa).

Pelatihan Digital dan Teknologi (Membantu anak muda mengembangkan keterampilan digital islami).

Dengan program-program ini, masjid tidak hanya makmur secara fisik, tetapi juga menjadi pusat kemakmuran bagi umat, menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan religius.

 

MASJID: TRADISI DAN INOVASI

Pengalaman mengurus Masjid dan menjadi pengurus Dewan Masjid Indonesia dua priode di Kota Padang dan satu priode di Provinsi terasa sekali pergerakan masjid di Sumatera Barat benar-benar mewarnai kehidupan masyarakat, kontestasi politik pun tidak kalah kencang geraknya di masjid.

Memang, masyarakat Sumatera Barat yang mayoritas penduduknya bersuku Minangkabau sudah sejak awal menjadikan masjid dan surau sebagai unsur utama dalam sistim budayanya. Nagari baru akan sah berdiri ketika masjid sudah berdiri disana.

Nagari sebagai wilayah kesatuan adat terdiri dari ampek koto, ba balai, ba musajik, ba pandam pakuburan. Artinya keberadaan masjid begitu kuat dalam sistim adat. Masjid Makmur dan Memakmurkan sejatinya adalah harga diri dan marwah suku Minangkabau.

Dalam era perubahan saat ini konteks budaya di atas juga bergeser dan dalam batas tertentu ada yang berubah diposisi awalnya. Masjid makmur terus bertambah, sayang masjid memakmurkan bertambah sulit untuk digerakkan, mengapa?

Bukan saja sulitnya menjadikan masjid pusat pergerakan untuk memakmurkan jamaah, justru yang menonjol itu kuatnya hegemoni tradisi dan pemahaman sempit pengurus dan pegiat masjid. Perlombaan membangun fisik masjid mengembirakan, tetapi untuk menjadikan masjid pusat adaptasi dan inovasi kemajuan peradaban sulit mendapat dukungan finansial. Kesan yang berpahala itu hanya membeli keramik masjid, infaq untuk anak yatim dan kegiatan pemberdayaan tidak besar pahalanya.

Meskipun masjid di Sumatera Barat tetap berperan sebagai pusat ibadah dan sosial, beberapa kritik yang muncul terkait pengelolaannya di era modern. Kritik ini berkaitan dengan kurangnya inovasi, pengelolaan yang belum profesional, serta kurangnya keterlibatan generasi muda.

 

1.Masjid yang pasif dan kurang inklusif.

Banyak masjid hanya berfungsi sebagai tempat shalat, tanpa ada aktivitas dakwah, pendidikan, atau sosial yang menarik. Masjid belum menjadi pusat komunitas yang inklusif, masih cenderung eksklusif bagi kelompok tertentu saja. Beberapa masjid kurang mengakomodasi keberagaman jamaah, misalnya tidak membuka ruang diskusi bagi generasi muda atau kelompok perempuan.

Solusinya adalah adakan program kajian yang variatif, misalnya kajian berbasis isu sosial, parenting Islami, dan entrepreneurship syariah. Memanfaatkan teknologi, seperti media sosial, podcast, dan aplikasi masjid digital untuk menjangkau lebih banyak jamaah.

 

2.Kurangnya profesionalisme dalam pengelolaan Masjid.

Transparansi keuangan masih menjadi masalah, ada masjid yang tidak memiliki laporan keuangan yang terbuka bagi jamaah. Pengelolaan aset dan dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) kurang maksimal, sehingga tidak produktif untuk kemakmuran umat. Manajemen masjid masih tradisional, tidak menerapkan sistem administrasi yang profesional.

Solusinya adalah mengadopsi sistem keuangan yang transparan, misalnya dengan membuat laporan bulanan yang dipublikasikan. Memanfaatkan dana masjid untuk wakaf produktif, seperti membangun usaha sosial berbasis masjid (koperasi syariah, minimarket halal, dll.).

Melibatkan profesional muda dalam kepengurusan masjid agar manajemen lebih modern dan akuntabel.

 

3.Kurangnya keterlibatan anak muda dalam Masjid.

Anak muda sering merasa tidak nyaman di masjid karena kurangnya ruang bagi mereka untuk berkegiatan. Kajian dan ceramah di masjid sering kali bersifat monoton dan kurang menarik bagi generasi muda. Masih ada stigma bahwa masjid hanya untuk orang tua atau golongan tertentu saja.

