PELUANG DALAM TANTANGAN Oleh: Duski Samad

Artikel Tokoh257 Views

PELUANG DALAM TANTANGAN

Oleh: Duski Samad
Catatan Kedelapan

Peluang dalam tantangan menjadi pikiran penulis ketika mengikuti bacaan Imam Shalat Subuh di Masjidil Haram yang membaca surat Al-A’raf ayat 56 berbunyi:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaiki nya; dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Menurut Ibnu Katsir ayat ini melarang manusia melakukan kerusakan di bumi, baik berupa penyebaran kemaksiatan, kedzaliman, atau penghancuran tatanan yang sudah baik. Allah mengingatkan agar manusia memelihara perdamaian dan kebaikan di bumi.

Allah memerintahkan untuk berdoa kepada-Nya dengan penuh ketundukan, rasa takut akan hukuman, dan harapan akan kasih sayang-Nya.

Rahmat Allah disebutkan dekat dengan orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan), yaitu mereka yang melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya.

Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan
Larangan “jangan membuat kerusakan di muka bumi” mencakup kerusakan fisik (seperti penghancuran lingkungan) dan moral (seperti menyebarkan dosa dan kezaliman).

Perintah untuk berdoa dengan “khauf” dan “thama'” menegaskan keseimbangan antara rasa takut kepada azab Allah dan harapan kepada rahmat-Nya.

Orang yang ihsan adalah yang beramal dengan ikhlas dan mengikuti petunjuk syariat, sehingga mereka dekat dengan rahmat Allah.

Dalam Tafsir Ath-Thabari Allah melarang manusia menghancurkan tatanan yang telah diperbaiki oleh para nabi dan rasul. Kerusakan dapat berupa kemaksiatan, kezaliman, dan penyelewengan dari agama yang benar.

Doa dengan “khauf” adalah rasa takut kepada Allah karena kesadaran akan dosa, sementara “thama'” adalah pengharapan akan pengampunan dan nikmat-Nya.

Penekanan ayat ini adalah agar manusia selalu menjaga hubungan baik dengan Allah (melalui doa) dan dengan sesama (dengan menjaga kedamaian).

Kesimpulan dari tiga tafsir klasik di atas adalah ajakan untuk menjaga keharmonisan di bumi, beribadah dengan rasa takut dan harap, serta menjadi orang yang senantiasa berbuat kebaikan agar mendapatkan rahmat Allah.

Membaca tafsir klasik dan dihubungkaitkan kenyataan penduduk kotempoter jelas sekali kebinasaan global tengah menghantui warga dunia. Perang dunia sebenarnya sudah terjadi, hanya saja skala perang era digital berbeda dengan perang konservatif.

LARANGAN MERUSAK LINGKUNGAN

Tafsir kontemporer dari surat al Ataf 56 di atas prinsipnya sama yakni larangan berbuat kerusakan. Ayat ini memberikan peringatan kepada manusia agar tidak membuat kerusakan di bumi setelah Allah memperbaikinya.

Dalam konteks kontemporer kerusakan yang mencemas penduduk dunia adalag kerusakan ekologis. Eksploitasi alam yang berlebihan, deforestasi, polusi, dan

perubahan iklim yang mengancam keseimbangan ekosistem adalah indikasi kepunahan alam yang membahayakan.

Kerusakan lain yang tak kalah bahayanya adalah kerusakan sosial. Perang, ketidakadilan, diskriminasi, korupsi, dan perilaku destruktif lainnya yang merusak tatanan sosial komunitas berperadaban.
Ayat ini mengajarkan pentingnya menjaga harmoni dengan lingkungan dan sesama manusia.

Ditengah kecemasan pada kerusakan manusia dibimbing agar berdoa dengan penuh takut dan harap. Allah meminta manusia untuk mendekatkan diri kepada-Nya melalui doa yang dilandasi rasa takut dan harapan.

Takut: Menyadari kelemahan diri dan takut akan murka Allah bila melanggar perintah-Nya. Harap: Optimisme akan kasih sayang Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Dalam konteks modern, ini berarti manusia harus terus berusaha memperbaiki diri dan berharap pada kebaikan, meskipun menghadapi berbagai tantangan.

Ayat ini juga mengingatkan bahwa Rahmat Allah Dekat dengan Orang Berbuat Kebaikan. Ayat ini menegaskan bahwa rahmat Allah sangat dekat kepada mereka yang senantiasa berbuat baik (al-muhsinin).

Dalam kehidupan kontemporer, ini bisa diterjemahkan sebagai dorongan untuk menjalankan etika kerja yang jujur dan profesional. Mengedepankan empati dan solidaritas dalam hubungan sosial. Melakukan inovasi yang bermanfaat bagi umat manusia tanpa merusak alam atau lingkungan.

Relevansi Ayat di Masa Kini. Ayat ini menjadi seruan penting di era modern di mana tantangan global seperti kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, dan konflik politik sering terjadi.

Pesan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta menjadi sangat relevan sebagai solusi atas berbagai krisis yang ada.

Ayat ini juga mengajarkan manusia untuk tidak putus asa dalam menghadapi masalah, karena rahmat Allah selalu dekat dengan orang-orang yang ikhlas berbuat kebaikan.

Kalam akhir penulis setelah merenungi makna dan pesan ayat di atas adalah ternyata seberat apapun tantangan di era global dengan tingkat kerusakan lingkungan, kerusakan sosial dan kemanusiaan yang mencemaskan, Allah terus mengingatkan hamba berdoa dan berbuat baik padanya. Peluang selalu terbuka, ayo optimis jangan pesimis. DS. 07012025#masjidilharamsubuh.