RAMADHAN KOALISI TAQWA Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh282 Views

RAMADHAN KOALISI TAQWA

Oleh: Duski Samad

Guru Besar UIN Imam Bonjol

 

Ceramah Ramadhan Masjid Muhsinin Padang Baru, Ahad, 03 Ramadhan 1446H/02 Maret 2025

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. Al-Ma’idah Ayat: 2)

 

MAKNA KOALISI TAQWA

Ta’awun pada ayat di atas penulis samakan artinya kerjasama saling bermanfaat dan menguntung. Dalam kamus Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan, atau aliansi beberapa unsur, yang dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat.

Menurut wikepedia koalisi dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai sedangkan oposisi koalisi adalah sebuah oposisi yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Koalisi bayangan juga berarti tidak ada koalisi namun pemerintah yang menguasai parlemen dan media menampilkannya sebagai suatu koalisi. Tidak adanya koalisi membuat kekuatan pemerintahan tersebut tidak akan terpecah pecah.

Dalam hubungan internasional, sebuah koalisi bisa berarti sebuah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk tujuan tertentu. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warganegara yang bergabung karena tujuan yang serupa. Koalisi dalam ekonomi merujuk pada sebuah gabungan dari perusahaan satu dengan lainnya yang menciptakan hubungan saling menguntungkan.

Koalisi dalam pengertian di atas ulama tafsir menjelaskan kata ta’awun (tolong menolong, kerjasama dan contennya tak jauh beda dengan koalisi.

 

Berikut tafsirnya dari beberapa sumber dalam Tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan pentingnya kerja sama dalam hal yang baik (al-birr) dan ketaatan kepada Allah (at-taqwa), serta melarang kerja sama dalam kejahatan dan permusuhan. Al-birr mencakup semua bentuk kebaikan, termasuk keadilan sosial, persaudaraan, dan kesejahteraan umum. At-taqwa berkaitan dengan ketakwaan pribadi yang menjauhkan diri dari larangan Allah.

Sedangkan al-isthm berarti dosa yang bersifat pribadi, seperti maksiat. Al-‘udwān adalah pelanggaran terhadap hak orang lain, seperti ketidakadilan dan permusuhan. Quraish Shihab menekankan bahwa kerja sama harus didasarkan pada prinsip keadilan dan moralitas, bukan hanya pada kepentingan kelompok atau fanatisme buta.

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyoroti pentingnya kerjasama (koalisi), gotong-royong dalam masyarakat Islam. Menurutnya tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa adalah dasar kehidupan bermasyarakat yang sehat. Islam melarang kerja sama yang merusak, seperti mendukung kezaliman atau kejahatan. Hamka mengaitkan ayat ini dengan situasi politik dan sosial, menegaskan bahwa umat Islam harus bersatu dalam kebaikan dan menjauhi segala bentuk permusuhan, termasuk konflik antar sesama Muslim. Ia juga menekankan bahwa agama tidak boleh dijadikan alat untuk kepentingan politik yang merusak persatuan.

Mufassir klasik, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, At-Tabari menyebut makna yang tak jauh beda. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan manusia untuk bekerja sama dalam segala hal yang mendekatkan diri kepada Allah dan melarang kerja sama dalam hal yang mengundang murka-Nya. Al-Qurthubi menambahkan bahwa perintah ini mencakup semua aspek kehidupan, baik dalam ibadah, sosial, maupun politik. At-Tabari menafsirkan bahwa perintah ini bersifat umum, berlaku bagi semua Muslim, bahkan dalam hubungan dengan non-Muslim jika kerja sama itu bertujuan kebaikan dan keadilan.

Ayat ini menjadi pedoman etika sosial dalam Islam bekerja sama dalam kebaikan dan takwa wajib dilakukan.