Solusinya adakan event dan kajian kreatif untuk menarik minat anak muda, seperti “Ngaji Kopi”, diskusi islami santai, atau kegiatan sosial berbasis masjid. Melibatkan anak muda dalam kepengurusan masjid, misalnya dengan membentuk komunitas kreatif berbasis masjid. Memanfaatkan teknologi dan media sosial sebagai sarana dakwah yang sesuai dengan gaya komunikasi anak muda.

 

4.Masjid kurang berperan dalam pemberdayaan ekonomi umat.

Masjid seharusnya bisa menjadi pusat ekonomi umat, tetapi masih banyak yang hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tanpa ada program pemberdayaan ekonomi.

Dana yang masuk ke masjid tidak digunakan secara produktif, hanya untuk operasional dan renovasi, tanpa ada upaya membantu perekonomian jamaah yang kurang mampu.

Solusi di antaranya mendirikan koperasi syariah berbasis masjid untuk membantu UMKM jamaah dan warga sekitar. Mengelola dana ZIS untuk proyek wakaf produktif, seperti pertanian, peternakan, atau usaha halal berbasis jamaah. Menyediakan pelatihan kewirausahaan Islam bagi jamaah agar mereka bisa lebih mandiri secara ekonomi.

 

5.Isu eksklusivisme dan potensi politisasi Masjid.

Beberapa masjid cenderung eksklusif dan hanya diisi oleh kelompok tertentu, sehingga menyebabkan jamaah lain merasa kurang diterima. Ada kekhawatiran bahwa masjid dijadikan tempat politisasi agama, terutama menjelang pemilu atau isu-isu tertentu. Kurangnya narasi Islam yang moderat di beberapa masjid, sehingga bisa berpotensi memperkuat sikap intoleran di masyarakat.

Solusinya adalah Masjid harus tetap menjadi tempat yang netral secara politik, fokus pada dakwah dan kesejahteraan umat. Mendorong narasi Islam yang damai dan inklusif, bukan ceramah yang mengandung ujaran kebencian atau provokasi. Memastikan bahwa khatib dan penceramah di masjid memiliki pemahaman yang seimbang dan tidak menyebarkan narasi ekstrem.

Meskipun masjid di Sumatera Barat tetap menjadi pusat kehidupan umat, ada beberapa tantangan yang perlu diperbaiki, seperti kurangnya inovasi dalam dakwah, kurangnya profesionalisme dalam pengelolaan, minimnya keterlibatan anak muda, lemahnya peran ekonomi, serta potensi eksklusivisme dan politisasi.

Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan modernisasi manajemen masjid, transparansi keuangan, keterlibatan anak muda, digitalisasi dakwah, serta penguatan peran ekonomi dan sosial masjid.

 

Penutup kalam ingin ditegaskan bahwa

Masjid di Sumatera Barat memiliki peran yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat, sejalan dengan tradisi Minangkabau yang menjadikan masjid sebagai pilar utama dalam sistem sosial dan budaya. Namun, dalam menghadapi perubahan zaman, diperlukan inovasi agar masjid tetap relevan dan berdaya guna bagi umat.

Seminar dan Tabligh Kemasjidan yang diselenggarakan oleh PW DMI Sumatera Barat bertujuan untuk meningkatkan peran masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan, sosial, ekonomi, dan dakwah. Program “Masjid Makmur dan Memakmurkan” menjadi inisiatif utama dalam mengoptimalkan fungsi masjid secara internal (peningkatan ibadah, manajemen, dan fasilitas) serta eksternal (pemberdayaan ekonomi, sosial, dan kepemudaan).

Meskipun terdapat banyak kemajuan, beberapa tantangan masih dihadapi, seperti pengelolaan yang kurang profesional, minimnya inovasi dalam dakwah, kurangnya keterlibatan anak muda, lemahnya peran ekonomi, serta potensi eksklusivisme dan politisasi masjid. Untuk mengatasi hal ini, solusi yang ditawarkan mencakup digitalisasi manajemen masjid, transparansi keuangan, peningkatan peran anak muda, serta penguatan peran ekonomi dan sosial masjid.

Secara keseluruhan upaya ini bertujuan menjadikan masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kemakmuran umat, sehingga dapat terus berkembang dengan mempertahankan tradisi sekaligus mengadopsi inovasi sesuai dengan perkembangan zaman. Selamat berseminar dan kontributif untuk umat dan bangsa.Amin.ds.12022025.

Leave a Reply