PERANG TAK KUNJUNG USAI DI TIMTENG
Oleh: Duski Samad
Pembina indonesiamadani.com
Topik artikel perang tak kunjung usai di Timur Tengah ini dipicu oleh pernyataan seorang penduduk Suriah yang menshare vidio bagaimana mestinya umat Islam menyambut runtuhnya rezim Al Asaad di Suriah yang intinya disambut gembira dengan alasan keislaman, tirani dan ini tanda-tanda kiamat sudah dekat dengan mengutip hadist. Mengapa perang sulit berakhir di negara-negara Islam atau berpenduduk mayoritas Islam seperti di Timur Tengah, sejatinya bukan soal beda iman atau keyakinan beragama saja, akan tetapi akumulasi dari berbagai keadaan, di antaranya seperti al quran sejak awal menyatakan bahwa kedengkian itu adalah satu di antara asbab yang memicu pertumpahan darah tiada hentinya. Artinya: Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapang dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah Ayat: 109)
Membaca informasi ringkas tentang rezim Suriah yang diruntuhkan pemberontakan versi mesin pintar ChatGbt adalah rezim Suriah yang berkuasa saat ini (Bashar al-Assad), ada kedengkian yang berakar dari ideologi dan tentu juga kekuasaannya. ideologi utamanya adalah Ba’athisme. Ba’athisme adalah ideologi politik yang menekankan nasionalisme Arab, sosialisme, dan sekularisme. Partai Ba’ath yang dipimpin oleh keluarga Assad telah memerintah Suriah sejak tahun 1970, ketika Hafez al-Assad (ayah Bashar) mengambil alih kekuasaan melalui kudeta.
Ciri utama rezim Assad yang sudah runtuh.
1. Otoriter: Kekuasaan terpusat pada keluarga Assad dan lingkaran elit kecil.
2. Sosialisme Arab: Fokus pada pengendalian negara atas ekonomi, meskipun reformasi pasar terjadi belakangan.
3. Sekularisme: Penekanan pada persatuan Arab lintas sektarian, meskipun pada kenyataannya minoritas Alawi (sekta dalam Islam Syiah) mendominasi pemerintahan.
4. Anti-Barat: Kebijakan luar negeri yang kritis terhadap Israel dan intervensi Barat, serta hubungan dekat dengan Iran dan Rusia.
BIla rezim ini tumbang, kemungkinan aliran politik yang muncul akan sangat bergantung pada kelompok mana yang berkuasa antara lain; Islamisme Sunni: Jika kelompok oposisi seperti Ikhwanul Muslimin atau cabang-cabangnya memegang kendali. Demokrasi liberal: (Namun kecil kemungkinannya, mengingat fragmentasi oposisi). Federalisme: Didukung oleh beberapa kelompok Kurdi seperti YPG/PKK di wilayah utara.
Sebagai bahagian dari umat Islam rasanya sulit pula menganalisa mengapa sesama umat dan satu etnis, warna kulit dan ras hampir sama. Banyak penjelasan ilmiah dan patut menjadi perhatian dan kewaspadaan bagi umat Islam dan warga bangsa.
KERENTANAN YANG AKUMULATIF
Faktor-faktor yang membuat negara-negara di Timur Tengah rentan terhadap perang saudara biasanya merupakan kombinasi dari kondisi internal dan eksternal, di antaranya:
1. Keragaman Etnis dan Sektarian.
Banyak negara Timur Tengah memiliki populasi yang terdiri dari berbagai etnis, agama, dan sekte (misalnya Sunni, Syiah, Kurdi, dan lainnya). Ketegangan antar kelompok ini sering diperburuk oleh diskriminasi politik, ekonomi, atau sosial. Contoh: Konflik Sunni-Syiah di Irak atau Suriah yang tetap saja bagaikan api dalam sekam, satu saat akan menyala dan membakar lingkungannya.
2. Pemerintahan Otoriter.
Banyak negara di Timur Tengah dipimpin oleh rezim otoriter atau diktator yang menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan. Ketika rezim ini goyah atau runtuh, kekosongan kekuasaan sering memicu perang saudara. Runtuhnya rezim Muammar Gaddafi di Libya dan kini rezim Asaad di Suriah adalah fakta sosial yang tak mudah mengelak darinya.
3. Campur Tangan Asing
Keterlibatan negara asing, baik melalui dukungan kelompok bersenjata, invasi, atau perebutan sumber daya, sering kali memperburuk konflik lokal. Intervensi Amerika Serikat di Irak atau dukungan Iran terhadap kelompok Syiah di Yaman, perang Gaza, Hamas, Israel dan akibat ikutannya adalah buah campur tangan asing.
4. Ketidakadilan Ekonomi
Ketimpangan ekonomi, pengangguran, dan distribusi sumber daya yang tidak merata sering kali menjadi pemicu ketidakpuasan rakyat, yang dapat berkembang menjadi konflik. Ketidakpuasan masyarakat terhadap distribusi kekayaan minyak di Yaman, Irak, Suriah dan negara teluk lainnnya adalah faktor kerentanan tenang dan nyamannya masyarakat.