Menghindari kerja sama dalam dosa dan kezaliman adalah prinsip utama yang harus dipegang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tafsir modern seperti Quraish Shihab dan Hamka lebih banyak mengaitkan dengan konteks sosial-politik, sementara tafsir klasik lebih fokus pada aspek hukum dan ibadah. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan berbangsa kerjasama adalah kebutuhan semua pihak. Ada beberapa istilah yang isinya saling membantu, mulliteral, bilateral, joint, MoU dan dalam politik ada istilah koalisi.

Koalisi adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Koalisi dalam politik biasanya merujuk pada aliansi antara partai-partai politik guna membentuk pemerintahan atau memperkuat posisi dalam parlemen. Di Indonesia, koalisi sering terjadi dalam pemilu presiden, di mana beberapa partai bergabung untuk mendukung satu calon, atau dalam pemerintahan, di mana partai-partai bekerja sama untuk mendapatkan mayoritas di DPR. Koalisi bisa bersifat formal dengan kesepakatan tertulis atau informal berdasarkan kepentingan bersama. Selain politik, istilah koalisi juga digunakan dalam bisnis, militer, dan gerakan sosial. Tidak pula terlalu salah kita sebut koali birra (kebaikan) taqwa (kemuliaan)

 

VISI KOALISI TAQWA

Kerjasama, tolong menolong atau berkoalisi dalam Islam adalah kebutuhan yang niscaya adanya. Dalam mewujudkan kerjasama maka Islam memastikan bahwa kemajemukan dan keberbedaan diakui untuk mencapai hadirnya saling mengenal dan dapat berkerjasama dengan baik (ta’aruf) yang hasilnya mencetak manusia takwa (QS.Al-Hujurraat, 13). Kemulian taqwa berdampak luas bagi keberadaan manusia sebagai hamba Allah swt dengan visi kehidupan liya’buduni (QS. al-Dzariyat 57).

Sebagai khalifah menegakkan hukum, keadilan dan mengendalikan keerakahan (QS. Shad/28:26).

Visi koalisi taqwa adalah merealisasikan visi kehidupan holistik yang diteguhkan setiap saat dalam doa dan ibadah umat Islam, dalam khutbah, doa selesai shalat, talbiyah dan rangkai ibadah haji dan umroh, yang oleh mubaligh disebut doa sapu jagad.

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰ خِرَةِ حَسَنَةً وَّ قِنَا عَذَا بَ النَّا رِ

“Dan di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.””(QS. Al-Baqarah 2: 201)

Hakikat visi kehidupan hasanah fid-dunya wa hasanah fil-akhirah dalam Surah Al-Baqarah ayat 201 mencerminkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Islam tidak hanya mengajarkan kehidupan akhirat, tetapi juga pentingnya hidup baik di dunia. Hasanah fid-dunya mencakup rezeki halal, ilmu yang bermanfaat, kesehatan, keluarga yang sakinah, dan kehidupan yang penuh keberkahan.

Kebaikan Sejati di Dunia dan Akhirat, Hasanah fid-dunya bukan sekadar kekayaan atau kesenangan, tetapi kehidupan yang membawa manfaat dan berkah. Hasanah fil-akhirah mencakup surga, ampunan Allah, dan kebahagiaan abadi. Keselamatan dari Azab Neraka. Visi kehidupan yang baik bukan hanya mengejar dunia dan akhirat, tetapi juga berusaha agar terhindar dari siksa neraka dengan menjalankan amal saleh.

Implementasi dalam kehidupan menjalani kehidupan dunia dengan bertakwa, bekerja keras, dan berbuat baik. Mengutamakan ibadah dan mengingat akhirat sebagai tujuan utama. Menjaga diri dari perbuatan yang bisa menyebabkan siksa neraka. Ayat ini mengajarkan bahwa kehidupan yang ideal bukan hanya sukses duniawi, tetapi juga selamat di akhirat. Seorang Muslim harus menyeimbangkan keduanya dengan bijak.

