PENDIDIKAN SETELAH 80 TAHUN MERDEKA: Historis, Kemajuan, Kemunduran, dan Relevansinya dengan Degradasi Moral Pejabat Koruptor

PENDIDIKAN SETELAH 80 TAHUN MERDEKA:
Historis, Kemajuan, Kemunduran, dan Relevansinya dengan Degradasi Moral Pejabat Koruptor

Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang

 

 

Pendahuluan

Delapan puluh tahun Indonesia merdeka adalah waktu yang signifikan untuk menilai perjalanan pendidikan nasional. Amanat “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa pendidikan adalah tulang punggung peradaban dan karakter berbangsa. Namun di tengah capaian akademis, pendidikan kita belum optimal dalam menanamkan integritas moral, terbukti dari tingginya angka korupsi di kalangan pejabat yang sarat prestasi dan gelar akademik tinggi.

1.Historis: Pendidikan sebagai Pilar Kemerdekaan.

1945–1965: Pendidikan menanamkan nasionalisme dan solidaritas, fokus pada pemberantasan buta huruf, guru menjadi figur pejuang.

Orde Baru (1966–1998): Arah pendidikan bergeser ke pembangunan ekonomi. Cakupan sekolah dan perguruan tinggi meningkat, namun sering dijadikan alat stabilitas politik.

Reformasi–Kini (1998–2025): Demokratisasi memperluas akses tetapi juga memunculkan komersialisasi, kurikulum tak menentu, dan ketimpangan kualitas pendidikan antar wilayah.

2.Kemajuan Pendidikan dalam 80 Tahun Merdeka.

Akses Pendidikan: Wajib belajar 12 tahun memperluas partisipasi anak-anak di seluruh Indonesia.

Institusi Pendidikan: Pertumbuhan madrasah, pesantren, sekolah negeri/swasta, dan perguruan tinggi meningkat secara pesat.

Literasi dan Prestasi: Angka melek huruf melonjak ke atas 95%; siswa kita berprestasi dalam olimpiade sains dan inovasi internasional.

Transformasi Digital: Pandemi COVID-19 mempercepat peluang belajar daring dan metode pendidikan inovatif.

3.Kemunduran dan Tantangan.

Ketimpangan Akses dan Mutu: Pendidikan di daerah terpencil masih tertinggal.

Biaya Mahal: Pendidikan semakin terasa sebagai barang komersial, bukan hak rakyat.

Kurukulum yang Berganti: Kebijakan pendidikan berubah seiring rezim, tanpa arah jangka panjang yang kuat.

Moralitas yang Rapuh: Banyak lulusan unggul akademik namun lemah karakter moral.

4.Degradasi Moral Pejabat: Data Empiris 2020–2025.

Pendidikan tinggi tidak menjamin integritas. Data KPK menunjukkan bahwa antara 2020–2024, lembaga ini menangani 2.730 perkara korupsi yang melibatkan 691 tersangka .
Lebih lanjut, sepanjang 2024–Mei 2025, KPK menjerat 363 anggota legislatif dan 201 kepala daerah (171 bupati/wali kota, 30 gubernur) .
Kasus besar lain termasuk:

Johnny G. Plate, mantan Menkominfo, dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena korupsi proyek BTS senilai Rp8 triliun .

Skandal Chromebook sebesar Rp9,9 triliun yang melibatkan Kemendikbudristek (2020–2023), kini dalam penyidikan Kejagung .

Kasus Pertamina (2025): Korupsi terbesar dengan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun akibat penyalahgunaan anggaran impor minyak (2018–2023) .
Rangkaian ini jelas menunjukkan bahwa banyak pejabat dengan gelar tinggi justru menjadi pelaku korupsi besar-besaran.

5.Relevansi: Mengapa Ini Penting?

Paradoks Pendidikan Modern: Negara mencetak “orang pintar” tetapi gagal mencetak “orang berintegritas”.

Pendidikan Karakter yang Hilang: Sekolah seolah mengabaikan dimensi akhlak, memfokuskan pada keterampilan teknis.

Perlunya Reorientasi: Pendidikan harus kembali ke akar—mengintegrasikan nilai tauhid, agama, serta etika kebangsaan dalam kurikulum dan budaya sekolah.

Keteladanan Pejabat Publik: Pemimpin harus menjadi contoh nyata integritas agar generasi muda punya model yang bisa ditiru.

6.Kesimpulan

Selama 80 tahun merdeka, pendidikan Indonesia mengalami perkembangan signifikan dalam akses, kualitas akademik, dan teknologi. Namun, tantangan moral masih menganga—ditandai oleh pejabat berpangkat tinggi yang terseret korupsi besar-besaran. Pendidikan tidak boleh berhenti pada transfer ilmu; harus menumbuhkan manusia yang berintegritas, amanah, dan cinta negeri. Dengan meneguhkan tauhid, akhlak, dan karakter sebagai pondasi, pendidikan akan mampu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga benar dan berani menegakkan keadilan.DS.210825.