5. Kelemahan Institusi Negara
Pemerintah yang lemah, korupsi, dan kurangnya layanan publik membuat negara kesulitan menjaga stabilitas, sehingga kelompok bersenjata atau milisi lebih mudah mengambil alih. Kelemahan institusi di Somalia dan Suriah adalah realitas mudahnya kudeta dan perebutan kekuasaan.
6. Sumber Daya Alam Sumber Konflik.
Perebutan kontrol atas sumber daya alam, seperti minyak, gas, atau air, sering memicu konflik antar kelompok. Konflik atas ladang minyak di Irak dan penguasaan industri Minyak oleh AS terhadap Arab Saudi dan negaraTeluk dalam waktu tertentu memicu konflik antar saudara se iman dan tetangga dekat.
7. Sejarah Kolonialisme.
Perbatasan yang ditetapkan oleh negara kolonial sering kali mengabaikan dinamika lokal, mempersatukan kelompok yang saling bermusuhan dalam satu negara atau memisahkan komunitas yang memiliki ikatan sejarah. Contoh: Pembagian perbatasan oleh Inggris dan Prancis melalui perjanjian Sykes-Picot.
8. Radikalisasi dan Ideologi Ekstrem.
Kemunculan ideologi ekstrem, seperti ISIS, sering memperburuk konflik yang ada dan memperluas lingkupnya. Contoh: Perang saudara di Suriah yang melibatkan kelompok jihadis dan begitu juga halnya di Yaman dan beberapa daerah lainnya.
9. Ketidakstabilan Regional
Konflik di satu negara sering meluas ke negara lain akibat pengungsi, penyelundupan senjata, atau penyebaran ideologi. Konflik Suriah yang memengaruhi Lebanon, Yordania, dan Turki.
10. Polarisasi Politik
Kegagalan dalam mencapai konsensus politik di antara elit dan kelompok masyarakat dapat memicu ketegangan yang berkembang menjadi kekerasan.
Ketegangan politik di Libya antara pemerintah yang bersaing adalah contoh tak baiknya polarisasi politik.
Semua faktor ini saling berhubungan, dan kehadiran salah satu faktor biasanya memperburuk faktor lainnya.
SOLUSI KONFLIK
Konflik di Timur Tengah sangat kompleks karena melibatkan berbagai faktor seperti agama, politik, sejarah, etnis, dan geopolitik. Namun, beberapa solusi yang sering diajukan mencakup:
1. Diplomasi dan Negosiasi
Dialog antar pihak: Semua pihak yang bertikai perlu terlibat dalam dialog yang jujur dengan mediator yang netral, seperti PBB atau negara-negara yang tidak memiliki kepentingan langsung.
Perjanjian damai: Seperti two-state solution untuk konflik Israel-Palestina, yang mengakui hak kedua belah pihak untuk memiliki negara yang berdaulat.
2. Pemberdayaan Institusi PBB: Diperlukan penguatan peran Dewan Keamanan PBB agar bisa memaksa implementasi resolusi damai.
Organisasi regional: Seperti Liga Arab atau OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) dapat berperan lebih aktif dalam mediasi.
3. Pembangunan Ekonomi dan Sosial.
Pengentasan kemiskinan: Banyak konflik muncul dari ketidaksetaraan ekonomi dan kemiskinan. Pendidikan: Menanamkan nilai toleransi dan penghapusan ekstremisme melalui pendidikan.
4. Penghormatan Hak Asasi Manusia.
Semua pihak perlu menghormati hak-hak dasar setiap individu, termasuk kebebasan beragama dan kebebasan politik. Menghentikan tindakan represif dan kekerasan terhadap warga sipil.
5. Melawan Ekstremisme
Deradikalisasi: Melalui pendekatan agama yang moderat dan dialog antaragama. Kerjasama internasional: Untuk menghentikan pendanaan dan penyebaran ideologi ekstremis.
6. Mengurangi Campur Tangan Asing
Banyak konflik di Timur Tengah diperparah oleh campur tangan negara-negara besar yang mengejar kepentingan geopolitik, seperti minyak atau dominasi militer. Pengurangan campur tangan ini dapat membantu mengurangi ketegangan.
7. Kepercayaan dan Rekonsiliasi
Proses rekonsiliasi: Harus ada upaya untuk menyembuhkan luka sejarah dan membangun kepercayaan di antara komunitas yang bertikai.
Pendekatan lokal: Libatkan tokoh masyarakat, agama, dan budaya setempat untuk menciptakan solusi akar rumput
Solusi ini sulit diterapkan karena banyaknya aktor dengan kepentingan berbeda, termasuk negara-negara besar yang terlibat secara tidak langsung. Keberhasilan membutuhkan komitmen jangka panjang, kerjasama global.
Akhirnya ditegaskan bahwa nilai kejujuran, dan ketulusan yang digerogoti kedengkian adalah sebab internal rentannya perang saudara di Timur Tengah. Faktor ekternal penjajahan, hubbudunya, rendahnya SDM umat, dan polarisasi kuasa keluarga adalah ta’ashub yang belum sehat. Dakwah masih terbengkalai.ds.111224