Wujud keseimbangan dunia dan akhirat, seimbang dalam kehidupan dunia dan akhirat berarti tidak hanya mengejar kesuksesan duniawi tetapi juga berinvestasi untuk kehidupan setelah mati. Berikut adalah beberapa bentuk keseimbangan tersebut bekerja dan beribadah secara seimbang. Bekerja mencari nafkah dengan niat ibadah. Menyisihkan waktu untuk sholat, membaca Al-Qur’an, dan dzikir meskipun sibuk. Menikmati dunia dengan bijak.

Menggunakan harta untuk kebutuhan, tetapi tidak berlebihan (israf). Bersedekah dan membantu orang lain sebagai bentuk investasi akhirat. Menjalin Hubungan Sosial dan Spiritual. Berbuat baik kepada keluarga, tetangga, dan masyarakat. Selalu menjaga akhlak dan amanah dalam setiap urusan. Menuntut ilmu dan mengamalkannya. Mempelajari ilmu dunia (sains, bisnis, teknologi) dan ilmu agama. Menggunakan ilmu untuk manfaat banyak orang.

Strategi Mencapai Keseimbangan Dunia dan Akhirat. Untuk mencapai keseimbangan ini, beberapa strategi yang bisa diterapkan adalah menata niat dalam setiap aktivitas. Niatkan setiap pekerjaan sebagai ibadah agar bernilai akhirat. Contohnya, bekerja dengan jujur sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Membuat dadwal yang seimbang. Prioritaskan waktu untuk ibadah tanpa mengganggu aktivitas dunia. Contohnya, sholat tepat waktu meskipun sedang bekerja atau kuliah.

Mengelola harta dengan prinsip Islam. Mencari rezeki halal dan menghindari riba. Membayar zakat, bersedekah, dan berbagi dengan yang membutuhkan. Menjaga kesehatan fisik dan mental. Makan makanan halal dan bergizi, serta menjaga kebugaran. Menjaga keseimbangan antara kerja, istirahat, dan ibadah. Mengutamakan akhlak dan amal saleh. Selalu jujur, adil, dan bertanggung jawab dalam segala urusan.

 

Menyebarkan manfaat kepada sesama, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan sosial. Mengingat kematian dan hari akhir. Menyadari bahwa kehidupan dunia sementara, sehingga tidak terlena dengan kesenangan duniawi. Menyiapkan bekal akhirat dengan memperbanyak amal saleh.

Keseimbangan dunia dan akhirat bukan berarti harus meninggalkan dunia untuk akhirat, atau sebaliknya. Islam mengajarkan agar kita mengambil bagian di dunia dengan tetap mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Kunci utamanya adalah niat yang lurus, manajemen waktu yang baik, serta menjadikan segala aktivitas sebagai bagian dari ibadah.

 

PROGRAM KOALISI BIRR TAQWA

Kerjasama kebaikan seperti dalam ayat ini, kata birr (البر)merujuk pada segala bentuk kebaikan yang mendekatkan seseorang kepada Allah, baik dalam hubungan sosial maupun ibadah. Birr mencakup kejujuran, tolong-menolong, keadilan, dan segala perbuatan yang diridai Allah.

Esensi utama dari birr dalam ayat ini adalah kolaborasi dalam Kebaikan. Allah memerintahkan umat Islam untuk bekerja sama dalam perbuatan baik yang membawa manfaat bagi individu maupun masyarakat. Ketakwaan sebagai Landasan. Kebaikan yang dilakukan harus berlandaskan ketakwaan kepada Allah, bukan kepentingan duniawi semata. MMenjauhidosa dan permusuhan. Islam melarang segala bentuk kerja sama dalam kezaliman, maksiat, dan permusuhan yang merusak persatuan umat.

