PERAN GURU DALAM MENGATASI BIAS GENDER  DI MADRASAH IBTIDAIYAH Sofia Martini

PERAN GURU DALAM MENGATASI BIAS GENDER  DI MADRASAH IBTIDAIYAH

Sofia Martini

Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Falah

 

Gender merujuk pada perbedaan peran, identitas, dan karakteristik yang dibentuk oleh masyarakat untuk membedakan maskulinitas dan feminitas. Maskulinitas umumnya dikaitkan dengan sifat atau peran yang dianggap sesuai untuk laki-laki, seperti ketegasan dan kepemimpinan, sementara feminitas diasosiasikan dengan sifat atau peran yang diharapkan dari perempuan, seperti kelembutan dan kepedulian. Berbeda dengan jenis kelamin yang bersifat biologis dan tetap, gender adalah konstruksi sosial yang dinamis, bervariasi antar budaya, dan dapat berubah seiring waktu. Di tingkat pendidikan dasar, khususnya di Madrasah Ibtidaiyah (MI), konsep gender memainkan peran signifikan dalam membentuk sikap dan perilaku siswa. Namun, di banyak sekolah, bias gender masih sering muncul, baik secara eksplisit maupun implisit. Bias gender mengacu pada perlakuan yang tidak adil terhadap siswa berdasarkan jenis kelamin mereka. Bias ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti perbedaan perlakuan dalam pembagian tugas, harapan yang tidak seimbang terhadap kemampuan akademik, atau ketidakseimbangan dalam kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah.

Contoh bias gender yang sering muncul sejak tingkat sekolah dasar adalah anggapan bahwa anak laki-laki lebih pandai dalam mata pelajaran seperti matematika dan sains, sementara anak perempuan dianggap lebih unggul dalam bahasa dan seni. Bias ini tidak hanya membatasi kesempatan belajar siswa, tetapi juga berdampak pada perkembangan sosial dan emosional mereka. Siswa perempuan yang merasa tidak diberi kesempatan yang setara untuk berprestasi mungkin akan kehilangan rasa percaya diri. Sementara itu, siswa laki-laki yang dibatasi untuk mengembangkan keterampilan empati dan sosial bisa terhambat dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Oleh karena itu, sebagai ujung tombak dalam pendidikan, guru memegang peranan besar dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari bias gender. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh guru dalam mengatasi bias gender di Madrasah Ibtidaiyah (MI):

  1. Penyadaran terhadap Bias Gender

Langkah awal yang krusial adalah penyadaran diri guru terhadap potensi bias gender yang mungkin mereka miliki. Hal ini bukan tentang menyalahkan diri sendiri, tetapi tentang mengakui bahwa bias gender adalah sesuatu yang dapat terjadi pada siapa saja, bahkan tanpa disadari. Guru perlu melakukan refleksi diri secara berkala, mempertanyakan asumsi-asumsi mereka tentang peran dan kemampuan siswa berdasarkan jenis kelamin. Misalnya, apakah mereka secara tidak sadar memberikan lebih banyak perhatian kepada siswa laki-laki dalam mata pelajaran tertentu? Apakah mereka memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap siswa laki-laki dalam bidang-bidang tertentu? Untuk membantu proses refleksi ini, guru dapat meminta umpan balik dari rekan kerja, kepala sekolah, atau bahkan siswa itu sendiri. Diskusi kelompok dengan rekan kerja juga dapat menjadi wadah untuk saling berbagi pengalaman dan perspektif tentang bias gender.

  1. Memberikan Kesempatan yang Sama

Guru harus memastikan bahwa semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mendapatkan kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di sekolah. Hal ini berarti memberikan kesempatan yang sama dalam setiap aspek pembelajaran, mulai dari pembagian tugas, diskusi kelas, hingga kegiatan ekstrakurikuler. Guru perlu memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara, berpartisipasi, dan menunjukkan kemampuan mereka. Misalnya, dalam diskusi kelas, guru dapat menggunakan teknik seperti “panggilan acak” untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan untuk berkontribusi. Dalam kegiatan kelompok, guru dapat membentuk kelompok yang heterogen, terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan dengan kemampuan yang beragam.

  1. Memiliki Harapan Tinggi secara Merata

Guru perlu memiliki harapan yang tinggi secara merata terhadap semua siswa, terlepas dari jenis kelamin mereka, jangan berasumsi bahwa siswa laki-laki secara otomatis lebih baik dalam matematika atau sains, atau bahwa siswa perempuan secara otomatis lebih baik dalam bahasa atau seni. Berikan dukungan dan dorongan yang sama kepada semua siswa untuk mencapai potensi maksimal mereka. Guru dapat menunjukkan harapan tinggi ini dengan memberikan tugas-tugas yang menantang, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka.

  1. Aksesibilitas yang Inklusif

Aksesibilitas yang inklusif berarti menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan mendukung bagi semua siswa, terlepas dari jenis kelamin mereka. Guru harus bijak dalam memilih dan menggunakan media ajar yang menggambarkan laki-laki dan perempuan dalam peran-peran yang beragam dan positif. Hindari penggunaan bahasa dan gambar yang stereotipikal. Misalnya, dalam buku teks, pastikan bahwa perempuan digambarkan sebagai ilmuwan, pemimpin, dan tokoh-tokoh inspiratif lainnya, bukan hanya sebagai ibu rumah tangga atau perawat. Lebih lanjut, umpan balik yang diberikan guru kepada siswa harus fokus pada kemampuan dan upaya mereka, bukan pada jenis kelamin mereka. Hindari penggunaan bahasa yang merendahkan atau meremehkan siswa perempuan, atau bahasa yang menekan siswa laki-laki untuk selalu kuat dan tangguh. Selain itu, ciptakan ruang kelas yang aman dan nyaman bagi semua siswa, di mana mereka merasa dihargai dan dihormati. Guru perlu menindak tegas segala bentuk bullying atau diskriminasi berbasis gender.

  1. Kolaborasi dan Keterlibatan

Mengatasi bias gender bukanlah tugas yang bisa dilakukan sendiri oleh guru. Kolaborasi dengan orang tua, kepala sekolah, dan rekan sejawat sangat penting. Libatkan orang tua dalam diskusi tentang kesetaraan gender, dan berikan mereka tips tentang bagaimana mendukung anak-anak mereka di rumah. Kepala sekolah dapat memberikan pelatihan dan dukungan kepada guru tentang pendidikan yang sensitif gender. Bersama-sama, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari bias gender, di mana setiap siswa memiliki kesempatan untuk berkembang secara optimal.

 

Kesimpulan

Bias gender di Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan siswa. Bias ini tidak hanya membatasi minat dan potensi akademik siswa, tetapi juga menghambat perkembangan sosial dan emosional mereka. Penting untuk diingat bahwa mengatasi bias gender bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan upaya berkelanjutan. Namun, dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang adil dan inklusif, di mana setiap siswa memiliki kesempatan untuk berkembang secara optimal dan mencapai potensi penuh mereka.