RUANG PUBLIK UNTUK SEMUA:(Keseimbangan antara Kebebasan Beragama dan Kepentingan Bersama) Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh163 Views

RUANG PUBLIK UNTUK SEMUA:(Keseimbangan antara Kebebasan Beragama dan Kepentingan Bersama)

Oleh: Duski Samad 

Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat

Topik tulisan di atas muncul ketika tim Forum Kerukunan Umat Beragama ( FKUB) Provinsi Sumatera Barat melihat langsung pemberian akses jalan Jenderal Sudirman depan gereja Katolik ST Fransiscus dengan membuat tanda pembatas dari Dishub untuk memudahkan umat Katolik keluar masuk ibadah Minggu pagi, saat yang sama berlangsung Car Frer Day.

Sejak beberapa waktu lalu pemuka agama Katolik yang bergabung di FKUB Provinsi menyampaikan kesulitan akses umat Katolik saat Car Free Day. Beberapa kali juga sudah dikordinasikan dengan Kesbangpol, Dishub dan juga sudah disampaikan pada Gubernur. Alhamdulillah sejak tahun 2025 ini sudah ada solusi dengan membatasi sebahagian jalan Sudirman untuk mobil keluar. Pintu masuk ke Gereja dari pintu belakang arah RS Yus Sudarso dan keluar pintu depan jalan utama Sudirman.

Kesadaran dan kesediaan Pemerintah Daerah untuk meresponi harapan dari umat Katolik patut diapresiasi dan fakta kesdaran kerukunan yang terus meningkat. Memang ruang publik—sebagai milik bersama—dapat digunakan untuk kepentingan keagamaan tanpa mengabaikan prinsip keadilan, keberagaman, dan kepentingan masyarakat luas.

Beberapa poin penting yang bisa dieksplorasi kebebasan beragama vs. netralitas ruang publik. Hak setiap warga negara untuk menjalankan ibadah dan ekspresi keagamaannya. Batasan penggunaan ruang publik agar tidak mendominasi atau menyingkirkan kelompok lain.

Prinsip Keadilan dan Inklusivitas. jika ruang publik diberikan untuk satu agama, bagaimana dengan agama atau kepercayaan lain? Apakah ada mekanisme yang adil dalam penggunaannya?

Dampak Sosial dan Politik. Apakah kebijakan ini akan memperkuat toleransi atau justru memicu ketegangan sosial?Bagaimana kebijakan negara dalam mengatur hal ini tanpa dianggap berpihak?

Preseden dan Implementasi di Berbagai Negara. Studi kasus dari negara-negara lain dalam mengelola ruang publik untuk kepentingan agama. Pelajaran yang bisa diambil agar kebijakan tetap inklusif.

Secara keseluruhan, realitas ini berusaha mencari keseimbangan antara kebebasan beragama dan kepentingan bersama agar ruang publik tetap menjadi tempat yang nyaman bagi semua.

 

TOLERANSI DALAM MASYARAKAT EGALITER

Toleransi bagi masyarakat muslim Kota Padang dan Sumatera Barat umumnya adalah bahagian yang inheren atau melekat dengan kultur egaliter yang menjadi identitas primer suku Minang.

Toleransi dalam masyarakat egaliter sangat penting karena masyarakat seperti ini menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan bagi semua individu, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, agama, atau budaya. Dalam konteks ini, toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga memastikan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk berekspresi, berpartisipasi, dan hidup berdampingan secara harmonis.

Beberapa aspek penting toleransi dalam masyarakat egaliter kesetaraan hak dan kewajiban. Semua individu dihormati dan memiliki hak yang sama, termasuk kebebasan berbicara, beragama, dan berpendapat. Tidak ada diskriminasi berdasarkan faktor bawaan seperti ras, gender, atau status sosial.

Sikap Saling Menghormati. Meskipun berbeda keyakinan atau pandangan, setiap individu tetap menghormati batasan hak orang lain. Tidak memaksakan kehendak atau pandangan tertentu kepada orang lain.

Penerimaan atas Keberagaman. Menghargai perbedaan budaya, agama, dan gaya hidup tanpa merasa superior. Mengakui bahwa perbedaan bisa menjadi sumber kekuatan sosial, bukan konflik.

Penyelesaian Konflik secara Damai. Ketika ada perbedaan pandangan, digunakan cara musyawarah atau diskusi terbuka tanpa kekerasan atau pemaksaan. Mengedepankan keadilan dan mencari solusi yang menguntungkan semua pihak.