Strategi mencapai Birr adalah menerapkan konsep birr sesuai dengan ayat ini, dapat dilakukan dengan membangun niiat yang ikhlas. Segala bentuk kerja sama dalam kebaikan harus didasarkan pada niat yang tulus untuk mencari rida Allah. Membantu sesama dalam hal yang positif. Menolong orang dalam pendidikan, ekonomi, kesehatan, atau amal sosial yang membawa manfaat nyata. Mendukung program-program keagamaan dan sosial yang membangun akhlak dan kesejahteraan umat.

Menjaga persatuan dan menghindari perpecahan. Menjalin ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dengan menjauhi fitnah, kebencian, dan konflik yang tidak perlu. Membangun komunikasi yang baik dalam menyelesaikan perbedaan pendapat. Menolak segala bentuk kerjasama dalam dosa dan permusuhan. Tidak terlibat dalam praktik korupsi, kezaliman, atau propaganda yang menyesatkan umat. Menghindari keterlibatan dalam kelompok yang menyebarkan permusuhan atau fitnah.

Meningkatkan ketakwaan individu dan kolektif. Melaksanakan ibadah dengan benar sebagai landasan moral dalam setiap tindakan. Mengajak orang lain untuk berbuat baik dengan memberi teladan dalam kehidupan sehari-hari.

Makna tolong menolong dalam takwa (koalisi taqwa) adalah bekerjasma sebagai kewajiban sosial. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Tolong-menolong dalam takwa berarti bekerja sama dalam segala hal yang mendekatkan diri kepada Allah. Bentuk Tolong-Menolong dalam Takwa dapat terjadi dalam ibadah mengajak orang untuk salat berjamaah, berdakwah, dan menuntut ilmu. Dalam muamalah membantu orang yang kesulitan ekonomi dengan cara halal.

Dalam dakwah menyebarkan ajaran Islam dengan hikmah dan akhlak mulia. Dalam persatuan umat menjaga ukhuwah Islamiyah dan menghindari fitnah atau konflik yang tidak perlu. Tolong-menolong dalam takwa adalah kerja sama dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ini mencakup ibadah, akhlak, persaudaraan, dan segala aspek kehidupan yang membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.

Anggota Koalisi Taqwa dan Hubungannya dengan empat pilar negara. Anggota koalisi taqwa adalah penentu kebijakan bagi masyarakat yang bertaqwa sebagai modal dasar adanya keberkahan (QS. al-Maidah, 79). Koalisi Taqwa adalah konsep yang menekankan kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai ketakwaan kepada Allah SWT. Dalam konteks ini, koalisi tersebut melibatkan empat pilar utama: negara (pemerintah), ulama, pengusaha, dan rakyat.

1.Pemerintah: Pemimpin yang Adil dan Amanah.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan keamanan rakyat. Dalam Koalisi Taqwa, pemerintah harus menjadikan prinsip Islam sebagai landasan kebijakan dan hukum. Pemimpin yang bertakwa akan mengutamakan kepentingan rakyat, menghindari korupsi, dan bersikap adil. Hubungannya dengan Dengan ulama Mendengarkan fatwa dan nasihat ulama dalam merumuskan kebijakan. Dengan pengusaha Membantu menciptakan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada kesejahteraan masyarakat. Dengan rakyat: Melindungi hak-hak rakyat dan memastikan kehidupan yang sejahtera.

2.Ulama dan Cendikiawan sebagai penjaga ilmu pengetahuan, moral dan spiritualitas umat.

Ulama dan cendikiawan berperan dalam memberikan kehidupan dunia, bimbingan agama, menjaga moralitas masyarakat, dan mengawasi kebijakan pemerintah agar tetap sesuai dengan nilai Islam. Dalam Koalisi Taqwa, ulama dan cendikiawan menjadi penengah antara pemerintah dan rakyat serta memastikan kebijakan negara tidak bertentangan dengan syariat Islam dan pedoman ilmu pengetahuan bagi kebaikan jangka panjang. Hubungannya dengan ulama dan cendikiawan dengan dengan pemerintah memberikan petunjuk ilmu, nasihat keagamaan agar kebijakan selaras dengan Islam. Dengan pengusaha mengedukasi tentang bisnis halal dan etika ekonomi Islam. Dengan rakyat membimbing masyarakat dalam kehidupan beragama dan sosial.

