MERDEKA DAN PERTI

MERDEKA DAN PERTI

Oleh:
Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol Wakil Ketua Umum PP PERTI

 

 

Saat peringatan HUT RI ke 80 ini sangat pantas rasanya warga bangsa, lebih lagi jamaah Perti membaca kembali konstribusi Perti bagi perjuangan merintis, merebut, mengisi dan mempertahankan kemerdekaan.

Memaknai keberadaan Perti dalam perjuangan dan kemajuan bangsa adalah energi pergerakan menuju satu abad Perti 05 Mei 2028 mendatang.

Perti yang lahir sebelum Indonesia merdekan, 05 Mei 1928 adalah asset umat dan bangsa hanya 3 (tiga) lagi akan berusia satu abad, Perti Emas.

Bukti Historis Berdirinya PERTI Tahun 1928
Kongres Perti Pertama di Candung, Agam, Sumatera Barat (5–6 Mei 1928) adalah data historis yang dicatat tinta emas sejarah bangsa.

PERTI lahir dari pertemuan ulama-ulama surau dan madrasah Tarbiyah Islamiyah, terutama yang dipimpin Syekh Sulaiman ar-Rasuli (Inyiak Canduang), Syekh Muhammad Jamil Jaho, Syekh Abbas Qadhi Ladang Lawas, dan tokoh-tokoh ulama Minangkabau lainnya. Nama awalnya adalah Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah.

Kongres di Candung menjadi titik penting karena menyatukan madrasah-madrasah yang sebelumnya berdiri terpisah di bawah asuhan ulama-ulama karismatik.

Transformasi 1930

PERTI berkembang bukan hanya sebagai wadah pendidikan (madrasah), tetapi juga sebagai organisasi sosial-keagamaan. Sejak 1930, PERTI memperluas pengaruhnya ke berbagai daerah di Sumatera dan Jawa melalui jaringan madrasah dan surau.

Pengakuan Sejarahwan

Sejarawan lokal seperti Mestika Zed dan Taufik Abdullah menegaskan bahwa PERTI berdiri resmi tahun 1928, meskipun ada yang menyebut embrionya sejak awal 1920-an. Tahun 1928 dijadikan tonggak karena adanya kongres yang mengukuhkan identitas organisasi.

Kontribusi PERTI bagi Perjuangan Kemerdekaan

a. Membangun Kesadaran Kebangsaan melalui Pendidikan

Madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah mendidik generasi muda Muslim dengan semangat cinta tanah air, berbasis ajaran Islam dan kebangsaan.

Sistem pendidikan PERTI membentuk kader ulama, guru, dan tokoh masyarakat yang berperan dalam menyebarkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme.

b. Gerakan Sosial dan Politik

Tahun 1930-an–1940-an, ulama PERTI turut serta dalam pergerakan politik kebangsaan.

Pada masa pendudukan Jepang (1942–1945), ulama PERTI tetap menggerakkan pendidikan dan dakwah sebagai basis mempertahankan identitas bangsa.

Setelah proklamasi 1945, PERTI juga masuk ke arena politik nasional dengan menjadi partai politik Islam yang ikut dalam Pemilu 1955, namun jejak awal keterlibatannya dalam perjuangan merdeka sudah muncul sejak pra-kemerdekaan.

c. Peran Ulama PERTI dalam Medan Perang

Banyak alumni dan simpatisan PERTI yang ikut langsung dalam perjuangan fisik melawan Belanda, terutama dalam masa Revolusi Fisik (1945–1949).

Contoh nyata: jaringan surau dan madrasah PERTI di Sumatera Barat menjadi basis logistik, komunikasi, dan mobilisasi pejuang.

d. Kontribusi dalam Menyatukan Umat

PERTI berperan sebagai jembatan antara tradisi ulama tarekat dan gerakan kebangsaan.

Inyiak Canduang menekankan bahwa Islam dan nasionalisme tidak bertentangan, justru saling melengkapi untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Semboyan yang mereka bawa: “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” menjadi falsafah sosial-politik yang memperkuat fondasi perjuangan bangsa.

PERTI dan Kemerdekaan
1928 – PERTI berdiri resmi sebagai organisasi pendidikan Islam berbasis surau dan madrasah.

1930-an – Melahirkan kader bangsa yang berjiwa kebangsaan dan religius.

1940-an – Menjadi basis perlawanan sosial dan kultural terhadap kolonial.

1945–1949 – Jaringan PERTI ikut menopang revolusi fisik dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Pasca-1945 – PERTI ikut aktif dalam percaturan politik nasional sebagai salah satu partai Islam, memperjuangkan nilai keislaman dan kebangsaan di parlemen.

Bukti historis menunjukkan PERTI berdiri tahun 1928 melalui kongres ulama di Candung, dan kontribusinya nyata dalam pendidikan, mobilisasi sosial, perjuangan fisik, serta penyatuan nilai Islam dan kebangsaan menuju kemerdekaan Indonesia.

Kontribusi PERTI dalam Perjuangan Kemerdekaan
Kesadaran Kebangsaan melalui Pendidikan
Madrasah Tarbiyah Islamiyah menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya kader bangsa berjiwa nasionalis-religius. Pendidikan PERTI menanamkan cinta tanah air, anti-kolonialisme, dan integrasi nilai Islam dalam perjuangan.

Gerakan Sosial dan Politik. Pada 1930–1940-an, ulama PERTI terlibat dalam pergerakan kebangsaan, tetap berdakwah dan mendidik di masa Jepang, serta pasca-proklamasi tampil sebagai kekuatan politik Islam yang ikut Pemilu 1955, memperjuangkan Islam dan kebangsaan di parlemen.

Partisipasi dalam Revolusi Fisik. Alumni dan simpatisan PERTI ikut dalam pertempuran melawan Belanda 1945–1949. Surau dan madrasah Tarbiyah Islamiyah menjadi basis logistik, komunikasi, dan mobilisasi para pejuang.

Pemersatu Umat.Ulama PERTI memainkan peran penting sebagai jembatan antara tradisi tarekat dan kebangsaan. Inyiak Canduang menegaskan bahwa Islam dan nasionalisme tidak bertentangan. Filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” menjadi energi moral perjuangan bangsa.

Konklusi
Dengan jejak sejarah yang panjang, PERTI telah memberi kontribusi fundamental:

• 1928 – lahir sebagai wadah pendidikan Islam berbasis surau dan madrasah.

• 1930-an – melahirkan kader bangsa religius-nasionalis.

• 1940-an – menjadi basis perlawanan sosial-kultural anti kolonial.

• 1945–1949 – menopang revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan.

• Pasca-1945 – tampil sebagai kekuatan politik Islam yang memperjuangkan nilai keislaman dan kebangsaan.

Sejarah meneguhkan bahwa PERTI bukan sekadar organisasi ulama dan madrasah, melainkan aset bangsa yang telah memberi darah, pikiran, dan ruh perjuangan bagi Republik Indonesia. Menjelang satu abad PERTI (2028), momentum PERTI Emas harus ditata sebagai fase kebangkitan baru untuk terus mewarisi semangat perjuangan, mengisi kemerdekaan, dan menjaga keutuhan NKRI.ds.07082025

Leave a Reply

News Feed