Pendidikan dan Kesadaran Sosial. Masyarakat egaliter biasanya menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini melalui pendidikan dan sosialisasi. Ada ruang bagi dialog terbuka yang membangun pemahaman antar kelompok.

Toleransi dalam masyarakat egaliter bukan berarti mengabaikan prinsip atau nilai pribadi, tetapi lebih kepada menemukan titik temu untuk hidup bersama dalam keberagaman dengan adil dan setara.

 

MENJERNIHKAN STIGMA INTOLERANSI

Stigma adalah label negatif yang diberikan kepada seseorang atau kelompok karena karakteristik tertentu, sering kali berdasarkan prasangka atau stereotip. Stigma bisa muncul karena perbedaan agama, suku, budaya, penyakit, atau status sosial.

Misalnya, kalau ada kelompok yang dianggap intoleran tanpa melihat fakta atau konteks sebenarnya, itu berarti mereka sedang mengalami stigma intoleransi. Stigma ini bisa bikin mereka dikucilkan atau dipersepsikan buruk oleh masyarakat, meskipun tidak semua individu dalam kelompok tersebut bersikap seperti yang dituduhkan.

Stigma negatif untoleransi untuk Kota Padang dan daerah lain yang mayoritas muslim perlu dijernihkan melalui pengungkaoan fakta-fakta bahwa segala yang dipersepsikan negatif itu tidak benar.

Ada beberapa strategi untuk menjernihkan stigma intoleransi perlu pendekatan yang komprehensif.  Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Pendidikan & Literasi Toleransi

• Integrasikan pendidikan toleransi dalam kurikulum sekolah.

• Adakan seminar atau diskusi lintas agama dan budaya.

• Promosikan literasi media agar masyarakat tak mudah termakan hoaks soal intoleransi.

2. Teladan dari Pemimpin & Tokoh Publik

• Pemimpin, ulama, dan tokoh masyarakat harus menunjukkan sikap inklusif.

• Hindari narasi provokatif yang memperkuat stigma negatif.

3. Media & Narasi Positif

• Dorong media untuk menyebarkan berita positif tentang harmoni antarumat beragama.

• Beri ruang bagi cerita sukses keberagaman yang bisa jadi inspirasi.

4. Penegakan Hukum yang Tegas

• Hukum harus ditegakkan terhadap pelaku intoleransi tanpa tebang pilih.

• Pastikan perlindungan bagi kelompok yang rentan terhadap diskriminasi.

5. Interaksi Sosial yang Kuat

• Perbanyak kegiatan sosial yang melibatkan berbagai kelompok agama dan budaya.

• Kampanye sosial yang mengajak masyarakat untuk saling mengenal lebih dalam.

 

Kesimpulan

Tulisan “Ruang Publik untuk Semua” oleh Duski Samad menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebebasan beragama dan kepentingan bersama dalam penggunaan ruang publik. Kasus penyesuaian akses jalan di depan Gereja Katolik St. Fransiskus saat Car Free Day di Kota Padang menunjukkan bagaimana pemerintah daerah dapat mengakomodasi kebutuhan umat beragama tanpa mengganggu kepentingan publik yang lebih luas.

Dari perspektif masyarakat Minangkabau yang egaliter, toleransi merupakan bagian dari budaya yang menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan. Ini menegaskan bahwa penghormatan terhadap keberagaman bukan sekadar konsep, tetapi praktik nyata dalam kehidupan sosial. Prinsip kesetaraan hak, sikap saling menghormati, serta penyelesaian konflik secara damai menjadi elemen utama dalam menjaga harmoni sosial.

Namun, masih ada stigma intoleransi yang kerap dilekatkan pada daerah mayoritas Muslim seperti Kota Padang. Stigma ini sering kali didasarkan pada persepsi atau informasi yang tidak sepenuhnya akurat. Oleh karena itu, perlu upaya sistematis untuk menjernihkan stigma ini, seperti melalui pendidikan toleransi, peran aktif tokoh masyarakat, narasi positif di media, penegakan hukum yang adil, serta interaksi sosial yang lebih inklusif.

Secara keseluruhan, tulisan ini menegaskan bahwa ruang publik harus tetap inklusif bagi semua, dengan mempertimbangkan keadilan dan harmoni antarumat beragama. Toleransi dalam masyarakat egaliter bukan berarti mengabaikan nilai-nilai keyakinan masing-masing, tetapi mencari titik temu agar keberagaman dapat menjadi kekuatan, bukan sumber konflik.ds.@duriancar freeday.02022024.

Leave a Reply