3.Pengusaha: Pendorong Ekonomi yang Berkah.

Pengusaha yang bertakwa akan menjalankan bisnis secara halal, adil, dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam Koalisi Taqwa, pengusaha diharapkan mendukung kesejahteraan rakyat melalui investasi yang etis, pembayaran zakat, dan penghindaran riba. Hubungannya dengan dengan pemerintah adalah membantu pertumbuhan ekonomi melalui bisnis yang berkah dan adil. Dengan ulama adalah mendapatkan bimbingan terkait etika bisnis Islam. Dengan rakyat menciptakan lapangan pekerjaan dan membantu kesejahteraan sosial.

4.Rakyat: Pondasi dan Penggerak Perubahan.

Rakyat yang bertakwa akan menjalankan kehidupan dengan jujur, bekerja keras, dan mendukung kepemimpinan yang adil. Dalam Koalisi Taqwa, rakyat memiliki peran penting dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran). Hubungannya dengan dengan pemerintah adalah mentaati pemimpin yang adil serta mengawasi kebijakan yang tidak sesuai dengan Islam. Dengan ulama, menjadikan ulama sebagai panutan dalam kehidupan beragama dan sosial. Dengan pengusaha mendukung bisnis yang halal dan bersikap adil dalam bekerja serta berdagang.

 

ANALISIS POLITIK KOALISI TAQWA

Konsep koalisi birra dan taqwa dalam pemikiran politik Islam merujuk pada kerja sama politik yang didasarkan pada nilai-nilai kebajikan (birr) dan ketakwaan (taqwa). Ini berakar pada prinsip Al-Qur’an dalam QS. Al-Maidah: 2, Dari perspektif politik Islam, konsep ini dapat dianalisis dalam beberapa aspek.

Landasan Normatif. Koalisi politik dalam Islam harus berlandaskan prinsip syariah, yaitu pada Maslahah (kemaslahatan umat), di mana kerja sama harus bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Adil dan transparan, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menekankan keadilan dalam pemerintahan. Tidak kompromi dengan kebatilan, artinya koalisi tidak boleh mengarah pada kesepakatan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Implementasi dalam Politik Kontemporer. Dalam praktik politik modern, koalisi berbasis birr wa taqwa bisa diterapkan dalam: Koalisi antarpartai Islam, misalnya kerja sama partai-partai berbasis Islam dalam pemilu atau pemerintahan. Aliansi dengan pihak sekuler, asalkan nilai-nilai Islam tetap terjaga dan tidak ada kompromi dengan kebatilan.Kerja sama lintas agama, dalam konteks memperjuangkan nilai-nilai universal seperti keadilan, antikorupsi, dan kesejahteraan sosial.

Tantangan, politik pragmatis yang sering bertentangan dengan prinsip Islam. Perbedaan kepentingan di antara kelompok Islam sendiri. Stigma bahwa politik Islam eksklusif dan sulit berkoalisi dengan pihak lain. Peluang menjadi solusi bagi politik yang lebih beretika dan berbasis nilai. Memperkuat posisi umat Islam dalam kebijakan publik. Mendorong perubahan sosial-politik yang lebih adil dan beradab.

Koalisi birra dan taqwa bisa menjadi pedoman bagi kerja sama politik Islam yang berbasis nilai-nilai syariah. Namun, tantangan politik modern menuntut strategi yang cerdas agar prinsip Islam tetap terjaga tanpa kehilangan efektivitas dalam sistem demokrasi.

 

Kesimpulan.

Konsep Koalisi Taqwa berlandaskan prinsip kerja sama dalam kebaikan (birr) dan ketakwaan (taqwa), sebagaimana diperintahkan dalam QS. Al-Ma’idah ayat 2. Islam menekankan pentingnya sinergi antara berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah, ulama, pengusaha, dan rakyat, untuk membangun peradaban yang adil, makmur, dan penuh berkah.

Beberapa poin utama dari Koalisi Taqwa meliputi:

1. Esensi Kerja Sama dalam Kebaikan. Islam mendorong tolong-menolong dalam kebajikan, seperti keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi, dan persaudaraan.

2. Menjauhi Koalisi dalam Keburukan. Dilarang bekerja sama dalam dosa, kezaliman, dan permusuhan, termasuk praktik korupsi, ketidakadilan, dan politik yang merusak persatuan umat.

3. Visi Kehidupan Seimbang Dunia-Akhirat. Islam mengajarkan keseimbangan antara kesuksesan dunia dan keselamatan akhirat dengan menjalankan ibadah, bekerja, dan berakhlak baik.

4. Empat Pilar Koalisi Taqwa. Pemerintah (kepemimpinan adil), ulama (pembimbing moral), pengusaha (ekonomi halal), dan rakyat (kesadaran sosial) harus bekerja sama untuk menciptakan tatanan yang harmonis dan berkah.

5. Implementasi dalam Politik Islam. Politik Islam seharusnya berbasis pada nilai-nilai kebajikan dan kepentingan umat, bukan sekadar kekuasaan dan pragmatisme politik.

Rekomendasi.

Untuk merealisasikan Koalisi Taqwa dalam kehidupan nyata, diperlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan semua elemen masyarakat:

1. Membangun Kepemimpinan yang Adil dan Amanah. Pemimpin harus berlandaskan prinsip Islam dalam setiap kebijakan. Mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menerapkan kebijakan yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat.

2. Menguatkan Peran Ulama sebagai Pemandu Moral. Ulama harus berperan aktif dalam memberikan nasihat kepada pemerintah dan rakyat. Membangun literasi keagamaan yang moderat, inklusif, dan sesuai dengan prinsip Islam. Mencegah politisasi agama yang merusak persatuan umat.

3. Mendorong Ekonomi Berbasis Etika Islam. Mengembangkan bisnis dan investasi halal yang mengedepankan keberkahan. Menghindari riba dan praktik ekonomi eksploitatif. Memperkuat peran zakat, infak, dan sedekah sebagai solusi kesejahteraan sosial.

4. Membangun Kesadaran Sosial di Kalangan Rakyat. Mendorong masyarakat untuk aktif dalam gerakan sosial dan dakwah bil hal (aksi nyata). Menjaga persatuan dan menghindari fitnah, hoaks, serta ujaran kebencian. Berpartisipasi dalam pemilihan pemimpin yang berintegritas dan berkomitmen pada nilai-nilai Islam.

5. Menjaga Keseimbangan Dunia dan Akhirat. Menjadikan aktivitas dunia sebagai ibadah dengan niat yang benar. Mengelola waktu dengan baik antara bekerja, ibadah, dan interaksi sosial. Mengembangkan pendidikan yang berbasis integrasi ilmu dunia dan agama.

6. Membangun Koalisi Nyata dalam Masyarakat. Mengadakan program kolaboratif antara pemerintah, ulama, pengusaha, dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Membentuk forum komunikasi lintas sektor yang berlandaskan prinsip birr wa taqwa. Menguatkan gerakan sosial yang fokus pada pendidikan, kesehatan, dan ekonomi berbasis syariah.

Penutup.

Konsep koalisi taqwa bukan sekadar teori, melainkan sebuah prinsip hidup yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan membangun sinergi yang kuat antara pemerintah, ulama, pengusaha, dan rakyat, diharapkan tercipta masyarakat yang adil, makmur, dan diridai Allah. DS. 02 Ramadhan 1446H/02 Maret 2025.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply